MEDAN-Santika Premiere Dyandra Hotel & Convention mendukung program
pemerintah yakni “Aku Cinta Film Indonesia” dimana Kementrian Pariwisata
dan Ekonomi Kreatif menggelar workshop dan pemutaran film dengan
menghadirkan sineas muda Indonesia.
Acara yang berlangsung pada
18 Desember 2012 ini mendapat sambutan hangat dari para undangan yang
berprofesi sebagai sutradara dan produser film.
Public Relation
Manager, Gledy Simanjuntak mengatakan pihak Santika Premiere Dyandra
sangat antuasias sewaktu pihak Indonesia Kreatif yang ditunjuk
Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menyambangi Santika Premiere
Dyandra untuk mengadakan acara workshop dan pemutaran film.
“Santika
Premiere Dyandra ingin berpartisipasi dengan meningkatkan event-event
anak muda seperti ini di Ulos Café, sehingga masyarakat kota Medan bisa
lebih tergerak membuat karya yang berkualitas”, ujar Gledy.
Workshop
dan pemutaran film ini berkonsentrasi pada film nominator piala Citra
FFI besuutan Sammaria Simanjuntak. Acara yang dihadiri puluhan peserta
itu turut menghadirkan sutradara dan produser film Medan Rius Suhendra,
sineas lokal dari Tofique Picture dan pengamat film Medan dr. Daniel.
Film
berjudul “Demi Ucok” ini mendapat respon luar biasa dan mendapat 8
nominasi di FFI, antara lain Film Terbaik, Sutradara Terbaik, Penulis
Cerita Asli Terbaik, Penulis Skenario Terbaik, Pengarah Artistik
Terbaik, Penata Suara Terbaik, Pemeran Utama Wanita Terbaik, dan Pemeran
Pendukung Wanita Terbaik yang akhirnya mendapat juara. Oleh majalah
Tempo, film ini disebut sebagai salah satu film Indonesia terbaik tahun
ini.
Selain berbicara banyak mengenai proses pembuatan film Demi
Ucok, pada kesempatan yang sama juga diputar dua film pendek Sammaria
berjudul “Emit” dan “Pengakuan Acun”. Keduanya telah mendapat pengakuan
di ajang penghargaan film indie di Eropa. Juga diputar film pendek karya
sineas lokal Opique Pictures berjudul “Gak Belok Lagi”.
Yang
tidak kalah menarik ialah diskusi tentang film lokal Medan. Rius
Suhendra, sutradara film “Golden Egg” bercerita bagaimana proses
mendapatkan sponsor. Film berbahasa Hokkien itu juga mendapat respon
yang luar biasa dari kalangan penikmat film lokal dengan penjualan
keping DVD sebanyak 200.000. Keuntungan film juga cukup fantastis,
mencapai Rp 400 juta.
Pengamat film Medan, dr. Daniel yang hadir
sebagai narasumber dadakan mengatakan, sebenarnya ada banyak
orang-orang kreatif di industri film lokal Medan. Sayangnya, para sineas
masih sering terkendala dalam hal biaya produksi. Alhasil, banyak ide
pembuatan film yang tidak terwujud.
Taufik Pasaribu dari Opique
Pictures mengakui kendala itu. “Cara yang sering kami lakukan untuk
mendapatkan dana ialah dengan bekerjasama dengan sejumlah pihak yang
terlibat di film. Kami juga melakukan pemutaran film gaya layar tancap
untuk mendapatkan kontribusi dari penonton.”
Sammaria
menambahkan menganggap upaya mendatangi penonton seperti yang dilakukan
Rius dan Taufik merupakan salah satu cara indie mengatasi biaya produksi
yang besar. “Beda dengan produser film mainstream, sineas indie memang
harus lebih agresif ke penonton,” katanya.
Tri Damayanto dari
Indonesia Kreatif, selaku pelaksana event ini mengatakan, event ini
dilakukan berkaitan dengan program Kemenparekra “Aku Cinta Film
Indonesia” yang telah diluncurkan belum lama ini. “Film Indonesia itu
bukan hanya film berbahasa Indonesia, bisa juga film berbahasa lokal
dengan mengetengahkan kedekatan budaya lokal,” katanya. Film ini seperti
ini, kata Tri, masih memiliki peluang besar untuk digarap para sineas
Indonesia.
sumber : http://www.investor.co.id/