Selasa, 01 Januari 2013

Sejarah Film Indonesia

Periode 1900 - 1942


Poster film Loetoeng Kasaroeng tahun 1926.
Era awal perfilman Indonesia ini diawali dengan berdirinya bioskop pertama di Indonesia pada 5 Desember 1900 di daerah Tanah Abang, Batavia dengan nama Gambar Idoep yang menayangkan berbagai film bisu.
Film pertama yang dibuat pertama kalinya di Indonesia adalah film bisu tahun 1926 yang berjudul Loetoeng Kasaroeng dan dibuat oleh sutradara Belanda G. Kruger dan L. Heuveldorp. Saat film ini dibuat dan dirilis, negara Indonesia belum ada dan masih merupakan Hindia Belanda, wilayah jajahan Kerajaan Belanda. Film ini dibuat dengan didukung oleh aktor lokal oleh Perusahaan Film Jawa NV di Bandung dan muncul pertama kalinya pada tanggal 31 Desember, 1926 di teater Elite and Majestic, Bandung.

Setelah sutradara Belanda memproduksi film lokal, berikutnya datang Wong bersaudara yang hijrah dari industri film Shanghai. Awalnya hanya Nelson Wong yang datang dan menyutradarai Lily van Java (1928) pada perusahaan South Sea Film Co. Kemudian kedua adiknya Joshua dan Otniel Wong menyusul dan mendirikan perusahaan Halimoen Film.

Sejak tahun 1931, pembuat film lokal mulai membuat film bicara. Percobaan pertama antara lain dilakukan oleh The Teng Chun dalam film perdananya Bunga Roos dari Tjikembang (1931) akan tetapi hasilnya amat buruk. Beberapa film yang lain pada saat itu antara lain film bicara pertama yang dibuat Halimoen Film yaitu Indonesie Malaise (1931).

Pada awal tahun 1934, Albert Balink, seorang wartawan Belanda yang tidak pernah terjun ke dunia film dan hanya mempelajari film lewat bacaan-bacaan, mengajak Wong Bersaudara untuk membuat film Pareh dan mendatangkan tokoh film dokumenter Belanda, Manus Franken, untuk membantu pembuatan film tersebut. Oleh karena latar belakang Franken yang sering membuat film dokumenter, maka banyak adegan dari film Pareh menampilkan keindahan alam Hindia Belanda. Film seperti ini rupanya tidak mempunyai daya tarik buat penonton film lokal karena dalam kesehariannya mereka sudah sering melihat gambar-gambar tersebut. Balink tidak menyerah dan kembali membuat perusahaan film ANIF (Gedung perusahaan film ANIF kini menjadi gedung PFN, terletak di kawasan Jatinegara) dengan dibantu oleh Wong bersaudara dan seorang wartawan pribumi yang bernama Saeroen. Akhirnya mereka memproduksi membuat film Terang Boelan (1934) yang berhasil menjadi film cerita lokal pertama yang mendapat sambutan yang luas dari kalangan penonton kelas bawah.

Periode 1942 - 1949

Pada masa ini, produksi film di Indonesia dijadikan sebagai alat propaganda politik Jepang. Pemutaran fil di bioskop hanya dibatasi untuk penampilan film -film propaganda Jepang dan film-film Indonesia yang sudah ada sebelumnya, ehingga bisa dikatakan bahwa era ini bisa disebut sebagai era surutnya prodkusi film nasional.

Pada 1942 saja, Nippon Eigha Sha, perusahaan film Jepang yang beroperasi di Indonesia, hanya dapat memproduksi 3 film yaitu Pulo Inten, Bunga Semboja dan 1001 Malam.

Lenyapnya usaha swasta di bidang film dan sedikitnya produksi yang dihasilkan oleh studio yang dipimpin oleh Jepang dengan sendirinya mempersempit ruang gerak dan kesempatan hidup para artis dan karyawan film dan pembentukan bintang-bintang baru hampir tidak ada. Namun mereka yang sudah dilahirkan sebagai artis tidaklah dapat begitu saja meninggalkan profesinya. Satu-satunya jalan keluar untuk dapat terus mengembangkan dan memelihara bakat serta mempertahankan hidup adalah naik panggung sandiwara. Beberapa rombongan sandiwara profesional dari zaman itu antara lain adalah Bintang Surabaya, Pancawarna dan Cahaya Timur di Pulau Jawa. Selain itu sebuah kumpulan sandiwara amatir Maya didirikan, dimana didalamnya bernaung beberapa seniman-seniwati terpelajar dibawah pimpinan Usmar Ismail yang kelak menjadi Bapak Perfilman Nasional.

