Senin, 30 Januari 2012

4th ASEANpreneurs Idea Canvas - The Mobile School



Fenomena anak jalanan merupakan salah satu persoalan klasik yang banyak dihadapi oleh berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Sosial, saat ini terdapat 230 ribu anak jalanan yang tersebar di beberapa wilayah Indonesia, khususnya di kota-kota besar, seperti Medan.

Kemiskinan merupakan faktor utama penyebab dari masalah ini. Dikarenakan banyaknya orang tua yang tidak mampu membiayai hidup keluarganya secara material, sehingga anak-anak yang harusnya duduk di bangku sekolah ataupun bermain dituntut untuk turun kejalanan dan membantu orang tua mencari nafkah.

Selain itu, terdapat juga faktor psikologis  dalam diri anak seperti pengaruh pergaulan lingkungan atau kurangnya perhatian dan kasih sayang dari keluarga yang memang tidak harmonis lagi, yang semakin memperbesar jumlah anak jalanan. Untuk mempertahankan hidupnya, mereka mengerjakan berbagai pekerjaan informal, seperti menjual koran, menyemir sepatu, mengamen, memulung.
 
Dan tidak hanya itu, kondisi kehidupan dunia jalanan yang keras dan kejam tak jarang menggiring mereka terjebak ke dalam tindak kriminalitas. Dengan menempatkan mereka sebagai subjek seperti mencopet dan merampok, atau sebagai objek seperti korban eksploitasi.

Konvensi Hak-Hak Anak (On The Rights Of The Child) sebagai hasil sidang Majelis Umum PBB yang telah ditandatani Pemerintah Republik Indonesia pada 26 Januari 1990, seharusnya menjadi acuan dan tujuan untuk memperjuangkan hak-hak hidup anak jalanan.

Terutama hak mereka untuk memperoleh pendidikan yang layak sebagai bagian tak terpisahkan dari generasi muda penerus bangsa.

Karena hanya dengan  pendidikan mereka dapat menjadi manusia yang bermoral, berwawasan, berketerampilan, percaya diri, dan memiliki harapan hidup yang lebih baik ke depan. Program solusi ini bernama Mobile School. Yakni sebuah program pendidikan alternatif gratis dengan konsep sekolah informal yang bergerak.

Dimana sekolah ini langsung mendatangi dan mengadakan proses belajar-mengajar di daerah-daerah hunian atau tempat yang merupakan basis kegiatan sehari-hari anak jalanan yang menjadi muridnya.

Untuk itu, dalam pelaksanaannya sekolah ini menggunakan mobil sebagai sarana utamanya. Mobil yang akan dipakai tersebut dilengkapi dengan buku-buku, peralatan belajar-mengajar, serta alat-alat pendukung lainnya, termasuk gurunya. 

Dalam hal sistem pendidikan, Mobile School mengutamakan pendidikan yang berbasis pada skill, keterampilan, pembangunan karakter, dan pengembangan jiwa wirausaha muridnya. Sistem ini membuat anak jalanan tidak sekedar memiliki pengetahuan teoritis saja, tapi juga kemampuan dan keahlian secara praktek dalam bidang-bidang wirausaha tertentu, seperti membuat prakarya atau kerajinan tangan yang menarik dan bernilai ekonomis.

Melalui kemampuan dan skill yang dimiliki tersebut diharapkan mereka akan dapat mencari nafkah dengan cara yang lebih baik dan memperoleh penghasilan yang lebih besar untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka dan mudah-mudahan untuk masa depan yang lebih cerah
 
Kita tidak bisa mengajari orang apapun
Kita hanya bisa membantu mereka menemukannya di dalam diri mereka
(Galileo Galilei)
We can not teach people anything
We can only help them discover it within themselves


opique pictures
mengudara dalam sebuah kamar penuh inspirasi
tepat pukul 02.59wib

Sabtu, 21 Januari 2012

silahkan pilih karaktermu dalam film "Marjinal"

 
 


opique pictures pada bulan februari ini akan merilis sebuah film marjinan, dimana film ini akan mengangkat sebuah kisah sosial orang-orang yang selama ini kita pandang sebelah mata. namun dalan film sosial bertajuk orang-orang pinggiran ini lebih meningkatkan human interest dengan dibumbui oleh konflik dalam persahabatan, cinta, keluarga dan proses bertahan hidup.

sinopsi :

Jaya, Kulog, Gugun dan Fuad merupakan sekelompok  pengamen yang mengais rezeki dengan mengandalkan suara mereka. hanya saja kulog yang tidak memiliki kedua orang tuanya menjadi beban tuk membiayai pendidikan adik tersayangnya, hanya saja kulog tidak mampu membayar uang sekolah hingga akhirnya kulog memutuskan menjual narkoba tuk menggapai cita-cita adiknya. Namun sayangnya kulog mengorbankan temannya sendiri yaitu Jaya. dan Jaya menjadi pencadu berat akibat ulah sahabat seperjuangannya sendiri untung saja kehadiran Sofy dengan cintanya dapat melunturkan pengaruh obat yang terus menggerogoti tubuh Jaya. Dikarenakan ulahnya itu kulog menekam dalam jeruji besi. Di lain sisi Jaya yang telah dipertemukan dengan ayahnya yang bagai ditelan bumi walau sedikit kenal namun hal itu dapat memajukan perekonomian keluarga Jaya dan membuat Jaya dapat bekerja tanpa memiliki ijazah. Keberuntungan juga menyertai Gugun dan Fuad mereka mendapatkan pekerjaan yang layak pula. Di akhir cerita kulog bebas dari tahanan dengan berat hati dan bujukan Jaya hingga akhirnya Gugun, fuad, Jaya dan ditemani Sofy menjemput Kulog di lembaga pemasyarakatan.
terdiri dari 5 pemeran utama dan sisa lainnya adalah figuran. diatantaranta adalah :

