Rabu, 13 Januari 2016

Deddy Mizwar: Membuat Film Itu Ibadah


Pada Desember 2007, Mirwan Andan dari redaksi Katalog Film Indonesia menemui Deddy Mizwar untuk berbincang mengenai prinsip-prinsipnya dalam membuat film.

T: Apa pertimbangan paling penting dalam membuat film?
J: Pertimbangan saya yang paling penting dalam membuat film karena dia adalah ibadah. Manusia diciptakan untuk beribadah.  Jika seseorang diberi kemampuan atas sesuatu, maka sebaiknya ia melakukannya untuk ibadah. Nah, kemampuan yang saya punya adalah membuat film dan adalah ibadah buat saya jika membuat sebuah film. Nah, ibadah yang saya maksud adalah ibadah kepada sesama manusia dan juga kepada Tuhan.

Jika ada orang yang bersedekah dengan harta, maka saya bersedekah dengan ilmu. Karena semua yang kita lakukan haruslah dipertanggungjawabkan. Sama dengan apa yang kau tulis dari wawancara ini, harus kau pertanggungjawabkan di dunia maupun di akhirat.

Sikap ini saya ambil semenjak saya jadi produser di awal tahun 1990-an, seluruh film saya sejak itu, saya kerjakan karena pertimbangan ibadah. Selain pertimbangan ibadah, tidak ada lagi pertimbangan lain. Sebab soal untung rugi, itu bukan urusan bagi kita yang membuatnya. Siapa yang menentukan untung ruginya sesuatu? Apakah itu terjangkau oleh nalar kau? Sesuatu yang kau anggap untung secara material belum tentu untung secara non-material. Itu hanyalah upaya.

Jika membuat film dilandasi karena ibadah maka harus ada sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat dalam karya film tersebut. Dan bisnis pada dasarnya tidak ada ruginya. Kenapa kita harus mengambil resiko rugi dalam bisnis. Saya tidak mau beresiko rugi. Resiko saya adalah untung. Beribadahlah dalam bekerja, maka tidak ada resiko rugi di situ.

Genre yang paling Anda minati?
Semua genre. Tergantung dari cerita dan masalah yang ingin disampaikan. Genre itu hanya kemasan, sebuah metode dan gaya, tergantung apa yang ingin kita sampaikan. Jika sesuatu harus kita sampaikan dengan dramatis, maka genre drama yang kita pilih. Kalau sesuatu ingin kita sampaikan dengan lucu, maka komedi yang kita ambil. Jadi genre tidak menentukan apa yang kita buat. Tapi apa yang akan kita buat, itulah yang akan menentukan genre-nya. Genre mucul kemudian setelah gagasannya ada. Gagasan tentang apa yang ingin kita sampaikan kepada masyarakat.

Belakangan ini saya memilih komedi karena persoalan yang saya angkat sangatlah serius. Kenapa komedi? Agar masalah serius yang diangkat bisa mencair ketika sampai di masyarakat melalui komedi. Jika sesuatu yang serius itu disampaikan dengan dramatis, nanti masyarakat tidak bisa mencernanya. Jadi tetap menghibur tapi memiliki isi yang bermakna bagi masyarakat.

Coba tanya mereka yang menonton Ketika, Kiamat Sudah Dekat dan Naga Bonar Jadi 2, pasti mendapatkan sesuatu, makanya perlu kreativitas untuk menyampaikannya, meskipun melucu kemasannya.  Semuanya diawali dengan pertanyaan: apa yang ingin disampaikan?

Kita bisa melihat Naga Bonar dan Naga Bonar Jadi 2, semuanya komedi meskipun temanya sangat serius. Naga Bonar pertama jika dibuat dengan genre drama, mungkin dia tidak lulus sensor di tengah kondisi militeristik yang sangat kuat di negeri ini. Bagaimana pencopet bisa jadi jenderal. Itulah kreativitas. Asrul Sani sangatlah kreatif, pintar, mengerti zamannya dan paham masyarakatnya, dia bisa membuat Naga Bonar pertama lolos dari sensor. Dia tahu, dengan cara apa menyampaikan sesuatu pada masyarakatnya dan juga cara apa yang harus diambil untuk menyampaikan sesuatu di tengah represifnya pemerintahan militer waktu itu.  Itulah orang cerdas. Sekarang banyak yang belum bikin apa-apa tapi Badan Sensor Film mau dibubarkan [tertawa].

Kalau ada film yang Anda impikan harus Anda buat, film apa itu?
Semuanya sebetulnya tergantung dengan masalah yang kita hadapi karena film tidak lepas dari masyarakat kita. Dari tahun ke tahun masalah kita selalu berubah. Jadi perlu diikuti perkembangan perubahannya baru berfikir tentang film apa yang ingin saya buat. Di film Ketika saya mengangkat masalah korupsi dan bagaimana hukum ditegakkan di negeri ini karena itu yang dibutuhkan saat ini. Tapi untuk menegakkan itu, perlu terjadi ketidaknyamanan karena akan ada perubahan secara total. Sanggupkah kita? Mari kita bercermin. Jangan-jangan orang ingin menegakkan hukum  kalau hukum itu untuk orang lain, buat diri kita sendiri, kita belum tentu mau [tertawa].

Jadi film yang saya paling impikan adalah sesuai dengan realita yang terjadi. Nah, masalah di sekeliling kita sangat banyak, tergantung dari sudut mananya yang mau diambil. Jangan hanya persoalan seks, sadisme dan hantu saja, tidak kreatif itu namanya. Film-film yang saya buat tidak berisikan seks dan sadisme tapi tetap laku ditonton orang, baik di TV maupun di bioskop, alhamdulillah. Dan yang penting tidak rugi, untung terus. Keuntungannya bukan hanya materiil, tapi menyampaikan sesuatu yang baik kepada masyarakat itu juga adalah keuntungan [tertawa].