Periode 1950 - 1962

Hari Film Nasional diperingati oleh insan perfilman Indonesia setiap tanggal 30 Maret karena pada tepatnya tanggal 30 Maret 1950 adalah hari pertama pengambilan gambar film Darah & Doa atau Long March of Siliwangi yang disutradarai oleh Usmar Ismail. Hal ini disebabkana karena film ini dinilai sebagai film lokal pertama yang bercirikan Indonesia. Selain itu film ini juga merupakan fil pertama yang benar-benar disutradarai oleh orang Indonesia asli dan juga diproduksi oleh perusahaan film milik orang Indonesia asli yang bernama Perfini (Perusahaan Film Nasional Indonesia) dimana Usmar Ismail tercatat juga sebagai pendirinya.

Selain itu pada tahun 1951 diresmikan pula Metropole, bioskop termegah dan terbesar pada saat itu. Pada masa ini jumlah bioskop meningkat pesat dan sebagian besar dimiliki oleh kalangan non pribumi. Pada tahun 1955 terbentuklah Persatuan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia dan Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia (GAPEBI) yang akhirnya melebur menjadi Gabungan Bioskop Seluruh Indonesia (GABSI).

Pada masa itu selain PFN yang dimiliki oleh negara, terdapat dua perusahaan perfilman terbesar di Indonesia, yaitu Perfini dan Persari (dipimpin oleh Djamaluddin Malik.

Periode 1962 - 1965

Era ini ditandai dengan beberapa kejadian penting terutama menyangkut aspek politis, seperti aksi pengganyangan film-film yang disinyalir sebagai film yang menjadi agen imperialisme Amerika Serikat, pemboikotan, pencopotan reklame, hingga pembakaran gedung bioskop. Saat itu Jumlah bioskop mengalami penurunan sangat drastis akibat gejolak politik. Jika pada tahun 1964 terdapat 700 bioskop, pada tahun berikutnya, yakni tahun 1965 hanya tinggal tersisa 350 bioskop.

Periode 1965 - 1970

Era ini dipengaruhi oleh gejolak politik yang diakibatkan oleh peristiwa G30S PKI yang membuat pengusaha bioskop mengalami dilema karena mekanisme peredaran film rusak akibat adanya gerakan anti imperialisme, sedangkan produksi film nasional masih sedikit sehingga pasokan untuk bioskop tidak mencukupi. Saat itu inflasi yang sangat tinggi melumpuhkan industri film. Kesulitan ini ditambah dengan kebijakan pemerintah mengadakan sanering pada tahun 1966 yang menyebabkan inflasi besar-besaran dan melumpuhkan daya beli masyarakat. Pada akhir era ini perfilman Indonesia cukup terbantu dengan membanjirnya film impor sehingga turut memulihkan bisnis perbioskopan dan juga meningkatkan animo masyarakat untuk menonton yang pada akhirnya meningkatkan jumlah penonton.

Periode 1970 - 1991

Pada masa ini teknologi pembuatan film dan era perbioskopan mengalami kemajuan, meski di satu sisi juga mengalami persaingan dengan televisi (TVRI). Pada tahun 1978 didirikan Sinepleks Jakarta Theater oleh pengusaha Indonesia, Sudwikatmono menyusul dibangunnya Studio 21 pada tahun 1987. Akibat munculnya raksasa bioskop bermodal besar itu mengakibatkan terjadinya monopoli dan berimplikasi terhadap timbulnya krisis bagi bioskop - bioskop kecil dikarenakan jumlah penonton diserap secara besar-besaran oleh bioskop besar. Pada masa ini juga muncul fenomena pembajakan video tape.

