Senin, 29 Oktober 2012
PKPA Gelar Festival Film Anak Ke-5 di Medan
MedanBisnis—Medan.
Untuk kelima kalinya, Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) kembali
menggelar kegiatan Festival Film Anak (FFA). FFA kali ini mengambil
tema Kotaku Ramah Anak. Rangkaian kegiatan FFA Ke-5 dimulai dengan
mengadakan workshop pada Sabtu-Minggu (20-21/10) di Aula BPPNFI, Jalan
Kenangan Raya, Medan.
“Berbeda dengan FFA
sebelumnya yang dilakukan secara nasional, FFA tahun ini hanya ditujukan
bagi anak dan pelajar Sumatera Utara.
Hal ini dilakukan mengingat pada kompetisi sebelumnya peserta yang berkompetisi kebanyakan berasal dari Pulau Jawa. Agar talenta-talenta sinematografi Sumatera Utara juga dapat berkembang, maka FFA kali ini fokus menyasar kepada komunitas film anak di Kota Medan dan sekitarnya,” kata Koordinator FFA yang juga Direktur Sineas Film Documentary (SFD), Onny Kresnawan.
Dia berbicara saat memberi sambutan pada pembukaan Workshop FFA. Kegiatan ini merupakan kerjasama PKPA, SFD, Media Identitas, dan Opique Pictures yang didukung oleh Kinder Not Hilfe.
Adapun tema Kotaku Ramah Anak dipilih untuk mewujudkan lingkungan yang nyaman bagi anak untuk tumbuh dan berkembang. “Melalui FFA ini, anak dapat turut menyuarakan keinginan mereka akan kota yang ramah anak,” ujar Deputi Direktur PKPA, Misran Lubis. Dia menambahkan, kota yang layak anak dapat terwujud dengan dimulai dari pecahan yang paling kecil yakni keluarga.
Seorang peserta dari Medan Magnet SMKN 10, Funny, mengaku memperoleh banyak pengetahuan lebih jauh tentang perfilman dan memberinya ide untuk tema garapan film pada FFA ke-5 ini. “Di sini kami dapat ilmu tentang film, seperti manajemen produksi, penulisan skenario, perwatakan, cara membuat skenario, stroy board, dan lainnya. Di sini kami juga bisa bertemu dengan profesional, seperti Bang Onny, Mbak Kikan, Bang Andi Hutagalung,” katanya.
Funny kagum dengan antusiasme filmaker anak yang memiliki kreasi dalam menyampaikan pesan visual. “Kami sama-sama punya ide. Hanya saja di Jawa ada yamg mendukung. Kita berharap Pemerintah Kota Medan juga mendukung dengan memberikan fasilitas khusus untuk anak-anak yang memiliki minat sinematografi,” tandasnya. Pada FFA ke-4, Funny bersama komunitas Jogal Movie SMKN 10, menyabet Juara III fiksi terbaik dan aktris terbaik untuk film bertema edukasi : “Mak, Anakmu di Langgar.”
Untuk FFA ke-5 ini, meski belum final, Funny dengan komunitasnya akan mencoba menggarap sisi lain dari persoalan anak yakni hak pendidikan yang berbenturan dengan akte kelahiran.
Workshop FFA ini diikuti 33 orang dari 14 komunitas film dan sekolah di Kota Medan. Materi yang diberikan dalam workshop antara lain manajemen produksi film, pembuatan naskah cerita, hingga editing film. Usai workshop, peserta akan diberi waktu untuk memulai proses produksi film masing-masing. Malam penganugerahan FFA ke-5 akan dilaksanakan pada 19 Desember mendatang. (rel/nurhalim)
Hal ini dilakukan mengingat pada kompetisi sebelumnya peserta yang berkompetisi kebanyakan berasal dari Pulau Jawa. Agar talenta-talenta sinematografi Sumatera Utara juga dapat berkembang, maka FFA kali ini fokus menyasar kepada komunitas film anak di Kota Medan dan sekitarnya,” kata Koordinator FFA yang juga Direktur Sineas Film Documentary (SFD), Onny Kresnawan.
