Aku sudah sering katakan, kita punya negeri kecil. Negeri itu bernama Negeri Karya. Ia terlahir ketika kata-kata tak lagi bisa diterima dalam gamblang. Negeri itu (benar-benar) berasas demokrasi. Dasar negaranya adalah Melawan Lupa. Setiap penduduknya bebas mengemukakan pendapat dengan didampingi oleh para penasehatnya yang bernama Kebenaran.
Dan karena (benar-benar) berasas demokrasi, negeri itu tak pernah memaksakan apapun kepada para penghuninya. Bahkan untuk urusan cebok, mereka juga bebas. Boleh memakai tissue, boleh juga memakai air dengan dibantu oleh tangan kiri untuk membersihkan tai. Dan tak ada perkecualian juga buat yang kidal. Semuanya bebas. Jikapun yang kidal lebih nyaman memakai tangan kanan untuk membersihkan tai yang ada di belahan pantatnya, itupun tak masalah. Yang penting nyaman dan duburnya bersih.
Banyak hal yang membedakan Negeri Karya dengan negeri-negeri yang lain. Jika di negeri lain partai-partainya adalah partai politik, maka di Negeri Karya tak ada partai politik. Partai-partai di Negeri Karya adalah partai seni dan budaya. Beberapa di antaranya adalah Partai Puisi, Partai Prosa, Partai Drama, Partai Dongeng, Partai Dialog, Partai Film, Partai Fotografi, Partai Musik, Partai Lagu, dan sebagainya (jika masih ada tolong tambahkan saja). Dan setiap penduduk bebas untuk menentukan pilihan partainya. Boleh pilih satu, boleh pilih lebih dari satu, bahkan boleh juga golput dengan hanya menjadi penikmat aktif saja (karena golput adalah pilihan juga). Semua pilihan tersebut adalah sah dan tanpa unsur pemaksaan di dalamnya.
Semua orang yang pernah mendengar ceritaku tentang negeri kecil ini pada awalnya selalu bertanya: “Kenapa negeri kecil itu bernama Negeri Karya?”. Kemudian selalu kujawab pertanyaan tersebut dengan jawaban yang sama pula. Pada jaman itu, ada sekumpulan orang yang menempati suatu negeri tak bernama yang sangat kaya. Di negeri tersebut mereka bebas mengeruk kekayaan yang ada di dalamnya, membawa pulang ke rumah masing-masing dan bebas memperlakukan kekayaannya tersebut dengan sesuka hatinya. Di situ, kekayaan yang dimaksud bukanlah berupa harta benda atau seberapa penting orang itu berada di negeri lain. Kekayaan itu bernama Ingatan. Maka, semakin besar Ingatan seseorang, semakin kayalah dia. Dan sama seperti harta benda yang lain, Ingatan juga bisa hilang jika tak disimpan dan dijaga dengan benar. Oleh karena itu, para penduduk menyimpan Ingatan-Ingatan tersebut dalam suatu wadah yang mereka sebut sebagai Karya. Waktu terus berputar, dan Ingatan terus saja bermunculan. Karena semakin banyak penduduk yang berlomba mengumpulkan Ingatan, maka semakin banyak pula Karya yang dibuat. Akhirnya, semakin lama negeri tersebut semakin penuh dengan Karya yang tersebar di mana-mana. Itulah mengapa negeri yang semula tak bernama tersebut kemudian dinamai Negeri Karya.
Aku sangat percaya, Negeri Karya yang kecil itu suatu saat akan semakin besar dan kemajuannya tumbuh pesat luar biasa. Tetapi aku merasa masih butuh banyak orang untuk datang dan menjadi penduduk di dalamnya. Dan aku mengundang kamu. Aku memilih kamu karena aku percaya kamu sangat layak untuk tinggal di sana. Aku bisa membayangkan, betapa asyiknya jika kita sama-sama mengumpulkan Ingatan, saling berbagi Ingatan dan menunjukkan seberapa penuh Karya-Karya kita dengan Ingatan kita masing-masing.Dan dari sini, aku bisa melihat kau tengah tersenyum membaca catatan kecilku ini. Aku tahu kau tengah membayangkannya. Makanya, ayo segera berangkat! Jangan lupa ajak kawan yang lain juga ya.. ^_^
Salam hangat,
Fitri Nganthi Wani.
21:22 -- 31.10.2010