Sabtu, 25 Mei 2013

Empat Sutradara Medan Garap Film “Bohong”


Empat sutradara film pendek Medan berkolaborasi menggarap satu film kompilasi berjudul “Omnibus Bohong”. Film garapan Andi Hutagalung (Media Identitas), Muhammad Taufik Pradana (Opique Pictures), Hendry Norman (Mata Sapi Production), dan Immanuel Ginting (Manu Projectpro) itu diperkenalkan dalam konferensi pers yang digelar di Rimba Kopi, Jl. H.M Joni, Medan, Senin (20/5) kemarin. “Omnibus Bohong” merupakan satu kesatuan dari empat film pendek yang digarap dalam waktu yang berbeda. Andi Hutagalung mengetengahkan film pendek berjudul “Kongkalikong”,  Taufik untuk film “Ego”, Hendry lewat film “Segiempat”, dan Manu di film “Kontradiksi”. Total durasi film sekitar 1,5 jam dengan rata-rata durasi 15 menit per film.
Menurut mereka, ide Omnibus Bohong berawal dari keinginan untuk mengangkat film independen Medan yang selama ini sudah bergerak, namun dirasa masih membutuhkan motivasi semangat untuk berkarya. “Tidak ada niatan untuk mencari untung melalui film ini, tapi hanya ingin berbagi dan belajar,” ujar Andi Hutagalung kepada wartawan. “Dan, yang tidak kalah penting ialah, supaya masyarakat Medan tahu bahwa ada lho film buatan anak Medan yang selama ini mungkin belum semua orang tahu,” 
Disinggung mengenai biaya produksi film, keempat sutradara yang sebelumnya sudah menelurkan sejumlah film pendek dan dokumenter itu mengatakan, biaya produksi masing-masing film pendek terbilang relatif kecil bila dibandingkan dengan film layar lebar. “Sangat kecil, masih jutaan. Karena di film ini kita memang tidak merekrut aktor dan aktris dengan bayaran tertentu. Bahkan, melalui film kita ingin melahirkan aktor dan aktris baru dari Medan,” sambung Andi.

Hendry menambahkan, semangat pembuatan film ini memang berangkat dari indie. “Jadi sangat berbeda dengan produksi film layar lebar. Untuk aktor memang tidak ada bayaran, tapi dari film ini, anak Medan kita ajak untuk berkreasi. Setidaknya bisa jadi media untuk portfolio jika memang ingin serius di film,” jelasnya.
Menurut mereka, penggarapan film seperti Omnibus Bohong diharapkan akan mampu memotivasi sineas film di Medan untuk terus berkarya walaupun tidak selalu memikirkan sisi komersil dulu. Namun, lebih kepada kreativitas. Memang, saat ini industri film Medan sendiri mulai menunjukkan perkembangan, ditandai dengan munculnya sineas-sineas muda yang sudah berani menunjukkan karyanya ke publik. Meski demikian, harus diakui perkembangan itu masih terkendala infrastruktur, fasilitas, dan teknik sinematografi.
“Wajar kalau buat film bagus itu biayanya besar, karena fasilitasnya juga mahal. Tapi, kita punya semangat, dengan fasilitas kamera yang harganya tidak lebih dari Rp 30 juta, kita mencoba memberanikan diri untuk buat film, yang pasti masih banyak kekurangan di sana-sini terutama dalam hal teknis. Tapi, inilah kreativitas yang kita buat,” kata Ridho dari Mataniari Production, yang juga hadir sebagai juru bicara kelima sutradara.
Ketika disinggung apakah ada rencana kelima sineas untuk menggarap film yang lebih besar agar gaung perfilman lokal lebih terangkat, diakui mereka bahwa hal itu sudah terpikirkan.

“Sudah pernah hal itu kita diskusikan. Kami melihat kendalanya masih di persoalan biaya produksi,” kata Ridho. Andi menimpali, pernah juga berencana menggalang dana seperti yang dilakukan sineas Sammaria Simanjuntak dengan film “Demi Ucok” yang melakukan penggalangan dana sistem “Co-Pro”—semua orang dapat menjadi co-produser hanya dengan berpartisipasi dana mulai dari Rp 10.000.
Menurut Andi, cara penggalangan dana seperti itu, juga tidak terlepas dari nama besar Sammaria yang sudah tidak asing lagi di industri perfilman Indonesia. Apalagi dia bergerak dari Jakarta yang kemungkinannya lebih besar. Berbeda dengan Medan yang belum semuanya mampu mengapresiasi karya sineas lokal. Saat ini, kata Andi, ia bersama teman-teman sutradara ingin lebih mengaktifkan kreativitas sineas lokal, sehingga nantinya muncul film-film yang bisa mengangkat nama sineas Medan. Setelah itu tercapai, bukan tidak mungkin cara yang sudah pernah dilakukan Sammaria, akan mudah dilakukan. “Nama besar Sammaria, menurut saya, sangat berpengaruh dengan Co-Pro itu,” katanya.
Dijadwalkan film “Omnibus Bohong” mulai diputar perdana (premier), Selasa (21/5) di Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Medan, mulai pukul 10.30 WIB. Penonton hanya membayar tiket Rp10.000 sebagai bentuk apresiasi. “Penjualan tiket yang terkumpul nanti akan digunakan untuk roadshow ke beberapa kota,” jelas Ridho. Roadshow juga akan dilakukan di kampus dan sekolah-sekolah.
Foto: Tonggo Simangunsong | Editor: Intan Larasati

sumber : http://indonesiakreatif.net/