Dia berbicara saat memberi sambutan pada pembukaan Workshop FFA. Kegiatan ini merupakan kerjasama PKPA, SFD, Media Identitas, dan Opique Pictures yang didukung oleh Kinder Not Hilfe.
Adapun tema Kotaku Ramah Anak dipilih untuk mewujudkan lingkungan yang nyaman bagi anak untuk tumbuh dan berkembang. “Melalui FFA ini, anak dapat turut menyuarakan keinginan mereka akan kota yang ramah anak,” ujar Deputi Direktur PKPA, Misran Lubis. Dia menambahkan, kota yang layak anak dapat terwujud dengan dimulai dari pecahan yang paling kecil yakni keluarga.
Seorang peserta dari Medan Magnet SMKN 10, Funny, mengaku memperoleh banyak pengetahuan lebih jauh tentang perfilman dan memberinya ide untuk tema garapan film pada FFA ke-5 ini. “Di sini kami dapat ilmu tentang film, seperti manajemen produksi, penulisan skenario, perwatakan, cara membuat skenario, stroy board, dan lainnya. Di sini kami juga bisa bertemu dengan profesional, seperti Bang Onny, Mbak Kikan, Bang Andi Hutagalung,” katanya.
Funny kagum dengan antusiasme filmaker anak yang memiliki kreasi dalam menyampaikan pesan visual. “Kami sama-sama punya ide. Hanya saja di Jawa ada yamg mendukung. Kita berharap Pemerintah Kota Medan juga mendukung dengan memberikan fasilitas khusus untuk anak-anak yang memiliki minat sinematografi,” tandasnya. Pada FFA ke-4, Funny bersama komunitas Jogal Movie SMKN 10, menyabet Juara III fiksi terbaik dan aktris terbaik untuk film bertema edukasi : “Mak, Anakmu di Langgar.”
Untuk FFA ke-5 ini, meski belum final, Funny dengan komunitasnya akan mencoba menggarap sisi lain dari persoalan anak yakni hak pendidikan yang berbenturan dengan akte kelahiran.
Workshop FFA ini diikuti 33 orang dari 14 komunitas film dan sekolah di Kota Medan. Materi yang diberikan dalam workshop antara lain manajemen produksi film, pembuatan naskah cerita, hingga editing film. Usai workshop, peserta akan diberi waktu untuk memulai proses produksi film masing-masing. Malam penganugerahan FFA ke-5 akan dilaksanakan pada 19 Desember mendatang. (rel/nurhalim)
sumber : http://www.medanbisnisdaily.com/
Sabtu, 27 Oktober 2012
Opique Picture Bangkitkan Film Indie Medan
Oleh Harry Yassir Elhadidy Siregar
Senin, 22 Oktober 2012 09:46
Medan, suarausu-online.com — Setelah mengalami stagnasi yang cukup lama, Opique Picture coba membangkitkan minimnya film Indie di Kota Medan. Melalui pembuatan film non dokumenter, komunitas film ini membuat inovasi dengan menghadirkan film fiksi bertema realitas sosial yang diangkat dari kondisi Kota Medan saat ini. Hal ini disampaikan M Ridho Pratama, Ketua Opique Picture saat peluncuran perdana Film Marjinal di Panti Asuhan Ade Irma Suryani Nasution, Medan, Minggu (21/10).
Ridho yang juga sutradara film tersebut menambahkan keberadaan film ini dilatarbelakangi semakin sedikitnya karya film indie dari Kota Medan beberapa tahun belakangan. Selain itu, banyak film indie Medan yang masih jauh dari yang diharapkan dari segi tema maupun kualitas. “Untuk itu kita coba terus berkarya dan berkreativitas,” katanya.
Menurutnya, pembuatan Film Marjinal ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas para pecinta film indie di Medan, baik itu pemain dan semua elemen yang ada. Ia berharap kehadiran film ini dapat memberikan pengaruh positif kepada komunitas film lainnya.
Hendri Norman, pegiat film indie dari Komunitas Matasapi Film sepakat dengan kondisi ini. Menurutnya, komunitas film indie Medan saat ini sedang mencoba bangkit dari keterpurukan. “Dua tahun ini kita coba bangkit,” ujarnya.