JAYA : memiliki karakter yang sangat gampang terpengaruh dengan keadaan sekitarnya dan berfikir panjang dalam menanggapi sesuatu hal.
GUGUN : berkarakter sebagai orang yang pemikir, kritis, peduli dengan keadaan disekitarnya, selalu suka memberi nasehat dan juga suka menjadi inspirator dalam keadaannya yang susah, dan dia juga selalu ceria serta dia paling lucu suka blak-blakan.
KULOG : berkarakter seorang laki-laki yang penyayang dan menjadi tulang punggung keluargannya, segala sesuatu akan dilakukannya demi prestasi dan cita-cita pada adik tercitanya, namun sedikit keras orangnya.
FUAD : yang sedikit belo’on dan juga selalu yakin pada dirinya sendiri walaupun  sebenarnya dia dalam keadaan salah.
SOFY : seorang gadis yang sangat solehah dan juga penyayang menunjukkan seorang yang keibuan.

sedangkan figuran :
Imah : adiknya kulog yang berkarakter lemah gemulai dan nurut terhadap abangnnya.
Ibu Jaya : penyayang, lembut, dan pemaaf.
Ayah Jaya : Tegas, Berwibawa.
2 Pemuda : preman.
1 penjaga malam.
1 penjambret
Ayah Sofy : berwibawa, sedikit sombong
2 Polisi.
1 nenek pengemis

adapun beberapa visi misi kami yang apabila memeliki kesamaan diantara kita maka akan lebih baik, berikut pemapatannya :
visi
- Membangkitkan komunitas film indie dan bibit baru agar bergenerasi kreatif di bidang perfilman.
- Menjalin silaturahmi dengan komunitas film indie dan menjadikan sebuah farum keakraban.
- Mengerjakan project secara bersama-sama dengan penuh tanggung jawab.
- Mengadaan alat produksi dengan usaha bersama dan menjadi milik bersama.
- Mengenalkan komunitas opique picture’s dari daerah, nasional bahkan dunia.
- Meningkatkan kualitas film agar dapat bersaing dengan komunitas lain tuk berkarya
- Eksis di festival film dalam dan luar negeri
- Open reqrutment
- Memperbaiki dan meningkatkan citra diri rumah tangga secara menyeluruh
- Menciptakan opique picture’s sebagai kumpulan muda mudi kreatif dan imajinatif dalam berkarya
- Saling menjaga nama baik dimanapun dan kapanpun.
- Kesopanan, etika dan atitud tetap di jaga
- Opique picture’s berusaha menampilakan keprofesionalan
- Saling keterbukaan dan saling mengingati apabila ada salah dalam komunitas
- Membuat opique pictures menjadi kiblat film indie indonesia bahkan dunia.
misi
- Mengadakan rumah singgah dan rumah produksi sebagai wadah berkumpul dan berbagi
- Membuat film berstandar layar lebar yang dapat dinikmati seluruh orang di dunia. 
 
kami tidak menjanjikan akan hasil berupa materi tapi akan memberikan selayaknya keluarga yang saling melengkapi, dan apabila berkenan kami tidak menutup kemungkinan mengisi kekosongan pada team produksi apabila berkenan.
 
jika ada karakter yang pas atau ada keinginan mengolah bakat yang terpendalam selama ini maka dapat menghubungi :
M Ridho Pratama selaku sutradara dalam film ini di : 082570995507, atau
M Taufik Pradana selaku humas dalam Komunitas ini di : 083197250111

pendaftaran ini ditutup hingga akhir januari ini.
terimakasih.





Rabu, 18 Januari 2012

Haruskah Restu Orang Tua diperlukan?

