Rabu, 11 Januari 2012

Majulah film indie Medan

YUMEI PUBLISHER
085374006318


Kapitalisasi industri film komersial  mengakibatkan film- film indie semakin tersingkir posisinya di dunia seni perfilman. Padahal banyak nilai- nilai sosial seperti nilai budaya , agama ,dan sebagainya yang bisa diangkat dari film ini. Ditambah lagi , film indie memiliki warna dan keunikan tersendiri yang saat ini sudah jarang ditemui dalam film-film komersial.

Kondisi ini diakui juga oleh salah seorang editor komunitas pembuat film Indie “Opique Picture” yaitu Muhammad Taufik yang biasa disapa Opik. Namun , menurutnya hal ini tidak membuat semangat mereka menjadi turun untuk menghasilkan karya-karya baru.  Hal ini terbukti dengan  lebih dari 50 buah film yang telah mereka hasilkan di usia Opique Picture  yang masih 4 Tahun terbentuk. Kisah perjalanan  komunitas ini juga tidak mudah. Dengan menggunakan MP4 yang memiliki kamera 2MP-lah  mereka  memulai  aksi kreatifnya. “Bagi kami bukan alat perekam yang menjadikan sebuah film itu menarik atau bagus, tetapi ide pengambilan gambar dan alur cerita yang bervariasilah faktor terpentingnya”, tegas Opik .  Hal ini terbukti dengan prestasi-prestasi yang mereka raih baik lokal maupun nasional.

Ketika di temui di kampusnya , Opik yang saat ini menjadi mahasiswa Ilmu Komunikasi USU, juga berbagi pengalaman tentang prestasi yang telah mereka raih. Diantaranya adalah: tahun 2008 Opik dinobatkan menjadi sutradara terbaik film pendek berjudul “Global Never Warming “yang diselenggarakan Lembaga Sosial Masyarakat Pusat kajian Perlindungan Anak (LSM PKPA), kemudia Tahun 2009 masuk ke dalam kategori editor terbaik dengan judul “Gulung Uang”  Tetap di tahun yang sama kembali meraih Juara II skrip berjudul “Memulung Cita-Cita “diselenggarakan oleh Festival Film Anak (FFA) pada hari anak nasional. Di tahun ketiga mereka , tahun 2010 menempati Juara II film dokumnter berskala nasional dalam ajang Festival Film Anak (FFA) dengan judul “Museum Sejarah Yang Terlupakan” dan  di Tahun 2011 meraih juara III film dokumenter berskala nasional dalam ajang Festival Jurnalistik Nasional dan Media Expo yang diselenggarakan Departemen Komunikasi FISIP USU dengan judul “Kelas Berdinding Angin”.

“Sampai saat ini kebanyakan kami memutar hasil karya kami masih di dalam ruang lingkup sempit seperti kampus atau kalangan sendiri. Hal ini karna film indie tidak memiliki pasar di Medan dan juga harus kita akui apresiasi masyarakat pada film Indie Medan juga masih kurang,” tambah Opick lagi. Hal ini sangat disayangkan mengingat banyak film-film indie yang kualitasnya sudah diakui lewat festival-festival film baik nasional maupun internasional. Dan sebenarnya film-film itu bisa untuk memberikan angin segar bagi penikmat film yang mulai bosan dengan suguhan film bertema horor plus pornografi yang marak di bioskop.  Harus kita akui, kehadiran komunitas- komunitas kreatif ini memang sangat kita harapkan untuk dapat menjadi wadah bagi kawula muda di kota Medan ini dalam mengembangkan talenta yang mereka miliki..

sumber : http://waspada.co.id/