Tips & Trik kali ini saya catat dan rangkum saat saya mengikuti
mata kuliah Teknik Kamera. anda bisa menggunakannya untuk kelancaran
proses kerja anda yang mungkin memang ada kaitannya atau berhubungan
dengan kamera dalam totalitas dan pekerjaan anda sehari-hari.
Jika masih ada yang perlu di tambahkan dan juga masukan buat saya
pribadi dan umumnya bagi pembaca lainnya, saya tidak menutup kemungkinan
adanya tukar informasi lebih lanjut.
Adapaun tips dan trik untuk kameraman antara lain adalah :
1. Diskusikan dan prediksikan hal yang tidak terduga yang akan
terjadi dengan team, tentang apa yang akan kamu liput terlebih dahulu
2.Rekamlah selama 10 detik gambar kosong / color bar untuk memberi batas sehingga mempermudah pencarian gambar ketika editing
3.Periksa set up audio, jangan lebih dari 0db. hal paling mudah dilakukan ialah dengan melihat audio grafik jangan sampai merah
4.Setting atmosfer / natural sound di channel 1 dan wawancara di channel 2h
5.Merekamlah dengan selektif, jangan ada gambar mubazir ato goyang
dan jangan pernah ragu2. Disiplinlah dengan star,stop dan record serta
biasakan edit by kamera
6.Diamlah ketika mengambil gambar karena audio membuat video menjadi tiga dimensi dan kamu membutuhkan suara suasana sekitar
7.Jika harus mengarahkan obyek, jangan mengarahkan sambil merekan.
Tapi arahkan dulu bila perlu memberi contoh baru rekamlah. Agar kamu
mendapat natural soundnya tanpa ada suaramu yang berisik
8.Tahan semua shoot antara 8 – 15 detik untuk mempermudah editing
9.Jangan mengulang gambar dengan obyek,komposisi dan angle yang sama.
10.Minimalis pergerakan kamera. Pergerakan kamera akan sangat indah
jika dibarengi maksud dan motivasi. Contoh : panning untuk menunjukan
luas bangunan
11.Mulailah dan akhirilah pergerakan kamera dengan still shoot 8 detik, untuk mempermudah editing
12.Merekamlah dalam sequence : wide shoot,medium,detail,variatif angle
13.Selalu gunakan tripod ketika merekam subyek yang diam
14.Selalu gunakan tripod ketika wawancara subyek yang sedang duduk
15.Jangan malas dekatilah obyek ketika mengambil gambar, minimalis zoom in karena gambar akan labil dan goyang
16.Jika subyek yang kamu wawancara melihat / sadar kamera, taruh dia tepat ditengah Close Up / Medium Close Up
17.Rubahlah angle dan perspektif seindah mungkin. Jangan perlakukan kamera seperti matamu
18.Jika subyek melihat reporter, eye level composition sangat bagus.
Gunakan aturan “nose room” and ” looking room” letakkan ujung hidungnya
tepat di tengah kamera, jangan letakkan subyek di tengah dalam komposisi
ini
19.Beritahu subyek supaya melihat reporter dan jangan pernah melihat kamera serta jangan membuat kontak mata selama merekam
20.Jika wawancara lebih dari satu subyek letakkan looking room yang berbeda antara satu subyek yang satu dengan yang lain
21.Sebagai gambar perkenalan ketika editing, rekamlah sequence perbincangan antara reporter dan subyek ( 5 – 8 angle )
22.Tebarlah pandangan jangan lengah waspadai setiap momen
23.Jadilah peramal dan prediksikan apa yang akan terjadi nanti
24.Untuk mendapat Depth Of Field yang sempurna, maksimalkan zoom in dan mainkan fokus
25.Buatlah sedikit efek untuk membuang kebosanan gambar. Change Focus
antar satu subyek ke subyek yang lain, Efek Background menjauh /
mendekat dari subyek : lakukan pergerakan track out sembari zoom in dan
sebaliknya
26.Jangan ragu untuk mengambil gambar Extrem Close Up
27.Cobalah mengedit karena dengan begitu kamu akan tahu gambar apa yang mubazir dan mana yang kamu butuhkan
Gunawan
Bagaimana seseorang menjadi cameraman?