Periode 1991 - 1998

Di periode ini perfilman Indonesia bisa dikatakan mengalami mati suri dan hanya mampu memproduksi 2-3 film tiap tahun. Selain itu film-film Indonesia didominasi oleh film-film bertema seks yang meresahkan masyarakat. Kematian industri film ini juga ditunjang pesatnya perkembangan televisi swasta, serta munculnya teknologi VCD, LD dan DVD yang menjadi pesaing baru.

Bertepatan dengan era ini lahir pula UU No 8 Tahun 1992 tentang Perfilman yang mengatur peniadaan kewajiban izin produksi yang turut menyumbang surutnya produksi film. Kewajiban yang masih harus dilakukan hanyalah pendaftaran produksi yang bahkan prosesnya bisa dilakukan melalui surat-menyurat. Bahkan sejak Departemen Penerangan dibubarkan, nyaris tak ada lagi otoritas yang mengurusi dan bertanggungjawab terhadap proses produksi film nasional. Dampaknya ternyata kurang menguntungkan sehingga para pembuat film tidak lagi mendaftarkan filmnya sebelum mereka berproduksi sehingga mempersulit untuk memperoleh data produksi film Indonesia - baik yang utama maupun indie - secara akurat.

Pada era ini muncul juga buku mengenai perfilman Indonesia yaitu 'Layar Perak: 90 Tahun Bioskop di Indonesia yang terbit pada tahun 1992 dan mengupas tahapan perfilman Indonesia hanya sampai periode 1991.

Periode 1998 - sekarang

Era ini dianggap sebagai era kebangkitan perfilman nasional. Kebangkitan ini ditunjukkan dari kondisi perfilman Indonesia yang mengalami pertumbuhan jumlah produksi yang menggembirakan. Film pertama yang muncul di era ini adalah Cinta dalam Sepotong Roti karya Garin Nugroho. Setelah itu muncul Mira Lesmana dengan Petualangan Sherina dan Rudi Soedjarwo dengan Ada Apa dengan Cinta? (AADC) yang sukses di pasaran. Hingga saat ini jumlah produksi film Indonesia terus meningkat pesat meski masih didominasi oleh tema-tema film horor dan film remaja. Pada tahun 2005, hadir Blitzmegaplex di dua kota besar di Indonesia, Jakarta dan Bandung. Kehadiran bioskop dengan konsep baru ini mengakhiri dominasi Cineplex yang dimiliki oleh kelompok 21 yang selama bertahun-tahun mendominasi penayangan film.

sumber : http://id.wikipedia.org/

Perfilman Indonesia

Perfilman Indonesia memiliki sejarah yang panjang dan sempat menjadi raja di negara sendiri pada tahun 1980-an, ketika film Indonesia merajai bioskop-bioskop lokal. Film-film yang terkenal pada saat itu antara lain, Catatan si Boy, Blok M dan masih banyak film lain. Bintang-bintang muda yang terkenal pada saat itu antara lain Onky Alexander, Meriam Bellina, Lydia Kandou, Nike Ardilla, Paramitha Rusady, Desy Ratnasari.

Pada tahun-tahun itu acara Festival Film Indonesia masih diadakan tiap tahun untuk memberikan penghargaan kepada insan film Indonesia pada saat itu. Tetapi karena satu dan lain hal perfilman Indonesia semakin jeblok pada tahun 90-an yang membuat hampir semua film Indonesia berkutat dalam tema-tema yang khusus orang dewasa. Pada saat itu film Indonesia sudah tidak menjadi tuan rumah lagi di negara sendiri. Film-film dari Hollywood dan Hong Kong telah merebut posisi tersebut.

Hal tersebut berlangsung sampai pada awal abad baru, muncul film Petualangan Sherina yang diperankan oleh Sherina Munaf, penyanyi cilik penuh bakat Indonesia. Film ini sebenarnya adalah film musikal yang diperuntukkan kepada anak-anak. Riri Riza dan Mira Lesmana yang berada di belakang layar berhasil membuat film ini menjadi tonggak kebangkitan kembali perfilman Indonesia. Antrian panjang di bioskop selama sebulan lebih menandakan kesuksesan film secara komersil.