Sudah ada banyak film yang bagus dan meningkat kualitasnya. Tema yang diangkat juga sudah cukup baik. Namun ke depannya bisa dipilih tema yang lebih beragam lagi, seperti aksi, horor, drama atau yang lainnya. “Aku harap banyak film yang punya karakter, dan ini awal kebangkitan yang baik,” tutup Hendri.
sumber : www.suarausu-online.com/
Medan, suarausu-online.com — Setelah mengalami stagnasi yang cukup lama, Opique Picture coba membangkitkan minimnya film Indie di Kota Medan. Melalui pembuatan film non dokumenter, komunitas film ini membuat inovasi dengan menghadirkan film fiksi bertema realitas sosial yang diangkat dari kondisi Kota Medan saat ini. Hal ini disampaikan M Ridho Pratama, Ketua Opique Picture saat peluncuran perdana Film Marjinal di Panti Asuhan Ade Irma Suryani Nasution, Medan, Minggu (21/10).
Ridho yang juga sutradara film tersebut menambahkan keberadaan film ini dilatarbelakangi semakin sedikitnya karya film indie dari Kota Medan beberapa tahun belakangan. Selain itu, banyak film indie Medan yang masih jauh dari yang diharapkan dari segi tema maupun kualitas. “Untuk itu kita coba terus berkarya dan berkreativitas,” katanya.
Menurutnya, pembuatan Film Marjinal ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas para pecinta film indie di Medan, baik itu pemain dan semua elemen yang ada. Ia berharap kehadiran film ini dapat memberikan pengaruh positif kepada komunitas film lainnya.
Hendri Norman, pegiat film indie dari Komunitas Matasapi Film sepakat dengan kondisi ini. Menurutnya, komunitas film indie Medan saat ini sedang mencoba bangkit dari keterpurukan. “Dua tahun ini kita coba bangkit,” ujarnya.
Sudah ada banyak film yang bagus dan meningkat kualitasnya. Tema yang diangkat juga sudah cukup baik. Namun ke depannya bisa dipilih tema yang lebih beragam lagi, seperti aksi, horor, drama atau yang lainnya. “Aku harap banyak film yang punya karakter, dan ini awal kebangkitan yang baik,” tutup Hendri.
sumber : www.suarausu-online.com/
Jumat, 26 Oktober 2012
Premier Film Marjinal Produksi Opique Pictures & Ghoqielt Community
premier
film Marjinal Produksi Opique Pictures pada 3 nov 2012 di Pitu Cafe
Komp. Imperium I. Jalan Pinang Baris Nomor 29 , Kota Medan mulai 19.00 -
selesai.
HTM Rp 10.000 free ice tea n stiker.
menampilkan CoconutHead Indonesia
kapasitas max 250 tiket.
HTM Rp 10.000 free ice tea n stiker.
menampilkan CoconutHead Indonesia
kapasitas max 250 tiket.
sinopsis :
sekelompok anak remaja yang hidup di garis kemiskinan. melalui proses bertahan hidup sebgai pengamen di kota besar. bermodalkan mimpi terus-menerus guna menggapai mimpi membuat mereka melakukan kebersamaan susah dan senang. hanya saja himpitan ekonomi kulog yang menyebabkan gelap mata.
kulog yang tinggal bersama adik kandungnya menjadi tanggung jawabnya pula menyelesaikan pendidikan adiknya. hanya saja jalan yang di ditempuh itu salah. teman seperjuangannya pun dikorbankan. jaya teman akrabnya menjadi tipu daya muslihatnya.
hanya saja kehadiran sosok Sofy menjadi jalan keluar. cinta yang dimiliki Sofy kepada Jaya dapat menyembuhkan segalanya. dengan usaha keras hingga akhirnya mimpi-mimpinya memeluk erat mereka.
produksi : Opique pictures dan ghoqielt community
durasi : 2 jam
pemeran jaya : (Rizky Zakaria) juara jaka utama Medan 2012
penampilan spesial : (coconuthead) band reggae pertama di Medan
editor : (M Taufik pradana) editor terbaik FFA 2009
still photo shoot : (Veri Boeloe) Insan Kreatif Fotografer Medan
didukung oleh :
- sirup markisa Noerlen
- Kedekopikami
- Pitu Cafe
- Punya Medan
sekelompok anak remaja yang hidup di garis kemiskinan. melalui proses bertahan hidup sebgai pengamen di kota besar. bermodalkan mimpi terus-menerus guna menggapai mimpi membuat mereka melakukan kebersamaan susah dan senang. hanya saja himpitan ekonomi kulog yang menyebabkan gelap mata.
