Perkembangan sineas muda pencipta film indie di Kota Medan saat ini
sudah tumbuh pesat. Sayangnya, hanya sedikit melirik pembuatan film
bernapaskan Islam atau bergenre syar'i. .
M Taufik Pradana, 25, salah seorang pendiri Komunitas Indie Opique Pictures merupakan sosok sineas Medan yang saat ini mengembangkan film indie bergenre syar'i. Anak pertama dari tiga bersaudara ini mengatakan, pembuatan film indie bergenre syar'i baru dibesut satu episode. Pembuatannya merupakan gabungan dari beberapa komunitas seperti komunitas Pejuang Subuh, LPPA, Rumah Tafiz, dan lainnya, komunitas gabungan untuk film indie bergenre syar'i ini pun diberi nama 4M alias Movie Maker Muslim Medan.
Opique menilai peluang pembuatan film indie bergenre syar'i ini cukup berpotensi. Sebab animonya sangat besar. Selain bisa menyiarkan ajaran Islam, juga dapat memberikan tontonan alternatif kepada masyarakat luas yang saat ini banyak dicekoki tontonan yang tak mendidik. “Kami dari Indie Opique Pictures dalam komunitas ini bergerak sebagai produksi film, sementara rekan-rekan lainnya dari lembaga lain berperan di hal yang lain.
Seperti Komunitas Pejuang Subuh karena memiliki anggota yang banyak mereka berperan sebagai pemain filmnya,” kata lelaki kelahiran Kuala Simpang, 13 Maret 1991 ini. Film indie bergenre syar'i ini merupakan film yang bernapaskan Islam, untuk episode awal memang diakuinya masih bertemakan kisah percintaan, namun kisah yang ditampilkan bukanlah yang biasa atau lazim di kalangan masyarakat.
“Kami sengaja mengambil kisah yang anti mainstream . Seperti ibu tiri yang terjalin cinta kepada putri tiri, begitu juga nanti ada episode ayah yang ingin menikah lagi saat istri pertamanya baru saja meninggal. Meski itu diperbolehkan dalam ajaran Islam tapi itu tak lazim di masyarakat kita,” ucapnya. Selain itu, kata sarjana Ilmu Komunikasi FISIP USU ini, dalam film indie bergenre syar'i ini juga mengambil para pemain yang juga halal dalam ajaran Islam, misalnya merupakan sepasang suami istri.
Seperti salah satu judul film mereka “Pencari Syafaat“, memiliki konsep dakwah Islamiyah. Dengan begitu, pesan keagamaan bisa sampai kepada para penonton melalui jalan cerita layaknya film yang diproduksi perusahaan besar di Indonesia dengan nuansa keagamaan. Untuk film itu, sudah 200 keping yang diproduksi dan dibawa ke luar Kota Medan, yakni Banda Aceh.
Diakuinya, ada pihak yang tertarik untuk menyebarkannya kepada para siswa sekolah. Dari hasil penjualannya, mereka mendapatkan keuntungan. Namun Opique Pictures, kata lelaki yang akrab disapa Opiq ini, tidak hanya akan terfokus pada pembuatan film saja untuk memperoleh pemasukan, tetapi lebih dari itu. Mereka ingin membuktikan bahwa dakwah melalui film sederhana, bisa mendapat tempat di mata masyarakat.
Sebagai pendiri Indie Opique Pictures, Opiq mengatakan awalnya mendirikan komunitas film indie itu bersama keempat rekan sewaktu masih duduk di bangku SMA Kala itu, terang Opic, tercetus ide membuat dokumentasi video saat menggelar kegiatan pramuka di luar sekolah.
Opiq dan keempat rekannya merupakan anggota Pramuka Kwaran Medan Petisah, setelah membuat film dokumentasi mereka kemudian membuat gagasan menyusun rangkaian rekaman bergerak itu menjadi sebuah film. Sejak karya mereka masuk nominasi itulah Opiq dan teman-temannya sepakat membentuk Komunitas Indie Opique Pictures pada 9 Januari 2008.
