Sabtu, 11 Februari 2012

10 produksi film PIXAR terbaik


IntermezoNews - SEMULA, seperti dikatakan situs Rotten Tomatoes, karya animasi dibagi atas dua periode: SD dan D, sebelum Disney dan masa Disney.

PIXAR-large570

Semua itu kini berubah.
Dengan rilis Toy Story pada 1995, film animasi dibagi atas dua periode baru: SP dan P, sebelum Pixar atau masa Pixar. Meski film animasi yang rilis masih memakai logo Disney, nama perusahaan studio animasi yang membuatnya juga ikut dikenal.
Ya, itulah Pixar. Studio animasi yang awalnya didirikan George Lucas, pencipta Star Wars, tapi kemudian dibeli murah oleh mendiang Steve Jobs seharga AS$ 10 juta pada 1986. Walau Pixar belum menunjukkan tanda-tanda bakal mendatangkan untung, Jobs tetap mempertahankan Pixar.
Di pertengahan 1980-an, John Lassater, animator alumni Disney, bergabung dengan studio animasi di Marin County, California itu dan menghasilkan film animasi pendek yang memulai revolusi, Luxo Jr., tentang lampu meja kecil bermain-main bola dan ditegur orangtuanya, lampu meja lebih besar.
Revolusi selanjutnya adalah ketika Pixar membuat film animasi panjang pertama yang sepenuhnya berwujud animasi komputer berjudul Toy Story. Dua puluh tahun sejak dibeli Jobs, Pixar dijual pada Disney dengan harga berlipat-lipat.
Selama lebih dari 20 tahun terakhir pula, Pixar menyuguhkan kita film animasi komputer yang tak hanya secara teknis enak dipandang mata, tapi sebagai karya sinema juga patut dihargai selayaknya film-film yang dimainkan bintang-bintang berdaging.

Sejak Toy Story, totalnya Pixar sudah membuat 12 film panjang. Mulai Rabu (12/10) ini, Cars 2 rilis di bioskop tanah air. Maka, buat kami, ini saat yang tepat untuk mengocok dan menimbang-nimbang, apa saja film-film terbaik yang pernah dihasilkan Pixar.
Terus terang ini tidak mudah, mengingat penulis artikel ini penggemar berat Pixar. Saya misalnya harus mempertimbangkan, apakah revolusi inovasi pada Toy Story lebih bagus daripada kesempurnaan penggarapan dan tema yang diusung Wall-E?
Pertanyaan yang sulit dijawab sekaligus asyik untuk dicari tahu apa yang akhirnya diputuskan.
So, this is it. Dengan berbagai pertimbangan akhirnya kami memutuskan 10 film Pixar terbaik versi kami.
10. Cars (2006)
Cars__03
Sebelum Cars 2 (2011), film pertamanya, Cars saja, dinobatkan sebagai film produksi Pixar yang mendapat rating lebih kecil dibanding film-film animasi Pixar lainnya. Angka rating Cars di Rotten Tomatoes adalah 74 persen--yang tetap saja dianggap “fresh” alias bagus ketimbang “rotten”, busuk. Cars berkisah tentang mobil-mobil yang bisa bicara dan punya kehidupan. Alkisah, “seorang” mobil balap modern muda warna merah kinclong bernama Lightning McQueen (suaranya diisi Owen Wilson) terdampar di kota kecil bersahaja di tepi gurun. Di sana, ia kemudian mendapat pembelajaran hidup yang menjadi bekalnya menjuarai kompetisi balap. Karya John Lasseter ini dianggap tidak-asli (Christy Lemire dari Associated Press menuduh film ini menjiplak Doc Hollywood) dan kepanjangan (kata J.R. Jones dari Chicago Reader: Bukan mengetes kecepatan, tapi kesabaran). Saya memilih Cars di nomor buncit karena filmnya sekadar menawarkan kegembiraan film animasi dan kurang “berisi” sebagai tontonan bgi penikmat film yang usianya lebih dewasa. Sebagai karya animasi keluaran Pixar dengan standar selangit, film ini tidak cukup “layak Pixar”.
9. A Bug’s Life (1998) 

