Sabtu, 22 Desember 2012

Sosialisasi ACFI Medan: Sammaria Simanjuntak, Mak Gondut, dan “Demi Ucok”

20 Desember 2012 | Views (200)
Teks: Tonggo Simangunsong | Foto: Opique Pictures | Editor: Intan Larasati

Sosialisasi ACFI Medan

     Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menggelar sosialisasi Aku Cinta Film Indonesia (ACFI) dan pemutaran film pendek dengan menghadirkan sineas muda Indonesia, Sammaria Simanjuntak dan peraih piala Citra FFI 2012, Mak Gondut, di Kafe Ulos, Selasa (18/12). Acara yang dihadiri puluhan peserta itu turut menghadirkan sutradara dan produser film Medan Rius Suhendra, sineas lokal dari Opique Picture dan pengamat film Medan, dr. Daniel.

     Pertumbuhan industri film lokal Medan memang kini ibarat cendawan di musim hujan. Banyak sineas muda bermunculan karena peluang di industri ini kian menjanjikan. namun, tak sedikit yang terkendala dalam hal biaya produksi dan jalur distribusi. Sammaria Simanjuntak ialah salah sineas indie yang berhasil menembus kesulitan itu dengan memproduseri film berjudul “Demi Ucok” dengan sistem co-produser. Caranya dengan memberikan kesempatan kepada orang sebanyak-banyaknya untuk menjadi co-produser hanya dengan berkontribusi sebesar Rp 100.000.

    “Banyak sineas yang terkendala buat film karena biaya produksi yang besar. Namun, percayalah, ada banyak cara selain yang dilakukan produser-produser film mainstream. Ini saya lakukan di film terbaru saya ‘Demi Ucok’, yang ternyata membuahkan hasil,” kata Sammaria.


Sosialisasi ACFI Medan

     Film itu sebenarnya berkisah sederhana. Seorang ibu, diperankan oleh Mak Gondut—yang tak lain adalah ibu dari Sammaria—divonis berumur setahun lagi oleh dokter. Konflik muncul ketika putrinya masih terobsesi membuat film senilai Rp 1 miliar. Padahal, sang ibu menginginkan putrinya agar menikah segera. “Ibu akan memberimu satu miliar, asaaaaalllll, kau menikah dengan Batak,” kata sang ibu.

     Namun, sang putri yang diperankan Geraldine Sianturi tetap ngotot ingin memproduksi film, walau bagaimana pun caranya untuk mendapatkan biaya produksi yang begitu besar. Konflik ini dibalut dengan adegan-adegan realis namun penuh unsur tawa. Asal tahu saja, “Semua tim produksi hampir semua tidak punya basic di film. Termasuk ibu saya. Itu menjadi kendala terberatnya, men-direct ibu sendiri,” ujar Sammaria seraya tertawa lepas.

     Film ini mendapat respon luar biasa, dan juga mendapat 8 nominasi di FFI. Antara lain Film Terbaik, Sutradara Terbaik, Penulis Cerita Asli Terbaik, Penulis Skenario Terbaik, Pengarah Artistik Terbaik, Penata Suara Terbaik, Pemeran Utama Wanita Terbaik, dan Pemeran Pendukung Wanita Terbaik. Oleh majalah Tempo, film ini disebut sebagai salah satu film Indonesia terbaik tahun ini. Di ajang FFI 2012, Mak Gondut pun diganjar penghargaan Pemeran Pendukung Wanita Terbaik.


Sosialisasi ACFI Medan 

     Selain berbicara banyak mengenai proses pembuatan film Demi Ucok, pada kesempatan yang sama juga diputar dua film pendek Sammaria berjudul “Emit” dan “Jupe”. Keduanya telah mendapat pengakuan di ajang penghargaan film indie di Eropa. Juga diputar film pendek karya sineas lokal Opique Pictures berjudul “Nggak Belok Lagi”.

    Yang tidak kalah menarik ialah diskusi tentang film lokal Medan. Rius Suhendra, sutradara film “Golden Egg” bercerita bagaimana proses mendapatkan sponsor. Film berbahasa Hokkien itu juga mendapat respon yang luar biasa dari kalangan penikmat film lokal dengan penjualan DVD sebanyak 200 ribu keping. Keuntungan film juga cukup fantastis, mencapai Rp 400 juta.

    Pengamat film Medan, dr. Daniel yang hadir sebagai narasumber dadakan mengatakan, sebenarnya ada banyak orang-orang kreatif di industri film lokal Medan. Sayangnya, para sineas masih sering terkendala dalam hal biaya produksi. Alhasil, banyak ide pembuatan film yang tidak terwujud.

   Taufik Pasaribu dari Opique Pictures mengakui kendala itu. “Cara yang sering kami lakukan untuk mendapatkan dana ialah dengan bekerjasama dengan sejumlah pihak yang terlibat di film. Kami juga melakukan pemutaran film gaya layar tancap untuk mendapatkan kontribusi dari penonton.”


Sosialisasi ACFI Medan

     Sammaria menganggap upaya mendatangi penonton seperti yang dilakukan Rius dan Taufik merupakan salah satu cara indie mengatasi biaya produksi yang besar. “Beda dengan produser film mainstream, sineas indie memang harus lebih agresif ke penonton,” katanya.

    Tri Damayantho dari Indonesia Kreatif, selaku pelaksana mengatakan, event ini dilakukan berkaitan dengan program Kemenparekraf “Aku Cinta Film Indonesia” yang telah diluncurkan belum lama ini. “Film Indonesia itu bukan hanya film berbahasa Indonesia, bisa juga film berbahasa lokal dengan mengetengahkan kedekatan budaya lokal,” katanya. Film ini seperti ini, kata Tri, masih memiliki peluang besar untuk digarap para sineas Indonesia.

sumber : http://www.indonesiakreatif.net/