25 tahun yang lalu,
Inikah nasib? Terlahir sebagai menantu bukan pilihan.
Tapi aku dan Kania harus tetap menikah. Itu sebabnya
kami ada di Kantor Catatan Sipil. Wali kami pun wali
hakim. Dalam tiga puluh menit, prosesi pernikahan kami
selesai. Tanpa sungkem dan tabur melati atau hidangan
istimewa dan salam sejahtera dari kerabat. Tapi aku
masih sangat bersyukur karena Lukman dan Naila mau
hadir menjadi saksi. Umurku sudah menginjak seperempat
abad dan Kania di bawahku. Cita-cita kami sederhana,
ingin hidup bahagia.
22 tahun yang lalu,
pekerjaanku tidak begitu elit, tapi cukup untuk biaya
makan keluargaku. Ya, keluargaku. Karena sekarang aku
sudah punya momongan. Seorang putri, kunamai ia
Kamila. Aku berharap ia bisa menjadi perempuan
sempurna, maksudku kaya akan budi baik hingga dia
tampak sempurna. Kulitnya masih merah, mungkin karena
ia baru berumur seminggu. Sayang, dia tak dijenguk
kakek-neneknya dan aku merasa prihatin. Aku harus bisa
terima nasib kembali, orangtuaku dan orangtua Kania
tak mau menerima kami. Ya sudahlah. Aku tak berhak
untuk memaksa dan aku tidak membenci mereka. Aku hanya
yakin, suatu saat nanti, mereka pasti akan berubah.
19 tahun yang lalu,
Kamilaku gesit dan lincah. Dia sekarang sedang senang
berlari-lari, melompat-lompat atau meloncat dari meja
ke kursi lalu dari kursi ke lantai kemudian berteriak
“Horeee, Iya bisa terbang”. Begitulah dia memanggil
namanya sendiri, Iya. Kembang senyumnya selalu merekah
seperti mawar di pot halaman rumah. Dan Kania tak
jarang berteriak, “Iya sayaaang,” jika sudah terdengar
suara “Prang”. Itu artinya, ada yang pecah, bisa vas
bunga, gelas, piring, atau meja kaca. Terakhir cermin
rias ibunya yang pecah. Waktu dia melompat dari tempat
tidur ke lantai, boneka kayu yang dipegangnya
terpental. Dan dia cuma bilang “Kenapa semua kaca di
rumah ini selalu pecah, Ma?”
18 tahun yang lalu,
Hari ini Kamila ulang tahun. Aku sengaja pulang lebih
awal dari pekerjaanku agar bisa membeli hadiah dulu.
Kemarin lalu dia merengek minta dibelikan bola. Kania
tak membelikannya karena tak mau anaknya jadi tomboy
apalagi jadi pemain bola seperti yang sering
diucapkannya. “Nanti kalau sudah besar, Iya mau jadi
pemain bola!” tapi aku tidak suka dia menangis terus
minta bola, makanya kubelikan ia sebuah bola. Paling
tidak aku bisa punya lawan main setiap sabtu sore. Dan
seperti yang sudah kuduga, dia bersorak kegirangan
waktu kutunjukkan bola itu. “Horee, Iya jadi pemain
bola.”
17 Tahun yang lalu
Iya, Iya. Bapak kan sudah bilang jangan main bola di
jalan. Mainnya di rumah aja. Coba kalau ia nurut,
Bapak kan tidak akan seperti ini. Aku tidak tahu
bagaimana Kania bisa tidak tahu Iya menyembunyikan
bola di tas sekolahnya. Yang aku tahu, hari itu hari
sabtu dan aku akan menjemputnyanya dari sekolah.
Kulihat anakku sedang asyik menendang bola sepanjang
jalan pulang dari sekolah dan ia semakin ketengah
jalan. Aku berlari menghampirinya, rasa khawatirku
mengalahkan kehati-hatianku dan “Iyaaaa”. Sebuah truk
pasir telak menghantam tubuhku, lindasan ban besarnya
berhenti di atas dua kakiku. Waktu aku sadar, dua
kakiku sudah diamputasi. Ya Tuhan, bagaimana ini.
Bayang-bayang kelam menyelimuti pikiranku, tanpa kaki,
bagaimana aku bekerja sementara pekerjaanku mengantar
barang dari perusahaan ke rumah konsumen. Kulihat
Kania menangis sedih, bibir cuma berkata “Coba kalau
kamu tak belikan ia bola!”
15 tahun yang lalu,
Perekonomianku morat marit setelah kecelakaan. Uang
pesangon habis untuk ke rumah sakit dan uang tabungan
menguap jadi asap dapur. Kania mulai banyak mengeluh
dan Iya mulai banyak dibentak. Aku hanya bisa
membelainya. Dan bilang kalau Mamanya sedang sakit
kepala makanya cepat marah. Perabotan rumah yang bisa
dijual sudah habis. Dan aku tak bisa berkata apa-apa
waktu Kania hendak mencari ke luar negeri. Dia ingin
penghasilan yang lebih besar untuk mencukupi kebutuhan
Kamila. Diizinkan atau tidak diizinkan dia akan tetap
pergi. Begitu katanya. Dan akhirnya dia memang pergi
ke Malaysia.
13 tahun yang lalu,
Setahun sejak kepergian Kania, keuangan rumahku
sedikit membaik tapi itu hanya setahun. Setelah itu
tak terdengar kabar lagi. Aku harus mempersiapkan uang
untuk Kamila masuk SMP. Anakku memang pintar dia
loncat satu tahun di SD-nya. Dengan segala
keprihatinan kupaksakan agar Kamila bisa melanjutkan
sekolah. aku bekerja serabutan, mengerjakan pekerjaan
yang bisa kukerjakan dengan dua tanganku. Aku miris,
menghadapi kenyataan. Menyaksikan anakku yang tumbuh
remaja dan aku tahu dia ingin menikmati dunianya. Tapi
keadaanku mengurungnya dalam segala kekurangan. Tapi
aku harus kuat. Aku harus tabah untuk mengajari Kamila
hidup tegar.
10 tahun yang lalu,
Aku sedih, semua tetangga sering mengejek kecacatanku.
Dan Kamila hanya sanggup berlari ke dalam rumah lalu
sembunyi di dalam kamar. Dia sering jadi bulan-bulanan
hinaan teman sebayanya. Anakku cantik, seperti ibunya.
“Biar cantik kalo kere ya kelaut aje.” Mungkin itu
kata-kata yang sering kudengar. Tapi anakku memang
sabar dia tidak marah walau tak urung menangis juga.
“Sabar ya, Nak!” hiburku.
“Pak, Iya pake jilbab aja ya, biar tidak diganggu!”
pintanya padaku. Dan aku menangis. Anakku maafkan
bapakmu, hanya itu suara yang sanggup kupendam dalam
hatiku. Sejak hari itu, anakku tak pernah lepas dari
kerudungnya. Dan aku bahagia. Anakku, ternyata kamu
sudah semakin dewasa. Dia selalu tersenyum padaku. Dia
tidak pernah menunjukkan kekecewaannya padaku karena
