Opique pictures merupakan sebuah komunitas film indie asal Kota Medan
yang lahir pada tanggal 9 Januari 2008. Tidak sedikit film-film karya
mereka mendapat penghargaan di berbagai ajang festival film. Bagaimana
perjalanan M Taufik Pradana membangun komunitas ini? Berikut wawancara
Jurnal Asia dengan Taufik Pradana, beberapa waktu lalu?
Sejak kapan Anda mulai terjun di Industri perfilman?
Sejak tahun 2008, saat masih duduk di kelas 2 SMA bersama kawan-kawan
iseng-iseng mendokumentasikan sebuah perjalanan dan tanpa senggapa
membuat nama produksi Opique Pictures.
Apa yang memotivasi Anda untuk memilih usaha ini?
Saya memang memiliki rasa penasaran yang tinggi, setelah mengetahui
bagaimana cara sedernaha memproduksi film sederhana dan Kemudian
mengikuti ajang Festival Film Anak dan mendapatkan penghargaan menjadi
motivasi dasar jalan hidup saya di dunia sinematografi ini.
Bagaimana awalnya Anda mulai membangun usaha ini?
Dari awal hingga saat ini komunitas kami masih beridiologi independen
dan menguatkan wadah penyaluran bakat. Lambat laun dari non komersil
guna mambantu usaha kawan, dan ternyata ini bisa di jadikan sumber
pemasukan. Dari dana yang didapat diputar menjadi modal produksi film
idealis guna mengikuti ajang kompetisi film lainnya.
Di tambah lagi dengan sulitnya mencari pendukung dana di kota medan ini,
sehingga kegiatan komersil menjadi alternatif untuk biaya produksi film
non komersil.
Menurut Anda, apakah usaha ini memang memiliki peluang bisnis yang menjanjikan?
Menurut saya sangat ia dikarenakan semangkin majunya kemajuan teknologi,
akan tetapi film tidak akan mati. Sebab sulitnya memasukan karya seni
ke televisi namun mendia online dapat menjadi alternatif. Bahkan kita
lihat dalam beberapa saat ini semangkin banyak yang terkenal di dunia
online dari pada dari televisi. Di tambah lagi dengan adanya audio
visual membuat para audience atau penonton lebih mudah mencerna dari
pada membaca buku. Walau memang cenderung membuat orang lain menjadi
malas. Tapi ini sudah menjadi kebutuhan orang banyak.
Selama ini sudah berapa banyak film yang Anda garap?
Sejauh ini sudah ratusan judul film yang kami buat, walau lebih banyak
produksi film durasi pendek. Diantanya adalah dokumentasi acara, film
fiksi pendek, film documenter pendek, iklan produk, iklan layanan
masyarakat, videoklip, liputan feature bahkan poto slide.
Film-film apa saja itu?
Film fiksi “Ego” di produksi oleh Opique Pictures, Dharmateta, Komfaz
Prod, WWB Prod dan Intermediaproject (2013), film fiksi “Marjinal” di
produksi oleh Opique pictures dan Ghoqielt community (2012), film fiksi
“Gak Belok Lagi” di produksi oleh Opique Pictures (2011), videoclip
close time story –teringat sejenak dirimu di produksi oleh Opique
Picture’s (2011), Videoclip dua lagu coconuthead – cover bang-bang tut
slank dan hello brother di produksi oleh Opique Pictures (2011), film
documenter “menjejaki air terjun dwi warna” di produksi oleh Opique
Pictures dan Krikil Picture’s (2011, film documenter “Kualanamu, Lepas
landas apa lepas kandas” di produksi oleh Opique Pictures dan Krikil
Picture’s (2011), film documenter “Kelas Berdinding Angin” di produksi
oleh Opique Pictures dan Krikil Picture’s (2010), film fiksi “1000
Langkah 1 Tujuan” di produksi oleh Opique Picture’s dan Kofamzah
Picture’s (2010), film fiksi “Pionering Sahabat” di produksi oleh Opique
Picture’s dan Komfaz production (2010) dan film “Freedom Of Choise”
peserta lomba cipta film democrazy yang di selenggarakan America
Government di produksi Opique Picture’s (2010).
Kemudian film docudrama “museum, Sejarah yang Terlupakan” produksi
Opique Picture’s (2010), film profil 2 sekolah dasar negeri medan di
produksi oleh Opique Picture’s (2010), Iklan Chitato “pos id” di
produksi oleh Opique Picture’s (2010), videoklip sederhana Portal band
di Produksi oleh Opique Picture’s (2010), company profil sirup markisa
Noerlen di produksi oleh Opique Picture’s (2009), film fiksi “Dari Hati”
di produksi oleh Opique Picture’s (2009), film documenter “Hydrosfer”
di produksi oleh Opique Picture’s (2009), film fiksi “Gulungan Uang” di
produksi oleh Opique Picture’s (2009), film fiksi “Joe Mengejar Cinta”
di produksi oleh Opique Picture’s (2009), film documenter “Rumah Kita”
di produksi oleh Opique Picture’s (2008) dan film documenter “Global
Never Warming” di produksi oleh Opique Picture’s (2008).
Karya film Anda juga banyak mendapat penghargaan?