Setelah itu muncul film film lain yang lain dengan segmen yang berbeda-beda yang juga sukses secara komersil, misalnya film Jelangkung yang merupakan tonggak tren film horor remaja yang juga bertengger di bioskop di Indonesia untuk waktu yang cukup lama. Selain itu masih ada film Ada Apa dengan Cinta? yang mengorbitkan sosok Dian Sastrowardoyo dan Nicholas Saputra ke kancah perfilman yang merupakan film romance remaja. Sejak saat itu berbagai film dengan tema serupa yang dengan film Petualangan Sherina (film oleh Joshua, Tina Toon), yang mirip dengan Jelangkung (Di Sini Ada Setan, Tusuk Jelangkung), dan juga romance remaja seperti Biarkan Bintang Menari, Eiffel I'm in Love. Ada juga beberapa film dengan tema yang agak berbeda seperti Arisan! oleh Nia Dinata.

Selain film-film komersil itu juga ada banyak film film nonkomersil yang berhasil memenangkan penghargaan di mana-mana yang berjudul Pasir Berbisik yang menampilkan Dian Sastrowardoyo dengan Christine Hakim dan Didi Petet. Selain dari itu ada juga film yang dimainkan oleh Christine Hakim seperti Daun di Atas Bantal yang menceritakan tentang kehidupan anak jalanan. Tersebut juga film-film Garin Nugroho yang lainnya, seperti Aku Ingin Menciummu Sekali Saja, juga ada film Marsinah yang penuh kontroversi karena diangkat dari kisah nyata. Selain itu juga ada film film seperti Beth, Novel tanpa huruf R, Kwaliteit 2 yang turut serta meramaikan kembali kebangkitan film Indonesia. Festival Film Indonesia juga kembali diadakan pada tahun 2004 setelah vakum selama 12 tahun.

Saat ini dapat dikatakan dunia perfilman Indonesia tengah menggeliat bangun. Masyarakat Indonesia mulai mengganggap film Indonesia sebagai sebuah pilihan di samping film-film Hollywood. Walaupun variasi genre filmnya masih sangat terbatas, tetapi arah menuju ke sana telah terlihat.


sumber : http://id.wikipedia.org/

Workshop Film FFI di Santika Premiere Medan

MEDAN-Santika Premiere Dyandra Hotel & Convention mendukung program pemerintah yakni “Aku Cinta Film Indonesia” dimana Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menggelar workshop dan pemutaran film dengan menghadirkan sineas muda Indonesia.

Acara yang berlangsung pada 18 Desember 2012 ini mendapat sambutan hangat dari para undangan yang berprofesi sebagai sutradara dan produser film.

Public Relation Manager, Gledy Simanjuntak mengatakan pihak Santika Premiere Dyandra sangat antuasias sewaktu pihak Indonesia Kreatif yang ditunjuk Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menyambangi Santika Premiere Dyandra untuk mengadakan acara workshop dan pemutaran film.

“Santika Premiere Dyandra ingin berpartisipasi dengan meningkatkan event-event anak muda seperti ini di Ulos Café, sehingga masyarakat kota Medan bisa lebih tergerak membuat karya yang berkualitas”, ujar Gledy.

Workshop dan pemutaran film ini berkonsentrasi pada film nominator piala Citra FFI besuutan Sammaria Simanjuntak. Acara yang dihadiri puluhan peserta itu turut menghadirkan sutradara dan produser film Medan Rius Suhendra, sineas lokal dari Tofique Picture dan pengamat film Medan dr. Daniel.

Film berjudul “Demi Ucok” ini mendapat respon luar biasa dan mendapat 8 nominasi di FFI, antara lain Film Terbaik, Sutradara Terbaik, Penulis Cerita Asli Terbaik, Penulis Skenario Terbaik, Pengarah Artistik Terbaik, Penata Suara Terbaik, Pemeran Utama Wanita Terbaik, dan Pemeran Pendukung Wanita Terbaik yang akhirnya mendapat juara. Oleh majalah Tempo, film ini disebut sebagai salah satu film Indonesia terbaik tahun ini.

Selain berbicara banyak mengenai proses pembuatan film Demi Ucok, pada kesempatan yang sama juga diputar dua film pendek Sammaria berjudul “Emit” dan “Pengakuan Acun”. Keduanya telah mendapat pengakuan di ajang penghargaan film indie di Eropa. Juga diputar film pendek karya sineas lokal Opique Pictures berjudul “Gak Belok Lagi”.