kulog yang tinggal bersama adik kandungnya menjadi tanggung jawabnya pula menyelesaikan pendidikan adiknya. hanya saja jalan yang di ditempuh itu salah. teman seperjuangannya pun dikorbankan. jaya teman akrabnya menjadi tipu daya muslihatnya.
hanya saja kehadiran sosok Sofy menjadi jalan keluar. cinta yang dimiliki Sofy kepada Jaya dapat menyembuhkan segalanya. dengan usaha keras hingga akhirnya mimpi-mimpinya memeluk erat mereka.
produksi : Opique pictures dan ghoqielt community
durasi : 2 jam
pemeran jaya : (Rizky Zakaria) juara jaka utama Medan 2012
penampilan spesial : (coconuthead) band reggae pertama di Medan
editor : (M Taufik pradana) editor terbaik FFA 2009
still photo shoot : (Veri Boeloe) Insan Kreatif Fotografer Medan
didukung oleh :
- sirup markisa Noerlen
- Kedekopikami
- Pitu Cafe
- Punya Medan
Senin, 22 Oktober 2012
PKPA Gelar Festival Film Anak Ke-5
Untuk kelima kalinya, Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) kembali menggelar kegiatan Festival Film Anak (FFA). FFA kali ini mengambil tema Kotaku Ramah Anak. Rangkaian kegiatan FFA Ke-5 dimulai dengan mengadakan workshop pada Sabtu-Minggu (20-21/10) di Aula BPPNFI, Jalan Kenangan Raya, Medan. Kegiatan ini merupakan kerjasama PKPA, SFD, Media Identitas, dan Opique Pictures yang didukung oleh Kinder Not Hilfe.
Berbeda dengan FFA sebelumnya yang dilakukan secara nasional, FFA tahun ini hanya ditujukan bagi anak dan pelajar Sumatera Utara. Hal ini dilakukan mengingat pada kompetisi sebelumnya peserta yang berkompetisi kebanyakan berasal dari Pulau Jawa. Agar talenta-talenta sinematografi Sumatera Utara juga dapat berkembang, maka FFA kali ini fokus untuk menyasar komunitas film anak di Kota Medan dan sekitarnya. Demikian disampaikan Onny Kresnawan, Koordinator FFA, dalam kata sambutannya pada pembukaan worksh
op FFA (20/10).
Adapun tema Kotaku Ramah Anak dipilih untuk mewujudkan lingkungan yang nyaman bagi anak untuk tumbuh dan berkembang. “Melalui FFA ini, anak dapat turut menyuarakan keinginan mereka akan kota yang ramah anak,” ujar Misran Lubis, Deputi Direktur PKPA. Lebih jauh Misran mengatakan bahwa kota yang layak anak dapat terwujud dengan dimulai dari pecahan yang paling kecil yakni keluarga.
Workshop FFA ini diikuti 33 orang dari 14 komunitas film dan sekolah di Kota Medan, diantaranya adalah WWB Production, Extreme Production, Windows Production, Medan Magnet, CMR Production, PPA MDC, Teather SMA SIM, CMN 8 Production, Semut Production, Media Creative, Cinematografi, Bisa Production, Kompaz 1 dan Kompaz 2. Materi yang diberikan dalam workshop antara lain manajemen produksi film, pembuatan naskah cerita, hingga editing film. Usai workshop, peserta akan diberi waktu untuk memulai proses produksi film masing-masing. Malam penganugerahan FFA ke-5 akan dilaksanakan pada 15 Desember mendatang.