sekolahnya hanya terlambat di bangku SMP.
7 tahun yang lalu,
Aku merenung seharian. Ingatanku tentang Kania,
istriku, kembali menemui pikiranku. Sudah
bertahun-tahun tak kudengar kabarnya. Aku tak mungkin
bohong pada diriku sendiri, jika aku masih menyimpan
rindu untuknya. Dan itu pula yang membuat aku takut.
Semalam Kamila bilang dia ingin menjadi TKI ke
Malaysia. Sulit baginya mencari pekerjaan di sini yang
cuma lulusan SMP. Haruskah aku melepasnya karena
alasan ekonomi. Dia bilang aku sudah tua, tenagaku
mulai habis dan dia ingin agar aku beristirahat. Dia
berjanji akan rajin mengirimi aku uang dan menabung
untuk modal. Setelah itu dia akan pulang, menemaniku
kembali dan membuka usaha kecil-kecilan. Seperti
waktu lalu, kali ini pun aku tak kuasa untuk
menghalanginya. Aku hanya berdoa agar Kamilaku
baik-baik saja.
4 tahun lalu,
Kamila tak pernah telat mengirimi aku uang. Hampir
tiga tahun dia di sana. Dia bekerja sebagai seorang
pelayan di rumah seorang nyonya. Tapi Kamila tidak
suka dengan laki-laki yang disebutnya datuk. Matanya
tak pernah siratkan sinar baik. Dia juga dikenal suka
perempuan. Dan nyonya itu adalah istri mudanya yang
keempat. Dia bilang dia sudah ingin pulang. Karena
akhir-akhir ini dia sering diganggu. Lebaran tahun ini
dia akan berhenti bekerja. Itu yang kubaca dari
suratnya. Aku senang mengetahui itu dan selalu
menunggu hingga masa itu tiba. Kamila bilang, aku
jangan pernah lupa salat dan kalau kondisiku sedang
baik usahakan untuk salat tahajjud. Tak perlu
memaksakan untuk puasa sunnah yang pasti setiap bulan
Ramadhan aku harus berusaha sebisa mungkin untuk kuat
hingga beduk manghrib berbunyi. Kini anakku lebih
pandai menasihati daripada aku. Dan aku bangga.
3 tahun 6 bulan yang lalu,
Inikah badai? Aku mendapat surat dari kepolisian
pemerintahan Malaysia, kabarnya anakku ditahan. Dan
dia diancam hukuman mati, karena dia terbukti membunuh
suami majikannya. Sesak dadaku mendapat kabar ini. Aku
menangis, aku tak percaya. Kamilaku yang lemah lembut
tak mungkin membunuh. Lagipula kenapa dia harus
membunuh. Aku meminta bantuan hukum dari Indonesia
untuk menyelamatkan anakku dari maut. Hampir setahun
aku gelisah menunggu kasus anakku selesai. Tenaga
tuaku terkuras dan airmataku habis. Aku hanya bisa
memohon agar anakku tidak dihukum mati andai dia
memang bersalah.
2 tahun 6 bulan yang lalu,
Akhirnya putusan itu jatuh juga, anakku terbukti
bersalah. Dan dia harus menjalani hukuman gantung
sebagai balasannya. Aku tidak bisa apa-apa selain
menangis sejadinya. Andai aku tak izinkan dia pergi
apakah nasibnya tak akan seburuk ini? Andai aku tak
belikan ia bola apakah keadaanku pasti lebih baik? Aku
kini benar-benar sendiri. Wahai Allah kuatkan aku.
Atas permintaan anakku aku dijemput terbang ke
Malaysia. Anakku ingin aku ada di sisinya disaat
terakhirnya. Lihatlah, dia kurus sekali. Dua matanya
sembab dan bengkak. Ingin rasanya aku berlari tapi apa
daya kakiku tak ada. Aku masuk ke dalam ruangan
pertemuan itu, dia berhambur ke arahku, memelukku
erat, seakan tak ingin melepaskan aku.
Bapak, Iya Takut!” aku memeluknya lebih erat lagi.
Andai bisa ditukar, aku ingin menggantikannya.
“Kenapa, Ya, kenapa kamu membunuhnya sayang?”
“Lelaki tua itu ingin Iya tidur dengannya, Pak. Iya
tidak mau. Iya dipukulnya. Iya takut, Iya dorong dan
dia jatuh dari jendela kamar. Dan dia mati. Iya tidak
salah kan, Pak!” Aku perih mendengar itu. Aku iba
dengan nasib anakku. Masa mudanya hilang begitu saja.
Tapi aku bisa apa, istri keempat lelaki tua itu
menuntut agar anakku dihukum mati. Dia kaya dan lelaki
itu juga orang terhormat. Aku sudah berusaha untuk
memohon keringanan bagi anakku, tapi menemuiku pun ia
tidak mau. Sia-sia aku tinggal di Malaysia selama enam
bulan untuk memohon hukuman pada wanita itu.
2 tahun yang lalu,
Hari ini, anakku akan dihukum gantung. Dan wanita itu
akan hadir melihatnya. Aku mendengar dari petugas jika
dia sudah datang dan ada di belakangku. Tapi aku tak
ingin melihatnya. Aku melihat isyarat tangan dari
hakim di sana. Petugas itu membuka papan yang diinjak
anakku. Dan ‘blass” Kamilaku kini tergantung. Aku tak
bisa lagi menangis. Setelah yakin sudah mati, jenazah
anakku diturunkan mereka, aku mendengar langkah kaki
menuju jenazah anakku. Dia menyibak kain penutupnya
dan tersenyum sinis. Aku mendongakkan kepalaku, dan
dengan mataku yang samar oleh air mata aku melihat
garis wajah yang kukenal.
“Kania?”
“Mas Har, kau … !”
“Kau … kau bunuh anakmu sendiri, Kania!”
“Iya? Dia..dia . Iya?” serunya getir menunjuk jenazah
anakku.
“Ya, dia Iya kita. Iya yang ingin jadi pemain bola
jika sudah besar.”
Tidak … tidaaak … ” Kania berlari ke arah jenazah anakku.
Diguncang tubuh kaku itu sambil menjerit histeris.
Seorang petugas menghampiri Kania dan memberikan
secarik kertas yang tergenggam di tangannya waktu dia
diturunkan dari tiang gantungan. Bunyinya “Terima
kasih Mama.” Aku baru sadar, kalau dari dulu Kamila
sudah tahu wanita itu ibunya.
Setahun lalu,
Sejak saat itu istriku gila. Tapi apakah dia masih
istriku. Yang aku tahu, aku belum pernah
menceraikannya. Terakhir kudengar kabarnya dia mati
bunuh diri. Dia ingin dikuburkan di samping kuburan
anakku, Kamila. Kata pembantu yang mengantarkan
jenazahnya padaku, dia sering berteriak, “Iya
kali ini yang pecah adalah hatiku. Mungkin orang tua
kita memang benar, tak seharusnya kita menikah. Agar
tak ada kesengsaraan untuk Kamila anak kita. Benarkah
begitu Iya sayang?

