YUMEI PUBLISHER
085374006318
Kapitalisasi
industri film komersial mengakibatkan film- film indie semakin
tersingkir posisinya di dunia seni perfilman. Padahal banyak nilai-
nilai sosial seperti nilai budaya , agama ,dan sebagainya yang bisa
diangkat dari film ini. Ditambah lagi , film indie memiliki warna dan
keunikan tersendiri yang saat ini sudah jarang ditemui dalam film-film
komersial.
Kondisi ini diakui juga oleh salah seorang editor komunitas pembuat
film Indie “Opique Picture” yaitu Muhammad Taufik yang biasa disapa
Opik. Namun , menurutnya hal ini tidak membuat semangat mereka menjadi
turun untuk menghasilkan karya-karya baru. Hal ini terbukti dengan
lebih dari 50 buah film yang telah mereka hasilkan di usia Opique
Picture yang masih 4 Tahun terbentuk. Kisah perjalanan komunitas ini
juga tidak mudah. Dengan menggunakan MP4 yang memiliki kamera 2MP-lah
mereka memulai aksi kreatifnya. “Bagi kami bukan alat perekam yang
menjadikan sebuah film itu menarik atau bagus, tetapi ide pengambilan
gambar dan alur cerita yang bervariasilah faktor terpentingnya”, tegas
Opik . Hal ini terbukti dengan prestasi-prestasi yang mereka raih baik
lokal maupun nasional.
Ketika di temui di kampusnya , Opik yang
saat ini menjadi mahasiswa Ilmu Komunikasi USU, juga berbagi pengalaman
tentang prestasi yang telah mereka raih. Diantaranya adalah: tahun 2008
Opik dinobatkan menjadi sutradara terbaik film pendek berjudul “Global
Never Warming “yang diselenggarakan Lembaga Sosial Masyarakat Pusat
kajian Perlindungan Anak (LSM PKPA), kemudia Tahun 2009 masuk ke dalam
kategori editor terbaik dengan judul “Gulung Uang” Tetap di tahun yang
sama kembali meraih Juara II skrip berjudul “Memulung Cita-Cita
“diselenggarakan oleh Festival Film Anak (FFA) pada hari anak nasional.
Di tahun ketiga mereka , tahun 2010 menempati Juara II film dokumnter
berskala nasional dalam ajang Festival Film Anak (FFA) dengan judul
“Museum Sejarah Yang Terlupakan” dan di Tahun 2011 meraih juara III
film dokumenter berskala nasional dalam ajang Festival Jurnalistik
Nasional dan Media Expo yang diselenggarakan Departemen Komunikasi FISIP
USU dengan judul “Kelas Berdinding Angin”.
“Sampai saat ini
kebanyakan kami memutar hasil karya kami masih di dalam ruang lingkup
sempit seperti kampus atau kalangan sendiri. Hal ini karna film indie
tidak memiliki pasar di Medan dan juga harus kita akui apresiasi
masyarakat pada film Indie Medan juga masih kurang,” tambah Opick lagi.
Hal ini sangat disayangkan mengingat banyak film-film indie yang
kualitasnya sudah diakui lewat festival-festival film baik nasional
maupun internasional. Dan sebenarnya film-film itu bisa untuk memberikan
angin segar bagi penikmat film yang mulai bosan dengan suguhan film
bertema horor plus pornografi yang marak di bioskop. Harus kita akui,
kehadiran komunitas- komunitas kreatif ini memang sangat kita harapkan
untuk dapat menjadi wadah bagi kawula muda di kota Medan ini dalam
mengembangkan talenta yang mereka miliki..
sumber : http://waspada.co.id/