Berbeda dengan FFA sebelumnya yang dilakukan secara nasional, FFA tahun ini hanya ditujukan bagi anak dan pelajar Sumatera Utara. Hal ini dilakukan mengingat pada kompetisi sebelumnya peserta yang berkompetisi kebanyakan berasal dari Pulau Jawa. Agar talenta-talenta sinematografi Sumatera Utara juga dapat berkembang, maka FFA kali ini fokus untuk menyasar komunitas film anak di Kota Medan dan sekitarnya. Demikian disampaikan Onny Kresnawan, Koordinator FFA, dalam kata sambutannya pada pembukaan worksh
op FFA (20/10).
Adapun tema Kotaku Ramah Anak dipilih untuk mewujudkan lingkungan yang nyaman bagi anak untuk tumbuh dan berkembang. “Melalui FFA ini, anak dapat turut menyuarakan keinginan mereka akan kota yang ramah anak,” ujar Misran Lubis, Deputi Direktur PKPA. Lebih jauh Misran mengatakan bahwa kota yang layak anak dapat terwujud dengan dimulai dari pecahan yang paling kecil yakni keluarga.
Workshop FFA ini diikuti 33 orang dari 14 komunitas film dan sekolah di Kota Medan, diantaranya adalah WWB Production, Extreme Production, Windows Production, Medan Magnet, CMR Production, PPA MDC, Teather SMA SIM, CMN 8 Production, Semut Production, Media Creative, Cinematografi, Bisa Production, Kompaz 1 dan Kompaz 2. Materi yang diberikan dalam workshop antara lain manajemen produksi film, pembuatan naskah cerita, hingga editing film. Usai workshop, peserta akan diberi waktu untuk memulai proses produksi film masing-masing. Malam penganugerahan FFA ke-5 akan dilaksanakan pada 15 Desember mendatang.
Minggu, 21 Oktober 2012
Yuk, belajar buat film
AVLI YARMAN
Kontributor WASPADA ONLINE
MEDAN - Hiruk-pikuk yang terjadi di kampus Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi “Pembangunan” (STIK-P) Medan baru-baru ini bukan berarti perkelahian melainkan bentuk apresiasi mahasiswa kampus orange itu atas pemutaran film fiksi yang digelar dalam kegiatan Diskusi Balada Orange, Jl SM Raja Medan.
Meski diguyur hujan dari sore bukan berarti melunturkan semangat mahasiswa untuk memeriahkan acara setiap malam minggu tersebut. Ya, Diskusi Balada Orange adalah kegiatan dengan visi misi membangkitkan semangat dan menciptakan rasa kekeluargaan civitas akademika kampus yang rutin melahirkan jurnalis dan praktisi humas andal.
Pada kesempatan itu, panitia memilih tema tentang film dokumenter dan fiksi dengan harapan merangsang mahasiswa mampu membuat sekaligus melahirkan generasi baru pembuat film. Selain pemutaran film dan hiburan musik ala akustik, Balada Orange juga mengundang komunitas film di Kota Medan, Opique Pictures, menampilkan karyanya.
Acara diawali dengan menampilkan narasumber yang sudah malang melintang di dunia broadcast semasa aktif sebagai reporter di salah satu televisi swasta nasional. Suprapti Indah Putri atau lebih dikenal Putri Bakri tak lain adalah dosen sekaligus Puket II STIK-P dan mantan reporter MetroTV. Kepada mahasiswa, Putri berbagi cerita dan ilmu dalam pengambilan gambar yang baik diselingi pengalamannya saat menjadi salah satu reporter.
Banyak kisah lucu dan menarik yang sesekali mengundang tawa mahasiswa, namun ada juga dukanya saat mengemban tugas tersebut. Setelah itu, narasumber lain dari Opique Pictures diwakili M Taufik Pradana.
Sekretaris merangkap humas komunitas yang terbentuk 9 Januari 2008 silam itu mengatakan telah melahirkan puluhan film dokumenter maupun fiksi yang dinahkodai M Ridho Pratama. Taufik juga memaparkan sedikit tentang sejarah film dokumenter dan menampilkan film “Gak Belok Lagi”, menceritakan pergaulan anak muda zaman sekarang yang melampaui kodratnya sebagai perempuan dengan menyukai sesama jenis sebelum akhirnya bertaubat dan kembali ke kehidupan normal.