sumber : http://blog.jagowisata.com/

Rabu, 11 Januari 2012

Medan Young Videographers !

Teks oleh Mustika T. Yuliandri @perempuanthicka | Foto oleh Shinko Siburian @shinkosiburian

Setelah fotografi menjadi tren dan sukses dicintai anak muda Medan, geliat hobi anak muda di kota kita ini sebagian beralih ke videografi. Dekat dengan fotografi membuat hobi satu ini semakin mudah menemukan pencintanya, terutama para penikmat foto yang ingin mencoba sesuatu yang baru.


Opique Pictures :
Mencoba Profesional Walaupun Masih Amatir
Terdiri dari beberapa anak muda yang memiliki hobi dan misi yang sama, terbentuklah Opique Pictures, sebuah komunitas yang menjadi wadah aspirasi dalam membuat film. Terbentuk pada 19 Januari 2008 hingga sekarang Opique Pictures telah menghasilkan puluhan film.

“Awalnya kami hanya iseng-iseng mendokumentasikan segala se-suatu di sekitar kami. Yah, pada mulanya hanya pakai kamera biasa yang dua mega pixel aja. Terus lama-lama, kami mikir, kenapa nggak kita jadikan film aja, kan seru tuh,” cerita Opik mengawali. Beranggotakan 13 orang anggota yang aktif, Opique Pictures mengaku kalau membuat film itu sebenarnya tidak memerlukan dana yang mahal. Terbukti dari film-film mereka yang kebanyakan tidak membutuhkan budget besar.

Meski begitu, mereka pernah meraih prestasi untuk beberapa filmnya seperti Global Never Warming yang meraih penghargaan untuk sutradara terbaik dalam ajang Festival Film Anak di Medan pada 2008. Selain itu, film mereka Memulung Cita-Cita, pernah meraih penghargaan script terbaik 2009 untuk piala gubernur pada Hari Anak Nasional 2009. Film mereka Gulungan Uang, juga pernah meraih penghargaan untuk editor terbaik dalam Festival Film Anak di Medan pada tahun 2009.

Saat ditanya apa kesulitan dalam membuat film, Opique Pictures mengaku tak mengalami kesulitan yang berarti. “Di Medan me-nemukan lokasi syuting yang pas agak susah, karena di mana-mana rame dan kalo syuting masih sering diliatin orang, padahal kadang kita butuh lokasinya itu sepi,” kata Rido. Mereka memiliki pengalaman seru saat syuting film Dari Hati, film yang bercerita tentang persahabatan beda strata sosial ini dalam salah satu scene-nya harus mengambil lokasi gang yang sepi. Jadi pada saat malam hari, saat mau mulai take gambar, mereka mengalami kejadian yang seru tapi bikin deg-degan. Gimana nggak, berhubung peralatan dan lighting yang kurang, mereka menggunakan senter sebagai penerangan. Kelihatan seperti “mengendap-endap” warga sekitar lokasi syuting menyangka mereka maling. Alhasil, berbondong-bondong warga datang. Setelah dijelaskan barulah mereka mendapat izin syuting di sana.

“Kami membuat film dengan alat-alat yang sangat sederhana sekali.. Istilahnya, mencoba profesional walaupun masih amatir. Ha-ha-ha,” kata Rido diiringi gelak tawa teman-temannya. “Kami berharap suatu hari nanti film kami bisa masuk Cannes, Sundace dan beberapa ajang bergengsi lainnya. Oleh karena itu kami masih terus belajar dan berusaha menghasilkan film-film yang bagus,” tutur Opik mengakhiri.

Komunitas Rufi
Bagi anak Medan yang tahu tentang film Susahnya Bilang Cinta pasti tahu dong siapa yang yang ada di balik kepopularan film itu, yup dialah Komunitas Rufi. Bercita-cita untuk membawa perfilman Medan ke kancah nasional dan memiliki mimpi menjadikan Medan pusat industri film nasional, Rufi yang telah menghasilkan beberapa film ini mencoba menghasilkan film-film baik dengan mengedepankan genre fiksi, walau ke depannya tak menutup kemungkinan bagi mereka untuk membuat film dokumenter juga. “Komunitas Rufi terbentuk karena kami ingin menghasilkan film-film yang baik dan membuktikan bahwa anak Medan juga bisa menghasilkan film bagus, serta menjadi tempat bagi mereka yang ingin belajar dan tertarik mengenai dunia film. Oleh karena itu, kami menerima siapa saja yang ingin gabung di Rufi. Mau dia anak sekolah, mahasiswa, atau pekerja,” cerita Abrar.

Pemilihan genre fiksi dipilih Rufi bukan tanpa alasan. Mereka me-ngaku kalau di Medan sendiri movie maker di Medan masih jarang yang menggeluti genre fiksi, biasanya Medan lebih sering membuat film-film dokumenter. “Membuat film fiksi itu susah-susah gampang. Dari segi kesulitan dan dana pasti lebih susah dari film dokumenter. Dan untuk membuat sebuah film fiksi yang baik kita dituntut untuk memainkan imajinasi dengan sangat tinggi,” cerita Abrar lagi. Rufi yang telah menghasilkan beberapa film antara lain Mencuri Bunga (film awal Susahnya Bilang Cinta), Susahnya Bilang Cinta dan yang akan segera rilis yaitu Bait Cinta Di balik Hijab. Selain itu mereka juga telah membuat naskah untuk film terbaru mereka Melur yang berkisah tentang puaka dalam adat Melayu.