bugs-life

Sambutan atas film animasi panjang kedua Pixar ini tak semeriah film pertama, Toy Story dulu. Kehadirannya juga dibayang-bayangi oleh film bertema mirip keluaran DreamWorks, Antz (yang menandai persaingan dua jagoan animasi itu hingga kini). Terinspirasi dongeng binatang karya Aesop, pendongeng masa Yunani kuno, A Bug’s Lifeberkisah tentang petualangan semut bernama Flik (diisi suara Dave Foley) yang berkelana meninggalkan koloninya untuk mengumpulkan para serangga lain yang bisa diajaknya mempertahankan koloninya dari kawanan jangkerik jahat. Di film ini, animasi Pixar sudah lebih bagus dibanding Toy Story. Membandingkan Antz dan A Bug’s Life, saya lebih terhibur dan menyukai gambar-gambar di A Bug’s Life. Kisahnya terasa lebih epik buat saya.
8. Monsters, Inc. (2001) 

monsters-inc

Film ini mengandaikan ada sebuah dunia lain di luar dunia kita di mana teriakan anak-anak ketakutan bisa menjadi sumber energi dan menjadi tugas para monster untuk datang ke kamar anak-anak membuat mereka ketakutan. Tokoh utama karakter di film ini, Mike, diisi suaranya oleh Billy Crystal. Mike yang selalu ingin jadi pusat perhatian kalah pamor dari sahabatnya, Sulley (John Goodman), monster besar berbulu yang populer. Persahabatan di antara keduaya diuji saat seorang anak kecil tersesat masuk ke dunia para monster. Kontan terjadi kekacauan. Mike ingin anak itu segera pergi (karena anak-anak dianggap membawa racun), tapi Sulley malah menyayangi anak itu. Film ini terasa lebih bisa dinikmati bagi penonton dewasa yang menyukai cerita komedi keluarga. Lalu jangan lupa pula pada sub-teks tentang krisis energi yang diusung film ini. Kaum monster berhasil memecahkan masalah energi mereka dengan cara-cara yang lebih beradab, bukan dengan menakuti anak-anak, tapi membuat mereka tertawa bahagia.
7. Ratatouille (2007) 

ratatouille_002
Setelah Cars dianggap sebagian kritikus film sebagai tanda-tanda tangan dingin Pixar mulai lesu, Ratatouille awalnya semakin jelas memperlihatkan kalau sentuhan sihir Pixar sudah berakhir. Film ini terseok-seok tiba di layar perak karena perselisihan kreatif hingga sutradara yang semula ditunjuk membuatnya, Jan Pinkava diganti posisinya oleh Brad Bird. Nyatanya, semua berakhir baik. Segala perselisihan itu terbayar dengan pencapaian yang diraih film ini. Filmnya laris meraup AS$ 621dari seluruh dunia serta angkat jempol dari kritikus film. Kisah tentang tikus jago masak ini seenak rasa makanan Perancis yang dijual di restoran mahal. Ibarat makanan, film ini rasanya yummy. Film ini dengan jenius, mampu meyakinkan penontonnya siapapun bisa memasak, termasuk seekor tikus. Filmnya disuka penonton anak-anak dengan gambar-gambar indah khas fabel, sedang penonton dewasa bakal terbuai oleh konflik perebutan restoran dan menundukkan ego kritikus restoran.
6. Toy Story 3 (2010) 

