oleh Lembaga Kreatif pada 12 Januari 2010 jam 9:39
Datangi Dinas Pendidikan, IPM Bengklulu Tuntut UN Dihapuskan
Bengkulu – Jalan Soeprapto kemarin (05/ 01) diramaikan teriakan demostran aksi tolak Unas. Sebanyak 15 demostran menjadi perhatian pengguna jalan. Maklum mereka mengusung pamplet bertuliskan “ Tinjau kembali Sisdiknas”, Hentikan Kejahatan terhadap Dunia Pendidikan” dan Unas merupakan hantu menakutkan bagi pelajar”. Ada juga “ Ada apa dengan Unas, Unas = Pembodahan Kolektif”
Mereka tergabung dalam Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) Bengkulu. Dalam aksinya mereka menyampaikan bahwa Unas adalah bentuk pelanggaran HAM, untuk itu Unas harus dihapuskan. Kemudian recorvery mental korban Unas, menuntut kepada pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan mendesak untuk meninjau kembali system pendidikan nasional.
Sebelumnya mereka berkumpul di Kampus UMB Jalan Bali. Rombongan menuju Masjid Jamik. Kemudian menuju Jalan Soeprapto dan berhenti di Simpang Lima. Disimpang lima mereka mereka melaukan orasi. Orasi kembali dilanjutkan di Diknas Pendidikan Provinsi Bengkulu. Aksi berakhir di depan RRI dengan membacakan pernyataan sikap.
Saat berhenti di Dinas Pendidikan Provinsi Bengkulu, sebanyak 3 orang perwakilan IPM menemui pejabat Diknas. Mereka terdiri dari Ahzul Zulianto Korlap Aksi, Ketua Umum PW IPM Bengkulu Rahmat Yudhi Tofani dan Mulkan Habibi Ketua Advokasi PW IPM Bengkulu.
Perwakilan IPM ini diterima oleh Kabid Pendidikan Menegah (Dikmen) Marjon, M.Pd yang mewakili Diknas Provinsi Bengkulu Drs. Sumardi, MM. Setelah melakukan dialog kurang lebih 20 Menit perwaklilan IPM tersebut kembali membaur dengan rombongan lainnya melaukan orasi.
Demostran IPM minta Unas yang rencananya akan digelar serentak di seluruh Indonesia pada Maret 2010 ini harus dibatalkan, karena tidak sesuai dengan hasil putusan Mahkamah Agung (MA) beberapa waktu lalu. “Putusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak kasasi pemerintah dalam perkara Unas semakin mempertegas penilaian bahwa Unas memang bermasalah dan harus dievaluasi total” teriak Koordinator Lapangan Ahzul Zulianto.
Kemudian disambung Ketua Umum Pimpinan Wilayah IPM Bengkulu Rahmat Yudhi Tofani. Ia mengatakan ,Unas membuat para siswa hanya memfokuskan diri untuk terus belajar, sementara potensi dirinya yang lain tak dikembangkan secara maksimal”. “ Unas belum layak dilaksanakan karena sarana dan prasarananya belum memadai, hingga kualitas guru dan kurikulumnya yang tidak merata di setiap daerah.” Sambung Rahmat.
Unas, merupakan bentuk pelanggaran HAM karena menghilangkan hak anak untuk berkembang dan belajar dengan nyaman serta bebas tanpa tekanan mental psikologis. “ Penyelenggaraan Unas dapat menimbulkan ketidakadilan bagi daerah-daerah di Indonesia yang belum memiliki fasiltas pendidikan yang lengkap katanya.
Berulang kali IPM meneriakkan, mendesak UN dihapuskan dan meminta kepada pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Serta mematuhi Putusan Pengadilan Negri (PN) Jakarta Pusat yang dikuatkan di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dan Mahkamah Agung tentang UN. “ Kembalikan Unas kepada pendidiknya masing-masing seperti yang telah diatur oleh Undang-Undang Sisdiknas,” tegas Rahmat.
