DEDI RIONO
WASPADA ONLINE
FILM indie, kebanyakan orang menganggap merupakan film yang nggak bermutu. Memang sih, kadang kualitas gambarnya tidak begitu sempurna dan masih banyak kekurangan. Tapi itu bukan alasan untuk menganggap film indie nggak bermutu.
Sebagai sebuah karya independen, film indie dalam proses pembuatannya membutuhkan suatu perjuangan berat, guna menghasilkan sebuah karya yang murni idealis, tanpa disisipi pesan komersil.
Para pembuat film (sineas) indie dari berbagai kota di tanah air telah banyak menunjukkan aktivitas berkaryanya. Tak ada keharusan bagi para sineas itu untuk terlebih dahulu mendalami teknik-teknik sinematografi.
Sesuai semangat independen, tak perlu ada ketergantungan pada teori-teori pembuatan film yang telah mapan. Melihat kilas balik pergerakan film pendek atau film independen dapat dimulai dari awalnya, yakni tahun 70-an, ketika berdirinya Dewan Kesenian Jakarta-Taman Ismail Marzuki (DKJ-TIM) dan pendidikan film pertama di Indonesia.
Dari aktivitas lomba dan gencarnya DKJ-TIM mengadakan pekan film pendek dan alternatif, memunculkan gerakan pertama oleh anak-anak muda yang menamakan diri “Sinema Delapan’. Sayangnya, gerakan ini tidak dapat bertahan lama.
Namun, di tengah keterbatasan produksi sebuah film indie, sering kali muncul keraguan para sineas film indie mau dikemanakan karya mereka? Apakah mereka harus berpuas diri kerja kreatif mereka hanya akan memenuhi rak di kamar kontrakan?
Screening atau pemutaran film baik mandiri atau melalui media yang sudah ada mungkin langkah awal yang dapat dilakukan. Banyak komunitas film yang mencoba membuat mediasi melalui jalur ini. Hal ini seperti yang dilakukan komunitas OASE yang terdiri dari mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi “Pembangunan” (STIK-P) Medan. Mereka berupaya eksis sebagai media screening bagi film-film indie anak negeri.
Tepatnya pada Sabtu lalu, komunitas OASE kembali memutar film indie untuk ketiga kalinya dengan mengundang komunitas lain untuk mengkritisi melalui diskusi seputar tema atas ide kreatif film yang telah diputar.
Tak hanya Medan, beberapa film yang diputar juga berasa dari sineas asal Surabaya, Yogyakarta, Bandung dan Jakarta. Sedikitnya lima karya film diputar oleh OASE. Tiga film produksi sineas Medan serta dua lagi berasal dari Surabaya.
Dari Medan yaitu, Kos4n SajaH, Ilham-Golap serta Opique Picture. Masing-masing berjudul “Petaka 30 Detik”, “BLT” dan “Dari Hati”. Untuk produksi sineas Surabaya: Self Produce serta Kopi Production dengan masing-masing berjudul “The Otherside” dan “Siapa Suruh Jadi Wartawan ”
Pemutaran film indie tersebut ternyata mendapat antusiasme tinggi dari berbagai komunitas film di Medan, mahasiswa, pelajar dan masyarakat sekitar lingkungan kampus Oranye STIK-P.
“Kegiatan ini adalah bentuk dukungan kita terhadap karya-karya film indie di tanah air. Terima kasih kepada Ketua STIK-P Hj Ida Tumengkol BComm MHum dan Puket III Austin Antariksa SSos yang telah mendukung kami. Mari kita dukung terus eksistensi film indie sebagai cikal bakal film Indonesia yang lebih bermutu,” ujar Ketua Panpel, Maslim Piliang.