Yang tidak kalah menarik ialah diskusi tentang film lokal Medan. Rius Suhendra, sutradara film “Golden Egg” bercerita bagaimana proses mendapatkan sponsor. Film berbahasa Hokkien itu juga mendapat respon yang luar biasa dari kalangan penikmat film lokal dengan penjualan keping DVD sebanyak 200.000. Keuntungan film juga cukup fantastis, mencapai Rp 400 juta.

Pengamat film Medan, dr. Daniel yang hadir sebagai narasumber dadakan mengatakan, sebenarnya ada banyak orang-orang kreatif di industri film lokal Medan. Sayangnya, para sineas masih sering terkendala dalam hal biaya produksi. Alhasil, banyak ide pembuatan film yang tidak terwujud.

Taufik Pasaribu dari Opique Pictures mengakui kendala itu. “Cara yang sering kami lakukan untuk mendapatkan dana ialah dengan bekerjasama dengan sejumlah pihak yang terlibat di film. Kami juga melakukan pemutaran film gaya layar tancap untuk mendapatkan kontribusi dari penonton.”

Sammaria menambahkan menganggap upaya mendatangi penonton seperti yang dilakukan Rius dan Taufik merupakan salah satu cara indie mengatasi biaya produksi yang besar. “Beda dengan produser film mainstream, sineas indie memang harus lebih agresif ke penonton,” katanya.

Tri Damayanto dari Indonesia Kreatif, selaku pelaksana event ini mengatakan, event ini dilakukan berkaitan dengan program Kemenparekra “Aku Cinta Film Indonesia” yang telah diluncurkan belum lama ini. “Film Indonesia itu bukan hanya film berbahasa Indonesia, bisa juga film berbahasa lokal dengan mengetengahkan kedekatan budaya lokal,” katanya. Film ini seperti ini, kata Tri, masih memiliki peluang besar untuk digarap para sineas Indonesia.

sumber : http://www.investor.co.id/

Film Terlaris Indonesia Tahun 70an



Ratapan Anak Tiri (1973)


Film yang dirilis pada tahun 1973 ini disutradarai oleh Sandy Suwardi Hassan. Film ini dibintangi antara lain oleh Faradilla Sandy dan Soekarno M. Noor.
SINOPSIS
Karena melanggar larangan dokter untuk hamil lagi, akhirnya isteri Yuwono meninggal saat mengandung anak ketiga. Yuwono lalu kimpoi dengan gadis bawahannya Ningsih ( Tanty Josepha). Harun (Bambang Irawan) teman sekantor Yuwono yang juga menaruh hati pada Ningsih, membalas dendam dengan memalsukan laporan keuangan Yuwono sehingga Yuwono masuk penjara. Harun juga memengaruhi kedudukan Ningsih sebagai ibu tiri, membuat Ningsih berbuat kejam terhadap kedua anak tirinya Netty (Dewi Rosaria Indah) dan Susy (Faradilla Sandy). Perlakuan kejam ibu tirinya membuat kedua anak itu kemudian meninggalkan rumah mencari ayahnya di tahanan. Sementara itu karena Yuwono terbukti tidak bersalah, akhirnya dibebaskan. Namun sesampai di rumah tidak menemui kedua anaknya. Yuwono berkeliling Jakarta mencari cari Netty dan Susy untuk akhirnya berjumpa

 (Cintaku di) Kampus Biru (1976)