Sutradara terbaik versi film documenter FFA (Festival Film Anak) pada
tahun 2008 dalam film berjudul “Rumah Kita”, Juara III skrip terbaik
dalam acara hari anak nasional yang di selenggarakan oleh Pemprovsu 2009
dalam judul “Memulung Cita-Cita”, Editor terbaik versi film fiksi FFA
(Festival Film Anak) pada tahun 2009 dalam film berjudul “Gulungan
Uang”, Aktor terbaik versi film fiksi FFA (Festival Film Anak) pada
tahun 2009 dalam fulm berjudul “Impian Anakku”, Juara II film dikumenter
FFA (Festival Film Anak) pada tahun 2010 dalam film berjudul “Museum,
Sejarah Yang terlupakan”, Skrip terbaik film fiksi FFA (festival Film
Anak) pada tahun 2010 dalam film berjudul “Pionering Sahabat”, Juara III
film dikumenter Fertival Jurnalistik 2011 yang diselenggarakakn
Departemen Ilmu Komunikasi USU dalam film berjudul “Kelas Berdinding
Angin” dan Juara III iklan Savety Riding Honda 2011 yang di
selenggarakan oleh Honda dalam iklan berjudul “Kebiasaan Buruk Berdampak
Fatal“.
Bagaimana sambutan masyarakat terhadap film-film Anda?
Sejauh ini untuk praktisi film dan pemerhati film idealis independen
terus mendukung dan memotivasi kami tuk terus berkarya. Bahkan dukungan
itu hadir melihat dari kerja kerasnya kami dalam produksi film yang
memang masih banyak kekurangan. walau terkadang yang sering menjatuhkan
kami orang film senior dimedan namun semangat dan pesan moral yang
disampaikan dalam film masih menjadi modal dasar kami tetap bertahan di
usia komunitas yang hampir 6 tahun ini.
Dari segi bisnis, apakah menguntungkan?
Yang kami alami sejauh ini memang agak sulit secara harga dan birokrasi
produksi di medan ini. Termasuk pemerintah yang tidak mendukung dana dan
kami juga pernah di usir saat produksi dengan aparatur Negara sedangkan
tujuan produksi kami bukan untuk komersil.
Namun, kalau memang bisa dapat pasar maka sangat menguntungkan walau
masih terbilang sulit semisal proyek tender pemerintahan yan system
lelang, akan tetapi apabila gool bisa mencapai keuntungan >100% dari
biaya produksi.
Sebenarnya seberapa besar dana yang dibutuhkan dalam menggarap sebuah film hingga sampai di pasaran?
Pengalaman saat produksi film fiksi terpanjang yang kami buat berdurasi 1
jam 50 menit berjudul “Marjinal” dari kebutuhan skrip mencapai 102
juta. Namun dikarenakan tidak ada yang menyokong dana sehingga kami
memangkas habis pengeluaran kebutuhan dengan sistem pinjam property
dengan yang memilikinya sehingga jika di kalkulasi sekitar 5 jutaan dana
yang keluar dari kantong anggota dan dana kas kaomunitas namun ini yang
menghambat produksi sehingga memakan waktu produksi hingga 1 setengah
tahun pengerjaannya.
Sumber dana itu dari Anda sendiri atau turut dibantu pihak sponsor?
Beberapa bulan setelah skrip selesai kami terjun kelapangan guna
menjaring sponsor, bahkan kepemerintahan di bola-bola hingga 3 bulan
namun hasilnya nihil. Dari 4 sponsor yang didapat melainkan dari sistem
ngomong langsung dan hanya mendapat fasilitas tempat dan alat guna
memenuhi kebutuhan produksi film tersebut.
Bagaimana keuntungan yang didapatkan?
Secara materi keuntungan dari film “Marjinal” itu memang tidak memiliki
nilai angka nominal, namun selama beberapa bulan kami mengadakan
pemutaran film di café, kedekopi, seminar mendapatkan nilai positif di
kenal orang banyak secara langsung.
Strategi apa yang Anda lakukan biar film yang dihasilkan bisa diterima masyarakat?
Tidak ada strategi khusus melainkan dengan cara kreatif agar di terima
masyarakat, seperti memutarkan film marjinal dengan cara layar tancap di
daerah produksi film tersebut pada malam tahun baru 2013.
Apakah dalam waktu dekat ini ada rencana membuat film lagi?
Dalam waktu dekat ini kami akan produksi film indie durasi panjang lagi,
berjudul “Medan Buzzer” bekerjasama dengan distro “punya medan” dan
komunitas jejaring sosial “medan buzzer”. Masih dengan cara kreatif
indie yang masih serba kekurangan dalam hal mekanisme dan pendanaan,
namun sejauh ini beberapa UKM sudah di gandeng dan beberapa sudah ada
mendukung dana walau masih terkumpul minimal.
Menurut Anda bagaimana agar industri perfilman di Sumatera Utara semakin maju?
Semua elemen harus bersinergi, semisal pemerintahan menyediakan wadah.
Jika memang pemerintah tidak dapat menyidiakan wadah, wadah yang di
ciptakan dari masyarakat jangan di ganggu oleh pihak pemerintah apa lagi
preman setempat. (Midian Simatupang)