Sementara untuk namanya, Opiq yang dianggap sebagai pentolan dari komunitas itu, kemudian menamakan komunitas mereka ini Opique Pictures. Dimana, nama dari kumpulan mereka diambil dari namanya yang sedikit dipelesetkan agar terlihat lebih cocok. Bentukan komunitas ini, awalnya diikuti lima hingga 10 orang saja.
Usai mendapat penghargaan sebagai sutradara terbaik, mulailah teman-teman yang lain tertarik untuk ikut terlibat dalam pembuatan film yang akan dibuat. Karena sejak kemenangan tersebut, mereka menjadi rajin mencari ide dan menelurkannya menjadi sebuah film, baik yang berdurasi singkat 15 menit hingga agak panjang sampai 1,5 jam. Hingga pada 2012, jumlah yang tergabung dalam komunitas ini mencapai 50 orang.
Dari perjalanan komunitas ini sejumlah film sudah dihasilkan dan dipampang di dinding studionya di Jalan Adam Malik Gang Selamat Nomor 21 Medan. Ada film Persuatrick, Tahfidz Camp, Pencari Syafaat, Surat Untuk Presiden, Jajan, Kelas Berdinding Angin, Museum Sejarah Yang Terlupakan, Pionering Sahabat, Marjinal, Impas, Ego, dan lainnya.
Meski dari memproduksi film mereka bisa menghasilkan pemasukan, namun komunitas ini juga mendirikan divisi O Pictures Foundation yang dijadikan sebagai lembaga yang memberikan pendidikan gratis mengenai perfilman. Jadi, selain mencari keuntungan juga dapat melahirkan generasi kreatif khususnya untuk produk film indie.
“Inginnya kami bekerja sambil beramal, dan meskipun kami sudah tiada mudah-mudahan dari film kami itu bisa menjadi amal bagi kami nantinya,” ucap relawan Pusat Kajian Perlindungan Anak (PKPA) ini.
LIA ANGGIA NASUTION
M Taufik Pradana, 25, salah seorang pendiri Komunitas Indie Opique Pictures merupakan sosok sineas Medan yang saat ini mengembangkan film indie bergenre syar'i. Anak pertama dari tiga bersaudara ini mengatakan, pembuatan film indie bergenre syar'i baru dibesut satu episode. Pembuatannya merupakan gabungan dari beberapa komunitas seperti komunitas Pejuang Subuh, LPPA, Rumah Tafiz, dan lainnya, komunitas gabungan untuk film indie bergenre syar'i ini pun diberi nama 4M alias Movie Maker Muslim Medan.
Opique menilai peluang pembuatan film indie bergenre syar'i ini cukup berpotensi. Sebab animonya sangat besar. Selain bisa menyiarkan ajaran Islam, juga dapat memberikan tontonan alternatif kepada masyarakat luas yang saat ini banyak dicekoki tontonan yang tak mendidik. “Kami dari Indie Opique Pictures dalam komunitas ini bergerak sebagai produksi film, sementara rekan-rekan lainnya dari lembaga lain berperan di hal yang lain.
Seperti Komunitas Pejuang Subuh karena memiliki anggota yang banyak mereka berperan sebagai pemain filmnya,” kata lelaki kelahiran Kuala Simpang, 13 Maret 1991 ini. Film indie bergenre syar'i ini merupakan film yang bernapaskan Islam, untuk episode awal memang diakuinya masih bertemakan kisah percintaan, namun kisah yang ditampilkan bukanlah yang biasa atau lazim di kalangan masyarakat.
“Kami sengaja mengambil kisah yang anti mainstream . Seperti ibu tiri yang terjalin cinta kepada putri tiri, begitu juga nanti ada episode ayah yang ingin menikah lagi saat istri pertamanya baru saja meninggal. Meski itu diperbolehkan dalam ajaran Islam tapi itu tak lazim di masyarakat kita,” ucapnya. Selain itu, kata sarjana Ilmu Komunikasi FISIP USU ini, dalam film indie bergenre syar'i ini juga mengambil para pemain yang juga halal dalam ajaran Islam, misalnya merupakan sepasang suami istri.