Film drama percintaan Indonesia yang diproduksi pada tahun 1976 dan disutradarai oleh Ami Prijono ini dibintangi antara lain oleh Roy Marten, Rae Sita dan Yati Octavia. Lewat film inilah Roy Marten pertama kali naik daun.
SINOPSIS
Film ini berdasarkan novel dengan judul yang sama, karangan Ashadi Siregar. Versi layar lebar juga mengambil latar yang sama dengan novelnya, yaitu kampus Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta.
Walaupun tokoh utama film ini adalah Anton Rorimpandey, mahasiswa antropologi, namun ceritanya bukan sebatas kehidupan Anton tampan dan don juan, melainkan gambaran seorang mahasiswa yang berotak encer namun bukan kutu buku dan terisolasi di menara gading pemikiran. Intrik di kalangan mahasiswa, termasuk perebutan posisi ketua dewan mahasiswa untuk tingkat universitas atau ketua senat mahasiswa untuk lingkup fakultas, menjadi miniatur perpolitikan Indonesia. Dengan demikian, menjadi relevan jika Anton mengidentifikasikan diri dan mengidolakan sosok berambut gondrong Che Guevara, pemimpin gerilya di Bolivia tahun 1965, serta sebelumnya memimpin Revolusi Kuba tahun 1956-1959

☺ Kugapai Cintamu (1977)

Film yang disutradari Wim Umboh ini adalah dari novel dengan judul sama, yang merupakan trilogi dengan "Cintaku di Kampus Biru" dan "Terminal Cinta Terakhir".
SINOPSIS
Widuri (Lenny Marlina) adalah tipologi gadis desa Jawa yang tak berani mengutarakan cintanya dan pasrah. Irawati (Jenny Rachman), gadis manja dan agresif, yang dituruti semua kemauannya oleh orangtuanya yang pengusaha, karena sudah diramal tak berumur panjang. Dua-duanya mencintai Tody (Cok Simbara), tokoh mahasiswa yang peragu dalam cinta hingga sering berkonsultasi dengan sahabatnya, Anton (Roy Marten), mahasiswa psikologi. Widuri yang mencinta dalam diam, kalah dengan Irawati. Meski demikian, Irawati seolah belum puas. Saat Tody ber-KKN ke desa Widuri, Irawati mengerjai Widuri. Widuri diperkosa kawan-kawan berandalan Irawati, hingga hamil dan pulang ke desa. Tody, yang mendapat surat dari orangtuanya bahwa tak sanggup membiayai sekolahnya lagi, lalu bekerja pada orangtua Irawati. Saat menolong teman yang butuh duit dengan uang perusahaan dan gagal dikembalikan, Tody ditodong mengawini Irawati yang hamil akibat pergaulan bebasnya. Ia tak bisa mengelak, tapi lalu pergi bekerja di tempat lain. Irawati yang merengek, tak dihiraukan. Tody tetap mencintai Widuri. Ia menyusul Widuri ke desanya, mengajak kimpoi dan menyuruh cerai dengan suaminya yang bajingan.Widuri tak mau. Dalam keadaan kalap ia pulang dan mengalami kecelakaan, sementara Irawati juga meninggal saat melahirkan. Semuanya menggapai cinta

☺ Badai Pasti Berlalu (1977)

Film ini disutradarai oleh Teguh Karya pada tahun 1977 yang diangkat dari novel berjudul sama karangan Marga T, Badai Pasti Berlalu terbitan Maret 1974. Novel ini sempat pula dimuat di harian Kompas dari tanggal 5 Juni 1972 hingga 2 September 1972.
SINOPSIS
Film ini berkisah tentang Siska (Christine Hakim) yang patah hati karena tunangannya membatalkan perkimpoian mereka dan menikah dengan gadis lain. Siska yang kehilangan semangat hidup memutuskan keluar dari pekerjaannya dan hidup menyendiri. Leo, sahabat Jhonny, kakak Siska, mendekatinya untuk memenangkan taruhan dengan teman-temannya untuk menaklukkan Siska. Leo yang ’Don Yuan’ berhasil membangkitkan semangat hidup Siska yang sudah terlelap dalam apati dan beku bagaikan gunung es, namun ia sendiri benar-benar jatuh hati kepada gadis itu. Kesalahpahaman terjadi di antara mereka, menyebabkan mereka tidak bisa bersatu. Lalu, muncul pula Helmi, seniman pegawai niteclub, seorang pemuda yang lincah, perayu, dan licik. Badai demi badai yang hitam pekat melanda hati Siska