Yang bikin bangga adalah selain menggarap film, Komunitas Rufi juga menggarap soundtrack film mereka sendiri. Seperti untuk film Bait Cinta Dibalik Hijab sendiri, soundtrack-nya yang berjudul Bait Cinta Dibalik Hijab dan Kaukan Temui Aku Saatku Sudah Pergi sudah bisa di-download di 4shared. Dan kalo penasaran tentang film Bait Cinta Dibalik Hijab, trailler-nya bisa dilihat di YouTube. “Rufi adalah komunitas film yang independen. Jadi dalam menggarap sebuah film kamu akan berusaha sekuat tenaga untuk menggunakan kemampuan kami. Hal itu mencakup proses produksi termasuk soundtrack-nya kami garap sendiri,” tutur Abrar

Selina Irwan dan Katina Irwan
Kalo kita udah ngebahas tentang komunitas film Medan, yang satu ini nggak kalah menarik untuk disimak. Walaupun masih sangat muda, kakak-adik Selina dan Katina Irwan membuktikan bahwa bakat itu tak kenal usia. Buktinya aja, siswa Singapore International School ini mampu membuat video-video bagus yang telah mereka unggah di YouTube dan mostly video-video mereka sering memenangkan kontes yang diadakan di YouTube. Sampai hari ini puluhan video klip telah berhasil mereka ciptakan dengan waktu lumayan singkat. “Dulu kami membuat video itu iseng-iseng aja. Waktu itu kami menghadiri pernikahan saudara dan kebetulan mengikuti pro-sesnya mulai dari fitting baju dan lainnya. Setelah itu kami edit. Eh nggak disangka pengantinnya justru suka dengan hasil video kami dan video itu ditampilkan di acara resepsi,” cerita Katina mengenai awal mula dia membuat video.

Hingga sekarang ini, mereka membuat video klip lagu-lagu Internasional versi mereka sendiri. Kemarin Aplaus sempat melihat beberapa video yang mereka unggah di YouTube antara lain lagunya Ke$ha ‘Blah-Blah-Blah’, Avril Lavigne ‘When You’re Gone’ dan banyak yang lainnya. Selain video klip, Seliana dan Katina juga membuat Canon Commercial di You Tube. Saat ditanya mau nggak suatu hari nanti menggarap film, mereka punya jawaban sendiri. “Kami nggak menutup kemungkinan untuk membuat film suatu hari nanti. Tapi sekarang ini membuat video adalah langkah awal untuk menuju ke sana,” tutur Katina. Katina dan Seliana mengaku tidak kesulitan untuk membuat video klip. Satu hari cukup buat mereka menggarapnya. ”Biasanya kami harus tahu dulu lagu apa yang mau dibuat videonya dan memulai membuat story board, mencari lokasi yang cocok, kostum yang pas dan mulai syuting. Setelah itu lalu melakukan pengeditan. Kami pakai software i-movie,” cerita Katina panjang-lebar. Bagi kamu yang penasaran sama karya-karya Katina dan Selina bisa langsung lihat di YouTube dengan keyword SelinaIrwanxoxo. Have a nice watch!

Movie Anak Medan
Sebuah komunitas film baru di Medan yang terdiri anak-anak Medan yang peduli dengan film dan pendidikan. Beranggotakan Debi Dwi Anisa Fitri, Rini Syafrida, Gilbert Jhontari, Arif Kurniawan, dan Echa, Movie Anak Medan memilik harapan besar untuk mengangkat riuh perfilman Medan ke arah yang lebih baik. Walau terbilang baru, me-reka optimis bisa menghasilkan film-film bagus dengan kemampuan masing-masing mereka. Dalam waktu dekat ini Movie Anak Medan akan kembali memproduksi sebuah film yang akan diikutsertakan dalam sebuah kompetisi. Judul filmnya sendiri masih dirahasiakan karena akan menjadi sebuah kejutan.

“Movie Anak Medan sebenarnya dibuat untuk penyambung lidah rakyat. Maksudnya, kami ingin membuat film yang dapat menyampaikan aspirasi rakyat ke pemerintah. Oleh karena itu kami berniat untuk fokus di genre dokumenter walau tak menutup kemungkinan akan membuat film genre lain,” cerita Debi. Movie Anak Medan memiliki program selain membuat film mereka juga akan melakukan workshop ke sekolah-sekolah. “Di sini tujuan kami nggak hanya sekedar membuat film dan selesai. Tetapi juga sebagai media yang dapat membantu bagi siapa saja yang ingin belajar dan tertarik tentang film,” kata Gilbert. Movie Anak Medan memiliki harapan bahwa kelak Medan akan menjadi pusat film nasional dan menjadi kiblat film.