(Bukan bagaimana menjadi seorang cameraman, lho…)
Masih lekat dalam ingatan, kala saya duduk di bangku sekolah dasar
kelas satu, saat itu tahun 1971. Belum bisa menulis apalagi membaca.
Pengalaman hari pertama bersekolah dilalui dengan banyak bermain dan
menyanyi. Hingga ada saat ibu guru yang manis itu bertanya tentang
cita-cita setiap murid.
“ Insinyuuuuuurrr…” teriak Rahman diikuti oleh beberapa temannya.
“ Saya dokter, bu Guru.” Kata Sri
“ Saya juga buuuu…” ujar murid lainnya.
Dua profesi itulah yang sering muncul saat ditanya cita cita. Dokter,
insinyur, dokter, insinyur. Tak satu pun yang berucap ingin menjadi cameraman.
Apalagi menjadi koruptor. Entah ada entah tidak, teman-teman SD saya
yang terkabul cita citanya menjadi insinyur atau dokter saat ini , saya
tidak tahu.
Sampai sekarang pun kalau kita bertanya pada siswa TK atau SD,
jawabannya nyaris sama, malah sekarang bertambah: ingin jadi Presiden.
Berkah reformasi mungkin. Nah… pertanyaannya, bagaimana seseorang bisa
memiliki profesi sebagai cameraman? Berikut adalah hasil ngobrol santai saya dengan beberapa cameraman Liputan6 SCTV.
Adi Amir Zainudin:
“ Jutaan rupiah saya keluarkan untuk belajar camera,
misalnya kursus, membeli bahan bahan, dan ikutan temen yang bekerja
sebagai freelancer cameraman. Fotografi … Awal saya mengenal camera, kebetulan juga terlibat sebagai kru film dengan jabatan asisten cameraman tahun 1998.”
Adi, demikian dia selalu dipanggil. Punya angan untuk menjadi cameraman, karena sering bertemu dan berteman dengan cameraman. Lulus dari IAIN jurusan filsafat, Adi berkesempatan mengoperasikan kamera video, saat dia bekerja di sebuah rumah produksi. Tugasnya adalah merekam obyek urban landscape, untuk program dokumenter yang ditayangkan di salah satu televisi nasional.
” Saya sangat bergairah, waktu diminta shooting sendiri. Apalagi hasilnya buat ditayangin di TV. Semangatnya sih ingin membuat hasil bagus. Tapi akhirnya saya mengerti, kalo kamera video tuh nggak segampang kamera foto. Hasilnya gak sesuai seperti yang diharapkan. Malah bos saya ngomong kalo hasilnya, gak jelas mau apa.”
Sudah dua tahun lebih Adi bergabung di Liputan 6 sebagai cameraman. Menurut Adi ada 4 hal yang harus dimiliki setiap cameraman untuk mendapatkan hasil yang baik, yakni Visual/Estetika, Audio, Alur dan Voxpop. Lebih lanjut Adi mengatakan bahwa menjadi cameraman seperti penyair membaca puisi (dengan perkataan), cameraman harus bisa berkata-kata melalui gambar hingga penonton bisa menikmati. Adi sendiri ingin menjalani hidupnya, tetap sebagai cameraman profesional.
Novrianus Barend:
“ Boro-boro punya cita cita jadi cameraman, yang ada waktu
itu adalah asal bisa kerja menghasilkan uang, dan gak mesti di televisi
kerjanya. Kebetulan waktu itu ada lowongan di SCTV di bagian teknik,
saya melamar dan diterima di divisi teknik logistik.”
Tepatnya 25 September 1996, Novri bergabung di SCTV, bertugas di
bagian teknik logistik, melayani kru liputan untuk pengambilan alat-alat
seperti kamera, tripod dll. Berkat lingkup kerjanya yang selalu
berhubungan dengan kru liputan, Novri banyak memiliki kesempatan belajar
tentang camera. Teknik pengambilan gambar ia dapat melalui ngobrol
dengan cameraman dan menonton berita.
“Waktu lihat cameraman ambil kamera untuk liputan, keren gitu lho, perasaan jadi ngiri gitu. Kapan ya saya bisa jadi cameraman?”