Dikatakan Rahmat, putusan MA juga mempertegas penilaian bahwa pelaksanaan unas belum merupakan prioritas dalam pembagunan pendidikan Indonesia. Ia mengakui, pada dasarnya Unas memang diperlukan oleh sebuah Negara karena merupakan tolak ukur proses pendidikan nasional.” Tapi diperlukan syarat dasar sebelum Unas dilaksanakan yakni pemenuhan terhadap standar proses pendidikan, seperti sarana dan prasarana pendidikan yang memadai, kualitas guru, kurikulum dan lainnya.” Ujarnya. (arp)
Bengkulu – Jalan Soeprapto kemarin (05/ 01) diramaikan teriakan demostran aksi tolak Unas. Sebanyak 15 demostran menjadi perhatian pengguna jalan. Maklum mereka mengusung pamplet bertuliskan “ Tinjau kembali Sisdiknas”, Hentikan Kejahatan terhadap Dunia Pendidikan” dan Unas merupakan hantu menakutkan bagi pelajar”. Ada juga “ Ada apa dengan Unas, Unas = Pembodahan Kolektif”
Mereka tergabung dalam Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) Bengkulu. Dalam aksinya mereka menyampaikan bahwa Unas adalah bentuk pelanggaran HAM, untuk itu Unas harus dihapuskan. Kemudian recorvery mental korban Unas, menuntut kepada pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan mendesak untuk meninjau kembali system pendidikan nasional.
Sebelumnya mereka berkumpul di Kampus UMB Jalan Bali. Rombongan menuju Masjid Jamik. Kemudian menuju Jalan Soeprapto dan berhenti di Simpang Lima. Disimpang lima mereka mereka melaukan orasi. Orasi kembali dilanjutkan di Diknas Pendidikan Provinsi Bengkulu. Aksi berakhir di depan RRI dengan membacakan pernyataan sikap.
Saat berhenti di Dinas Pendidikan Provinsi Bengkulu, sebanyak 3 orang perwakilan IPM menemui pejabat Diknas. Mereka terdiri dari Ahzul Zulianto Korlap Aksi, Ketua Umum PW IPM Bengkulu Rahmat Yudhi Tofani dan Mulkan Habibi Ketua Advokasi PW IPM Bengkulu.
Perwakilan IPM ini diterima oleh Kabid Pendidikan Menegah (Dikmen) Marjon, M.Pd yang mewakili Diknas Provinsi Bengkulu Drs. Sumardi, MM. Setelah melakukan dialog kurang lebih 20 Menit perwaklilan IPM tersebut kembali membaur dengan rombongan lainnya melaukan orasi.
Demostran IPM minta Unas yang rencananya akan digelar serentak di seluruh Indonesia pada Maret 2010 ini harus dibatalkan, karena tidak sesuai dengan hasil putusan Mahkamah Agung (MA) beberapa waktu lalu. “Putusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak kasasi pemerintah dalam perkara Unas semakin mempertegas penilaian bahwa Unas memang bermasalah dan harus dievaluasi total” teriak Koordinator Lapangan Ahzul Zulianto.
Kemudian disambung Ketua Umum Pimpinan Wilayah IPM Bengkulu Rahmat Yudhi Tofani. Ia mengatakan ,Unas membuat para siswa hanya memfokuskan diri untuk terus belajar, sementara potensi dirinya yang lain tak dikembangkan secara maksimal”. “ Unas belum layak dilaksanakan karena sarana dan prasarananya belum memadai, hingga kualitas guru dan kurikulumnya yang tidak merata di setiap daerah.” Sambung Rahmat.
Unas, merupakan bentuk pelanggaran HAM karena menghilangkan hak anak untuk berkembang dan belajar dengan nyaman serta bebas tanpa tekanan mental psikologis. “ Penyelenggaraan Unas dapat menimbulkan ketidakadilan bagi daerah-daerah di Indonesia yang belum memiliki fasiltas pendidikan yang lengkap katanya.
Berulang kali IPM meneriakkan, mendesak UN dihapuskan dan meminta kepada pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Serta mematuhi Putusan Pengadilan Negri (PN) Jakarta Pusat yang dikuatkan di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dan Mahkamah Agung tentang UN. “ Kembalikan Unas kepada pendidiknya masing-masing seperti yang telah diatur oleh Undang-Undang Sisdiknas,” tegas Rahmat.
Dikatakan Rahmat, putusan MA juga mempertegas penilaian bahwa pelaksanaan unas belum merupakan prioritas dalam pembagunan pendidikan Indonesia. Ia mengakui, pada dasarnya Unas memang diperlukan oleh sebuah Negara karena merupakan tolak ukur proses pendidikan nasional.” Tapi diperlukan syarat dasar sebelum Unas dilaksanakan yakni pemenuhan terhadap standar proses pendidikan, seperti sarana dan prasarana pendidikan yang memadai, kualitas guru, kurikulum dan lainnya.” Ujarnya. (arp)