toy-story-3-1

Dikatakan Rotten Tomatoes, saat sebuah film mencapai film ketiga, umumnya franchise itu bakal bernasib tak lagi relevan dengan zaman (seperti The Godfather Part III), tidak lagi masuk akal (Die Hard with a Vengeance), atau sudah tak lagi menarik (Superman III). Pixar membuat pengecualian kalau film ketiga masih seasyik film pertama dan kedua. Bahkan, Toy Story 3 dianggap lebih asyik karena mampu membuat penonton dewasa menangis. Kali ini, satu dekade setelah Toy Story pertama rilis, penonton diajak melihat Andy yang sudah besar dan merasa tak lagi pas main boneka. Woody (suaranya diisi Tom Hanks), Buzz Lightyear (Tim Allen) dkk kemudian menemukan rumah baru mereka di tempat penitipan anak. Di tempat ini, mereka mendapati lingkungan yang tak seindah kelihatannya. Lotso, sesosok boneka beruang yang punya masa lalu traumatis, memimpin dengan lalim para boneka di tempat itu. Woody dan Buzz kemudian bersiasat kabur. Di tengah aksi petualangan yang seru dan kocak, Toy Story 3 unggul karena memperlihatkan bagaimana nasib boneka jika pemiliknya sudah beranjak dewasa. “Kita sudah tahu hari itu akan tiba,” kata Woody. Bagi penonton dewasa yang akhirnya berpisah dengan mainan mereka begitu beranjak dewasa, film ini mendatangkan rasa nostalgia. Momen saat Andy bermain bonekanya kembali di akhir film sangat menyentuh.
5. Toy Story (1995)

toy-story-movie-buzz-woody
Inilah film yang memulai revolusi itu. Para pendiri Pixar mengandaikan ketika orang-orang tak ada, para boneka hidup, bisa bicara, dan berinteraksi selayaknya manusia. Ide yang brilian. Apalagi di dalam kamar Andy, boneka koboi Woody (suaranya diisi Tom Hanks) adalah boneka kesayangan. Ketika Andy punya boneka baru, astronot ruang angkasa Buzz Lightyear (Tim Allen), Woody cemburu karena ia jadi kurang diperhatikan (baca: tidak diajak main lagi). Menurut situs majalah Time, saat mengulas 25 Film Animasi Terbaik Sepanjang Masa, menganalogikan film animasi tradisional gambar-tangan persis Woody, sedang Buzz yang lebih modern dengan animasi komputer. Timemenulis: gaya animasi tradisional Disney terasa seperti boneka Woody yang sudah tua, sedang Pixar menjadi Buzz Lightyear bagi animasi abad ke-21.
4. The Incredibles (2004)
The_incredibles_thumb


Kami sudah menyebut The Incredibles sebagai salah satu film superhero terbaik. Film ini meminjam plot kisah superhero nyeleneh. Jika komik Watchmen adalah cerita superhero bagi pembaca serius yang mensejajarkan komik sebagai karya sastra, The Incredibles mengangkat genre superhero ke tahapan lebih tinggi lagi: cerita superhero juga bisa jadi sebuah komedi keluarga yang berhasil. Apa jadinya bila keluarga superhero dipaksa hidup normal? Apa hidup mereka bisa normal? Dan di atas semua itu, apa manusia sudah tak butuh lagi orang-orang berkuatan super menjaga ketentraman hidup mereka dari para penjahat megalomaniak? Semua itu dijawab di sini.
3. Up (2009)

up-movie-image-pixar

Siapa yang kuat untuk menahan air mata menonton bagian awal Up? Di tahun 1930-an, Carl bermimpi jadi petualang yang ketemu teman perempuan Ellie yang juga punya impian sama dengannya. Mereka jatuh cinta dan akhirnya menikah. Rangkaian gambar kemudian merekam kehidupan Carl dan Ellie selama setengah abad perkawinan mereka hingga maut memisahkan. Itulah kisah cinta paling menggetarkan yang disampaikan hanya dalam waktu kurang dari 5 menit. Begitu memikatnya bagian awal Up, orang malah sering lupa kalau filmnya sendiri berisi petualangan seru: ada bocah pramuka pemberani, anjing-anjing bisa bicara, dan impian masa kecil akan seorang tokoh panutan ternyata aslinya tak seindah kelihatannya.