“Menjadi seorang sutradara film dokumenter atau fiksi tidaklah sulit, asalkan serius, sabar, dan jeli dalam mengambil gambar, membuat naskah serta edit gambar. Pokoknya, nggak sulit buat film dokumenter, asal benar-benar ditekuni,” ucapnya menambahkan dalam waktu dekat akan memproduksi film fiksi terbaru berjudul Marjinal.
Tak mau kalah, mahasiswa STIK-P juga menampilkan film “Potret Kehidupan” menceritakan tentang seorang pemuda yang ingin melanjutkan kuliahnya namun terbentur biaya. Sebagai informasi, film buatan anak STIK-P ini menjuarai kompetisi Young Magazine 2010 di Medan.
Congrats ya buat anak-anak STIK-P dan Balada Orange… Kami tunggu karya-karya selanjutnya.
Editor: AUSTIN ANTARIKSA
sumber : www.waspada.co.id/
Kontributor WASPADA ONLINE
MEDAN - Hiruk-pikuk yang terjadi di kampus Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi “Pembangunan” (STIK-P) Medan baru-baru ini bukan berarti perkelahian melainkan bentuk apresiasi mahasiswa kampus orange itu atas pemutaran film fiksi yang digelar dalam kegiatan Diskusi Balada Orange, Jl SM Raja Medan.
Meski diguyur hujan dari sore bukan berarti melunturkan semangat mahasiswa untuk memeriahkan acara setiap malam minggu tersebut. Ya, Diskusi Balada Orange adalah kegiatan dengan visi misi membangkitkan semangat dan menciptakan rasa kekeluargaan civitas akademika kampus yang rutin melahirkan jurnalis dan praktisi humas andal.
Pada kesempatan itu, panitia memilih tema tentang film dokumenter dan fiksi dengan harapan merangsang mahasiswa mampu membuat sekaligus melahirkan generasi baru pembuat film. Selain pemutaran film dan hiburan musik ala akustik, Balada Orange juga mengundang komunitas film di Kota Medan, Opique Pictures, menampilkan karyanya.
Acara diawali dengan menampilkan narasumber yang sudah malang melintang di dunia broadcast semasa aktif sebagai reporter di salah satu televisi swasta nasional. Suprapti Indah Putri atau lebih dikenal Putri Bakri tak lain adalah dosen sekaligus Puket II STIK-P dan mantan reporter MetroTV. Kepada mahasiswa, Putri berbagi cerita dan ilmu dalam pengambilan gambar yang baik diselingi pengalamannya saat menjadi salah satu reporter.
Banyak kisah lucu dan menarik yang sesekali mengundang tawa mahasiswa, namun ada juga dukanya saat mengemban tugas tersebut. Setelah itu, narasumber lain dari Opique Pictures diwakili M Taufik Pradana.
Sekretaris merangkap humas komunitas yang terbentuk 9 Januari 2008 silam itu mengatakan telah melahirkan puluhan film dokumenter maupun fiksi yang dinahkodai M Ridho Pratama. Taufik juga memaparkan sedikit tentang sejarah film dokumenter dan menampilkan film “Gak Belok Lagi”, menceritakan pergaulan anak muda zaman sekarang yang melampaui kodratnya sebagai perempuan dengan menyukai sesama jenis sebelum akhirnya bertaubat dan kembali ke kehidupan normal.
“Menjadi seorang sutradara film dokumenter atau fiksi tidaklah sulit, asalkan serius, sabar, dan jeli dalam mengambil gambar, membuat naskah serta edit gambar. Pokoknya, nggak sulit buat film dokumenter, asal benar-benar ditekuni,” ucapnya menambahkan dalam waktu dekat akan memproduksi film fiksi terbaru berjudul Marjinal.
Tak mau kalah, mahasiswa STIK-P juga menampilkan film “Potret Kehidupan” menceritakan tentang seorang pemuda yang ingin melanjutkan kuliahnya namun terbentur biaya. Sebagai informasi, film buatan anak STIK-P ini menjuarai kompetisi Young Magazine 2010 di Medan.
Congrats ya buat anak-anak STIK-P dan Balada Orange… Kami tunggu karya-karya selanjutnya.
Editor: AUSTIN ANTARIKSA
sumber : www.waspada.co.id/