sumber : http://www.aplausthelifestyle.com/

Geliat Film Indie Kota Medan

Jumat, 6 Januari 2012 13:46 WIB
TRIBUNNEWS.COM, MEDAN - Perkembangan film Indie di kota medan sepertinya akan menyamai dengan perkembangan di pulau seberang. Hal ini terlihat dari banyaknya komunitas film indie yang berkembang dikalangan mahasiswa .Tetapi ternyata sampai saat ini banyak para pembuat film indie hanya fokus pada bidang produksi , bukan hanya pada screening atau aktivitas pemutaran filmnya. Padahal dari screeninglah karya yang dihasilkan bisa dinikmati publik secara luas.
Hal ini diakui juga oleh Opick salah satu anggota komunitas film indie Kota Medan , "opique Picture", saat ditemui di kampusnya FISIP USU. Penyebanya kebanyakan  karena kurang percayanya masyarakat pada kualitas film indie sehingga susah menarik minat masyarakat. Padahal sudah banyak film indie yang menuai prestasi di ajang perfilman lokal maupun nasional.
Seperti salah satu film indie yang dihasilkan Opique Pictures yaitu "Museum Sejarah yang Terlewatkan yang tahun 2010 lalu menyabet prestasi nasional di ajang FFA 2010 .
"Opique Pictures sendiri sudah beberapa kali melakukan screening , diantaranya yaitu saat merayakan ulang tahun komunitas mereka yang ke 3 dan  pada tanggal 26 November lalu di Aula FISIP USU dalam rangka memeriahkan ulang tahun Komunitas Film Indie New Magacine", ujar Opick yang saat ini juga menjabat sebagai sekretaris umum Opique Picture. Mereka mengakui bahwa dengan adanya screening penonton dapat memberikan saran dan kritikan untuk lebih baik kedepannya.
Dari beberapa wawancara singkat yang kami lakukan terhadap beberapa mahasiswa , kebanyakan belum pernah menonton film Indie, alasan mereka karna tidak tahu kapan adanya pemutaran film indie  itu ada dan juga sebagian menyatakan kurang peduli terhadap film-film indie. Mereka lebih tertarik dengan film-film di layar lebar.
Situasi ini sebetulnya sangat disayangkan mengingat semakin maraknya komunitas film indie yang muncul namun rendahnya apresiasi masyarakat terhadap karya mereka. Seperti kita lihat saat ini film-film indie terus saja mendapat tempat nomor dua akibat dari kapitalisasi industri film komersial, padahal film indie lebih kental dengan warna lokal daerah dan lebih bisa mengangkat persoalan-persoalan yang ada di ruang lingkup sekitar.

sumber : http://m.tribunnews.com/

Majulah film indie Medan

YUMEI PUBLISHER
085374006318


Kapitalisasi industri film komersial  mengakibatkan film- film indie semakin tersingkir posisinya di dunia seni perfilman. Padahal banyak nilai- nilai sosial seperti nilai budaya , agama ,dan sebagainya yang bisa diangkat dari film ini. Ditambah lagi , film indie memiliki warna dan keunikan tersendiri yang saat ini sudah jarang ditemui dalam film-film komersial.

Kondisi ini diakui juga oleh salah seorang editor komunitas pembuat film Indie “Opique Picture” yaitu Muhammad Taufik yang biasa disapa Opik. Namun , menurutnya hal ini tidak membuat semangat mereka menjadi turun untuk menghasilkan karya-karya baru.  Hal ini terbukti dengan  lebih dari 50 buah film yang telah mereka hasilkan di usia Opique Picture  yang masih 4 Tahun terbentuk. Kisah perjalanan  komunitas ini juga tidak mudah. Dengan menggunakan MP4 yang memiliki kamera 2MP-lah  mereka  memulai  aksi kreatifnya. “Bagi kami bukan alat perekam yang menjadikan sebuah film itu menarik atau bagus, tetapi ide pengambilan gambar dan alur cerita yang bervariasilah faktor terpentingnya”, tegas Opik .  Hal ini terbukti dengan prestasi-prestasi yang mereka raih baik lokal maupun nasional.

Ketika di temui di kampusnya , Opik yang saat ini menjadi mahasiswa Ilmu Komunikasi USU, juga berbagi pengalaman tentang prestasi yang telah mereka raih. Diantaranya adalah: tahun 2008 Opik dinobatkan menjadi sutradara terbaik film pendek berjudul “Global Never Warming “yang diselenggarakan Lembaga Sosial Masyarakat Pusat kajian Perlindungan Anak (LSM PKPA), kemudia Tahun 2009 masuk ke dalam kategori editor terbaik dengan judul “Gulung Uang”  Tetap di tahun yang sama kembali meraih Juara II skrip berjudul “Memulung Cita-Cita “diselenggarakan oleh Festival Film Anak (FFA) pada hari anak nasional. Di tahun ketiga mereka , tahun 2010 menempati Juara II film dokumnter berskala nasional dalam ajang Festival Film Anak (FFA) dengan judul “Museum Sejarah Yang Terlupakan” dan  di Tahun 2011 meraih juara III film dokumenter berskala nasional dalam ajang Festival Jurnalistik Nasional dan Media Expo yang diselenggarakan Departemen Komunikasi FISIP USU dengan judul “Kelas Berdinding Angin”.

“Sampai saat ini kebanyakan kami memutar hasil karya kami masih di dalam ruang lingkup sempit seperti kampus atau kalangan sendiri. Hal ini karna film indie tidak memiliki pasar di Medan dan juga harus kita akui apresiasi masyarakat pada film Indie Medan juga masih kurang,” tambah Opick lagi. Hal ini sangat disayangkan mengingat banyak film-film indie yang kualitasnya sudah diakui lewat festival-festival film baik nasional maupun internasional. Dan sebenarnya film-film itu bisa untuk memberikan angin segar bagi penikmat film yang mulai bosan dengan suguhan film bertema horor plus pornografi yang marak di bioskop.  Harus kita akui, kehadiran komunitas- komunitas kreatif ini memang sangat kita harapkan untuk dapat menjadi wadah bagi kawula muda di kota Medan ini dalam mengembangkan talenta yang mereka miliki..

sumber : http://waspada.co.id/

Selasa, 10 Januari 2012

Komunitas Film indie Medan Opique Picture, Bukan Hanya Jago Kandang

CERITAMU.COM - Dunia perfilman independen (indie) lokal di kota Medan dari waktu ke waktu terus berkembang. Belasan komunitas film indie yang rata-rata di bentuk oleh kawula medan ini tumbuh dan bertebaran. Padahal harus diakui , tidak mudah membentuk suatu komunitas baru .