2. Finding Nemo (2003)

finding-nemo-53764_1280_10
Marlin si ikan badut (suaranya diisi Albert Brooks) adalah sosok calon ayah yang gugup. Saat tahu ia akan jadi ayah bagi 400 telur ikan, Marlin gugup apa anak-anaknya bakal menyukainya. Tapi bencana datang, istri Marlin dan 399 calon bayinya dimakan ikan lain. Maka, Marlin menjaga dengan sangat hati-hati satu-satunya anaknya yang tersisa, Nemo. Syahdan, Nemo hilang di samudera nan luas. Marlin kemudian bertekad mencari putranya yang hilang. Dalam pencarian, ia dibantu Dory (Ellen DeGeneres), ikan yang mengalami short-term-memory lost alias gangguan ingatan sesaat. Kisah Marlin mencari Nemo adalah wujud perjuangan seorang ayah yang rela melakukan apa saja demi mencari putra tercinta, bahkan dengan mengarungi samudera luas sekalipun. Lewat Finding Nemo, Pixar meraih jackpot menyajikan tontonan animasi yang tidak saja secara teknis sempurna (lihat bagian seru saat Marlin berlompatan menghindari ubur-ubur), tapi juga berkualitas sekelas dengan film-film besar yang pernah dibuat manusia di bumi.
1. Wall-E (2008)
walle3
Wall-E, buat saya, adalah pencapaian paripurna dari Pixar. Lewat film ini, Pixar sekali lagi bertaruh dan memenangkannya. Pertaruhan pertama dalah menyajikan setengah jam tontonan nyaris tanpa dialog. Film dikembalikan pada hakikatnya sebagai gambar bergerak (moving pictures). Nyatanya, kita langsung terpikat. Kemudian kita melihat kisah cinta yang rasa-rasanya dipinjam dari cerita besar Adam dan Hawa, saat robot kesepian yang ditinggal di bumi mebersihkan bumi yang kena polusi akut hingga tak layak lagi ditinggali, bertemu dengan robot lawan jenis (bukan tanpa alasan nama robot cewek di sini dinamai Eve). Selain analogi kisah cinta manusia pertama di bumi, Wall-Ejuga pesan segala kerusakan lingkungan di bumi harus dibenahi, bukan meninggalkannya dan hidup enak di pesawat luar angkasa yang bikin gemuk karena segala fasilitas tersedia. Dengan pencapaian sinematis dan pesan filosofis yang tiada tara, Wall-E layak ditonton hingga kapan pun. Seperti tokoh Wall-E di film, saya membayangkan, andai 700 tahun dari sekarang kita tak lagi tinggal di bumi dan ada robot yang tertinggal, robot itu akan menonton film ini.

CATATAN TAMBAHAN:Sebetulnya hanya kurang satu film Pixar yang tak masuk daftar ini selain Cars 2 yang memang baru tayang di sini, yakni Toy Story 2 (1999). Saya menyukai Toy Story 2. Dengan kocak, misalnya, film ini meminjam referensi adegan di film Star Wars: The Empire Strikes Back. Kisahnya juga seru, tentang apa peran boneka sebetulnya: menjadi pajangan di museum, dihargai selayaknya karya seni sebagai monument budaya, atau menjadi mainan yang membahagiakan anak-anak. Film ini memihak pada opsi kedua. Sukses Toy Story sebagai karya sinema yang tak kalah dari pendahulunya membuktikan kalau anggapan sekuel tak mungkin sebaik film pendahulunya buat Pixar tak berlaku.
APA MOMEN TERBAIK PIXAR?
Saya bisa bilang bagian awal dari Up. Berkali-kali ditonton, adegan awal sepanjang 4,5 menit ini membuat saya menitikkan air mata. Coba tonton filmnya atau buktikan sendiri dengan menonton videonya di bawah.
Sambil mengenang film-film Pixar yang sudah Anda tonton, silakan lihat lagi video di bawah yang merangkum film-film Pixar dalam 3 menit lebih.


Sumber : 
http://www.terbaca.com/