Seperti salah satu judul film mereka “Pencari Syafaat“, memiliki konsep dakwah Islamiyah. Dengan begitu, pesan keagamaan bisa sampai kepada para penonton melalui jalan cerita layaknya film yang diproduksi perusahaan besar di Indonesia dengan nuansa keagamaan. Untuk film itu, sudah 200 keping yang diproduksi dan dibawa ke luar Kota Medan, yakni Banda Aceh.
Diakuinya, ada pihak yang tertarik untuk menyebarkannya kepada para siswa sekolah. Dari hasil penjualannya, mereka mendapatkan keuntungan. Namun Opique Pictures, kata lelaki yang akrab disapa Opiq ini, tidak hanya akan terfokus pada pembuatan film saja untuk memperoleh pemasukan, tetapi lebih dari itu. Mereka ingin membuktikan bahwa dakwah melalui film sederhana, bisa mendapat tempat di mata masyarakat.
Sebagai pendiri Indie Opique Pictures, Opiq mengatakan awalnya mendirikan komunitas film indie itu bersama keempat rekan sewaktu masih duduk di bangku SMA Kala itu, terang Opic, tercetus ide membuat dokumentasi video saat menggelar kegiatan pramuka di luar sekolah.
Opiq dan keempat rekannya merupakan anggota Pramuka Kwaran Medan Petisah, setelah membuat film dokumentasi mereka kemudian membuat gagasan menyusun rangkaian rekaman bergerak itu menjadi sebuah film. Sejak karya mereka masuk nominasi itulah Opiq dan teman-temannya sepakat membentuk Komunitas Indie Opique Pictures pada 9 Januari 2008.
Sementara untuk namanya, Opiq yang dianggap sebagai pentolan dari komunitas itu, kemudian menamakan komunitas mereka ini Opique Pictures. Dimana, nama dari kumpulan mereka diambil dari namanya yang sedikit dipelesetkan agar terlihat lebih cocok. Bentukan komunitas ini, awalnya diikuti lima hingga 10 orang saja.
Usai mendapat penghargaan sebagai sutradara terbaik, mulailah teman-teman yang lain tertarik untuk ikut terlibat dalam pembuatan film yang akan dibuat. Karena sejak kemenangan tersebut, mereka menjadi rajin mencari ide dan menelurkannya menjadi sebuah film, baik yang berdurasi singkat 15 menit hingga agak panjang sampai 1,5 jam. Hingga pada 2012, jumlah yang tergabung dalam komunitas ini mencapai 50 orang.
Dari perjalanan komunitas ini sejumlah film sudah dihasilkan dan dipampang di dinding studionya di Jalan Adam Malik Gang Selamat Nomor 21 Medan. Ada film Persuatrick, Tahfidz Camp, Pencari Syafaat, Surat Untuk Presiden, Jajan, Kelas Berdinding Angin, Museum Sejarah Yang Terlupakan, Pionering Sahabat, Marjinal, Impas, Ego, dan lainnya.
Meski dari memproduksi film mereka bisa menghasilkan pemasukan, namun komunitas ini juga mendirikan divisi O Pictures Foundation yang dijadikan sebagai lembaga yang memberikan pendidikan gratis mengenai perfilman. Jadi, selain mencari keuntungan juga dapat melahirkan generasi kreatif khususnya untuk produk film indie.
“Inginnya kami bekerja sambil beramal, dan meskipun kami sudah tiada mudah-mudahan dari film kami itu bisa menjadi amal bagi kami nantinya,” ucap relawan Pusat Kajian Perlindungan Anak (PKPA) ini.
LIA ANGGIA NASUTION
sumber : http://www.koran-sindo.com/news.php?r=5&n=152&date=2016-04-21