Satu tahun lamanya pertanyaan di atas selalu berputar-putar
dibenaknya, tidak dinyana akhirnya datang juga kesempatan Novri untuk
meliput bersama reporter. Waktu itu Koordinator cameraman kehabisan kru, padahal ada peristiwa kriminal yang harus segera diliput. Ada orang mati ditembak!!!
“Sebelum meliput sendiri, saya sering ikutan temen-temen kriminal
hunting malam, kadang kadang cameramannya kasih saya kesempatan untuk
ambil gambar. Nah waktu disutuh liputan senengnya bukan main. Apalagi
waktu tayang nama saya disebut sebagai cameramannya. Ternyata nikmatnya
lebih dari yang dibayangin. Tapi saya belum puas lihat hasil gambar
sendiri, walau koordinator bilang lumayanlah buat pemula.”
Tidak pernah merasakan pendidikan teknik kamera secara formal, makin
memicu Novri untuk terus belajar. Walau otodidak hingga kini ia telah
banyak menguasai berbagai macam skill seperti, Underwater Camera, pengiriman gambar via satelit dan VPN-IP serta editing gambar berbasis computer.
Meliput di daerah konflik seperti Aceh dan Ambon sudah sering dialami
oleh bapak dua anak ini. Bahkan saat Aceh masih dalam kondisi darurat
militer, ia sempat terjebak pada situasi kontak senjata antara TNI
dengan GAM.
“Gak ada rasa takut waktu disuruh ke Aceh, walau taruhannya
nyawa ya mau diapain, karena udah resiko pekerjaan kita. Saya selalu
ingat omongan temen-temen yang lebih senior, untuk jangan berhenti
belajar, jangan takut salah karena kalau gak pernah salah kita gak tahu
mana yang benar.”
Ketika ditanya apakah akan tetap berprofesi sebagai cameraman.
“Gak tahu deh liat nanti aja,” ujarnya sambil pergi untuk minum kopi di kantin belakang.
Daeng Tanto:
“Lulus SMA gak bisa kuliah, karena kakak saya yang dapet
jatah duluan, jadi harus tunggu tahun depan. Daripada nganggur saya
nongkrong di sanggar senirupa sambil belajar melukis dan fotografi.
Sering ketemu orang manggul kamera, jadi kepingin. Waktu itu sih
perasaan kalo jadi cameraman kayaknya udah hebat.”
Sambil kuliah jurnalistik di Surabaya, Daeng Tanto bekerja di rumah produksi sebagai lightingman, kadang ia gulung kabel, atau juga sebagai cameraboy. Selama tiga tahun pekerjaan itu dilakoni sambil terus mengasah kemampuan tentang teknik kamera.
“Pertama disuruh pegang camera, langsung tangan ini dredeg
(gemetar) takut salah. Tapi lama-lama biasa juga sih. Pas kerja di
Liputan6 juga gitu, apalagi waktu itu meliput tawuran mahasiswa, posisi
saya di tengah orang tawuran. Saking semangat campur panik jadi gak
konsentrasi sampe salah rekam, mestinya merekam justru sebaliknya. Jadi
gambarnya justru aspal sama pohon-pohon gitu.”
Keinginan Daeng Tanto saat ini adalah menjadi Video Jurnalist (VJ). Alasan pemegang gelar Sarjana Publisistik ini, pengetahuan dia mengenai dunia jurnalistik ditambah skill sebagai cameraman, cukup sebagai bekalnya menjadi seorang VJ.
“Malah kalau ada waktu dan kesempatan, saya mau ngajar, Mas!”
Dari cerita di atas bisa disimpulkan bahwa tidak mudah berprofesi sebagai cameraman, dan tidak seorang pun sejak awal ingin menjadi cameraman. Sampai suatu saat nanti, entah kapan, ketika tangan Anda harus memegang sebuah kamera dan Anda boleh berkata, ”Saya seorang Cameraman.”
Tapi saya masih berharap kelak, suatu saat saya menemukan siswa TK atau SD ketika ditanya apa cita citanya, ia menjawab: …CAMERAMAN!!!
Salam SCTV