Tidak hanya sulit dalam dana dan peralatan tetapi juga dalam tekad dan kesatuan tim. Untuk itulah diperlukan sebuah komitmen dan pengorbanan. Salah satu anggota Komunitas Film maker Indie yaitu “Opik” menyatakan bahwa mereka tidak melihat film dari nilai jualnya melainkan kesenangan dan kepuasan karna bisa menuangkan imajinasi mereka kedalam wujud film sehingga terlihat nyata. Hal inilah yang membuat dia dan keempat sahabatnya membentuk suatu komunitas film indie yang diberi nama "Opique Picture".

Walaupun mereka masih muda namun kreatifitas mereka patut diberi acungan jempol. Bayangkan saja, di usianya yang masih 4 tahun, Opique Picture telah menghasilkan lebih dari 50 karya . Beberapa judulnya adalah Global Never Warming, Kelas Berdinding Angin, dan Museum Sejarah yang Terlupakan.

Dan seolah tidak ingin hanya menyalurkan hobi, komunitas ini juga tiap tahun selalu menuai prestasi di berbagai ajang festival film , tahun 2008 Opik dinobatkan menjadi sutradara terbaik film pendek berjudul “Global Never Warming “yang diselenggarakan Lembaga Sosial Masyarakat Pusat kajian Perlindungan Anak (LSM PKPA), kemudian Tahun 2009 masuk ke dalam kategori editor terbaik dengan judul "Gulung Uang". Tetap di tahun yang sama kembali meraih Juara II skrip berjudul "Memulung Cita-Cita" diselenggarakan oleh Festival Film Anak (FFA) pada hari anak nasional.

Di tahun ketiga mereka , tahun 2010 menempati Juara II film dokumnter berskala nasional dalam ajang Festival Film Anak (FFA) dengan judul “Museum Sejarah Yang Terlupakan” dan di Tahun 2011 meraih juara III film dokumenter berskala nasional dalam ajang Festival Jurnalistik Nasional dan Media Expo yang diselenggarakan Departemen Komunikasi FISIP USU dengan judul “Kelas Berdinding Angin”.

Kehadiran komunitas- komunitas kreatif ini memang sangat kita harapkan untuk dapat menjadi wadah bagi kawula muda di kota Medan ini . Karna seperti ada pepatah yang mengatakan bahwa kelanjutan masa depan suatu bangsa bergantung pada kawula mudanya.

Salut, semoga anak muda Medan terus berprestasi, lebarkan sayap nasional bahkan internasional. (CAKP)

sumber : http://www.ceritamu.com/Komunitas-Film-indie-Medan-Opique-Picture-,-Buka

“Opique Pictures” Bukan Komunitas Film Biasa

Tanpa disadari dunia perfilman independen (indie) lokal di kota Medan dari waktu ke waktu terus berkembang. Bak cendwan di musim penghujan, belasan komunitas film indie yang rata-rata di bentuk oleh kawula medan ini tumbuh dan bertebaran. Padahal harus diakui , tidak mudah membentuk suatu komunitas baru . Tidak hanya sulit dalam dana dan peralatan tetapi juga dalam tekad dan kesatuan tim. Untuk itulah diperlukan sebuah komitmen dan pengorbanan.
Salah satu anggota Komunitas Film maker Indie yaitu “Opik” menyatakan bahwa mereka tidak melihat film dari nilai jualnya melainkan kesenangan dan kepuasan karna bisa menuangkan imajinasi mereka kedalam wujud film sehingga terlihat nyata. Hal inilah yang membuat dia dan keempat sahabatnya membentuk suatu komunitas film indie yang diberi nama’ Opique Picture’.Walaupun mereka masih muda namun kreatifitas mereka patut diberi acungan jempol. Bayangkan saja ,di usianya yang masih 4 tahun, Opique Picture telah menghasilkan lebih dari 50 karya .Beberapa judulnya adalah Global Never Warming, Kelas Berdinding Angin ,dan Museum Sejarah yang Terlupakan.
Dan seolah tidak ingin hanya menyalurkan hobi, komunitas ini juga tiap tahun selalu menuai prestasi di berbagai ajang festival film , tahun 2008 Opik dinobatkan menjadi sutradara terbaik film pendek berjudul “Global Never Warming “yang diselenggarakan Lembaga Sosial Masyarakat Pusat kajian Perlindungan Anak (LSM PKPA), kemudia Tahun 2009 masuk ke dalam kategori editor terbaik dengan judul “Gulung Uang” Tetap di tahun yang sama kembali meraih Juara II skrip berjudul “Memulung Cita-Cita “diselenggarakan oleh Festival Film Anak (FFA) pada hari anak nasional. Di tahun ketiga mereka , tahun 2010 menempati Juara II film dokumnter berskala nasional dalam ajang Festival Film Anak (FFA) dengan judul “Museum Sejarah Yang Terlupakan” dan di Tahun 2011 meraih juara III film dokumenter berskala nasional dalam ajang Festival Jurnalistik Nasional dan Media Expo yang diselenggarakan Departemen Komunikasi FISIP USU dengan judul “Kelas Berdinding Angin”.
Kehadiran komunitas- komunitas kreatif ini memang sangat kita harapkan untuk dapat menjadi wadah bagi kawula muda di kota Medan ini . Karna seperti ada pepatah yang mengatakan bahwa kelanjutan masa depan suatu bangsa bergantung pada kawula mudanya. Semoga anak muda medan bukan hanya jago kandang namun dapat melebarkan prestasi untuk nasional dan internasional.

sumber : http://hiburan.kompasiana.com/film/2012/01/06/opique-pictures-bukan-komunitas-film-biasa/