☺ Suci Sang Primadona (1977)
Film yang dirilis pada tahun 1977 ini disutradarai oleh Arifin C. Noer. Film ini dibintangi antara lain oleh Joice Erna, Rano Karno dan Sukarno M. Noor.
SINOPSIS
Suci (Joice Erna) nampak dibuat-buat perilakunya bila berhadapan dengan Oom Kapten (Sukarno M. Noor), pak Dawud (Alam Surawidjaja) dan tuan Condro (Awaluddin). Tiga lelaki inilah tempat Suci, Sang primadona panggung teater rakyat meraih impian tentang kekayaan. Bila berhadapan dengan Eros (Rano Karno) pemuda yang lari dari tekanan orangtuanya, Suci berperilaku wajar, pribadinya menjadi utuh. Namun, hubungan kedua manusia ini menimbulkan impian lain bagi Suci, karena cinta yang tak mungkin dapat diraihnya


Sekian dari ane semoga bermanfaat :)

sumber : http://www.sch-share.com/

Adegan Film Tahun 70-an

Adegan-adegan yang biasanya ada dalam film-film Indonesia tahun 1970-an dan 1980-an:
1. Makan bersama keluarga. Entah maksudnya apa, pamer apa yang dimasak sama pembantu rumah tangganya, atau pamer peralatan dapur. Dan biasanya minumannya selalu jus jeruk.
2. Cinta yang tidak disetujui orang tua. Entah sudah berapa judul film Rano Karno yang temanya beginian.
3. Ayah yang selalu berbaju safari. Biasanya warnanya coklat muda, dengan 2 bolpen di kantongnya, membawa koper, dan biasanya ke kantor.
4. Polisi yang selalu datang terlambat. Seperti biasa, polisi selalu terlambat untuk menangangi masalah dalam film Indonesia, dengan kalimat yang kaku dan khas: "Ini memang buronan yang sedang kami cari, Pak!"
5. Adegan pub/bar/nightclub. Scene ini biasanya lampu remang-remang warna kemerahan, diiringi musik-musik kaya' ABBA, Beegees, Kool and The Gang. Lalu minuman diberi obat perangsang.

6. Masuk Rumah Sakit. Biasanya karena penyakit yang baru disadari sudah stadium 2 atau 3, karena mengidap kanker, leukimia, atau jantungnya kambuh. Sangat jarang penyakitnya bengek, korengan, atau diare. Dokternya biasanya berkumis, badan agak gemuk, kacamata baca model Malcolm X, stetoskop menggantung di leher, dan biasanya ngomong : "Bapak dan Ibu tidak usah khawatir, kami akan berusaha semampu kami."
7. Adegan lari-larian di taman atau di pinggir laut sambil ketawa-ketawa kecil "hahaha...hahaha..." trus yang cewek menjatuhkan diri. Maksudnya romantis, tapi kok malah jadi lucu. Trus saat adegan ciuman, diganti (disensor) dengan deburan ombak atau bunga mawar.
8. Mau diperkosa trus nggak jadi karena jagoannya datang. Entah dari mana, tiba-tiba berantem aja sama yang mau memperkosa.
9. Tokoh kyai/orang sakti/pemuda yang alim. Biasanya untuk ngusir setan kaya kuntilanak, arwah penasaran dan lain-lain. Banyak ditemui di film-film horor Indonesia dan biasanya selalu menang.
10. Di setiap ending film pasti disertai dengan tulisan: SEKIAN, TAMAT, SELESAI, dan lain-lain dengan warna-warna yang cerah.
11. Kalau cowok pergi ngapel ke rumah camer biasanya bawa oleh-oleh kue tart yang norak-norak (zaman segitu belum ada black forest, sih!)
12. Kalau kuliah naik motor and berambut gondrong.
13. Cewek kalau dijemput cowoknya pakai mobil, pintunya dibukain.
14. Adegan buang puntung rokok, terus dimatiin pake kaki. Mungkin biar sepatu boot/kulitnya keliatan.
15. Kalau perpisahan bikin acara disko sendiri di rumah.
16. Terjadinya ML gak sengaja, gara-gara kehujanan atau pada saat hujan.
17. Kalau mau ketemu cewek, si cowok sisiran dulu. Rambut gondrong, diminyakin dan sisirnya ditaruh di saku belakang. Sisirnya nongol sedikit.
18. Nama peran utamanya kalau cowok selalu JOHAN, HENDRA, ANTON.
19. Kalau naik motor nggak pake helm.
20. Cewenya kalau habis dimarahin sama bokapnya, biasanya langsung lari ke kamar terus nangis tersedu-sedu di ranjang (biasanya film-film Oma Irama).
21. Suka ada iklan tersembunyi, biasanya rokok.
22. Kalau pemeran utama cowoknya ceritanya udah jadi tua, tinggal ditambahin kumis doang.
23. Kalau film silat, gadis desanya senang nyuci di kali pakai kemben, bawa bakul, kainnya cuma 2 biji. Pas lagi nyuci, datang penjahat dan langsung tuh penjahat pengen perkaos. (perkosa--red).
24. Kalau film perang, kapten Belanda biasanya orang Indonesia pake wig pirang, serdadunya senang jalan-jalan keliling kampung, pas liat cewek lagi nyuci di kali, pengen perkaos juga.
25. Biasanya kisah sedihnya beruntun. Misalnya: anak sakit, nggak punya uang, mau beli obat, hujan deras, eh si emak ketabrak mobil lagi... (kalo di sinetron "Janjiku" si emak - Paramita Rusadi - udah ketabrak mo diperkosa ama yg nabrak lagi!!)
26. Cewek diperkosa di dalem kamar di atas tempat tidur. Cewe yang diperkosa bilang: "tidak...jangan...tidak..." Terus yang merkosa bilang: "teriaklah sekuat-kuatnya, tidak akan ada yang mendengarkanmu..."
27. Anak SMA pake seragam yang lengennya dilinting, nggak cewe ngga cowo, celananya baggy, atau yang pipanya nyempit di bawah.
28. Rambut cewek belahannya di samping.
29. Vokal untuk theme song suaranya lirih dan mendesah desah.
30. Kalau ada yang mau mati, pasti ninggalin pesen duluan, baru mati.
31. Suara cewe kalo lagi marah pasti jadi gembret. (btw, gembret apaan sih? --red)
32. Zainal Abidin kebanyakan jadi tokoh Bapak.
33. Kalau di film anak-anak, biasanya ibu atau bapaknya meninggal. Si anak tinggal sama ibu tiri atau bibinya, dijadiin pembokat, dimarahin. Si anak kabur ke kota, jadi gelandangan. Biasanya dipungut orang kaya, trus jadi penyanyi cilik terkenal. Biar rada dramatis sering tuh anak ditabrak mobil.
34. Kalau ceweknya mau diculik, biasanya jalannya di tempat sepi yang nggak ada orang/mobil lewat.
35. Kalau film eksyen, adegan berantem di jalan ramai dilanjutkan dengan kejar-kejaran. Dari kota tiba-tiba pindah ke tengah sawah!
36. Kalau adegan daerah pelacuran, biasanya di pinggir sungai, ada becak sama warung jualan bir. Terus ada adegan WTS godain orang lewat. Kadang-kadang ada bencongnya juga.
37. Adegan batuk-batuk. Habis itu keluar darah...dilap tissu....dijamin abis itu pasti mati.
38. Dono Warkop selalu kebagian cewek-cewek seksi.
39. Cerita SMA biasanya sering ada murid baru, biasanya cewek. Sering ada adegan cowok godain cewek pake lemparan gulungan kertas atau kapur. Surat cintanya biasanya nyasar ke temen cewek yang gendut atau ibu guru.
40. Kalau jajan di kantin biasanya makan bakso, duduk di bangku panjang kayak di warteg.
41. Kalau lulus-lulusan biasanya kemping ke gunung, di bis nyanyi-nyanyi kayak anak TK.
42. Kalau bikin geng biasanya ada yang gendut, bencong, atau kurus.
43. Jagoan SMA biasanya ketua OSIS, kalau sekolah bawa tas kecil yang ditaruh di bahu, bukunya kadang cuma satu biji, lusuh lagi.
44. Hantu-hantu di film horor:
- Biasanya yang jadi korban duluan adalah orang yang lagi ronda.
- Kuntilanaknya sering jajan sate.
- Dedemitnya mula-mula cakep, pas ML berubah jadi buaya atau ular.
- Hantu cewek biasanya korban perkosaan yang balas dendam.

sumber : kapanlagi.com