Komersialisasi Berita-Berita Kriminal
Program-program berita kriminal di Indonesia semakin marak! Jangan ditanya mengapa, karena mungkin tidak ada yang tahu. Jangan ditanya apa alasan pengambilan gambar dan penyuntingan gambarnya sedemikian gamblang, karena mungkin tidak ada yang perduli. Yang ada hanyalah pertanyaan di kepala, mengapa program-program berita dengan cara penayangan seperti yang selama ini kita saksikan masih dilanjutkan?
Penyajian berita-berita kriminal tanpa memperdulikan etika penyiaran ini akan berhenti bila korban pembunuhan atau bunuh diri adalah keluarga tercinta pemilik televisi, para pemimpin redaksi dan para jurnalis baik yang sedang di rumah maupun di kantor yang sedang menikmati makan siang.
Kepekaan Kita dan Anak-anak
Silahkan bertanya pada diri sendiri. Apakah kepekaan kita terhadap kejahatan semakin lama semakin longgar? Apa yang menjadi penyebabnya? Jika tayangan berita kriminal dalam sejumlah program yang sengaja dikhususkan untuk berita seperti inilah penyebabnya, mengapa kita selalu diam. Bukankah kebiasaan menonton program seperti ini bisa merusak kepekaan kita terhadap arti hidup?
Jika orang dewasa saja bisa merasa jengah, bagaimana dengan anak-anak kita? Mereka mungkin bisa menganggap tindakan kejahatan seperti pembunuhan dan bunuh diri adalah hal yang wajar. Membunuh kepekaan anak-anak ini sama halnya dengan menenggelamkan masa depan bangsa ini kedalam kegelapan.
Saya sering membayangkan negara ini mempunyai asosiasi orang tua penonton televisi Indonesia yang pada waktu tertentu mengadakan diskusi nasional. Diskusi dihadiri oleh presiden, para orang-tua, pemilik televisi, pemimpin redaksi dan representatif dari AC Nielson. Akan baik sekali jika kemudian diskusi nasional ini ditayangkan ulang dihadapan para jurnalis televisi pembuat berita-berita kriminal semena-mena ini. Nah, dipenghujung acara dibacakanlah nominasi program berita kriminal paling mantap.
Komersialisasi
Yang lebih mengganggu adalah program-program berita tersebut diberi judul yang menurut saya dibuat-buat. Pemilihan slot penayangan juga pada siang hari, sekitar menjelang hingga tengah hari. Ada tiga hal mengapa pengelola usaha televisi melakukan hal ini. Pertama, mereka sangat sadar bahwa televisi merupakan sumber utama hiburan rata-rata bangsa kita. Kedua, tengah hari ada jam yang tepat untuk menonton televisi bagi masyarakat pekerja. Ketiga adalah hukum supply and demand. Ada pasokan karena ada permintaan.
Mengapa orang menonton berita-berita kriminal? Banyak artikel yang menjabarkan alasan orang tertarik mendengar atau menonton berita kriminal. Ini bukan hal yang baru. Rasa takut bisa dihibur, digelitik dan ini bisa menjadi lahan bisnis. Wahana menyeramkan di Dufan semakin seram dan semakin banyak dikunjungi demikian juga dengan pemakaian obat-obatan psikotropika.
Siapa sebenarnya pelaku kriminal persoalan ini? Apakah justru pemilik-pemilik televisi dan para pemimpin redaksi? Jika memang bukan mereka mengapa berita-berita itu tetap seperti itu? Untuk mendramatisir sebuah berita, banyak stasiun televisi sengaja mengambil stock gambar dan melatarbelakangi berita itu dengan musik atau lagu.
School for Broadcast Media berusaha memerangi praktik-praktik seperti ini. Dalam setiap pelatihan baik di stasiun televisi nasional maupun di SBM kami selalu menekankan bahwa integritas dan tanggungjawab kita sebagai jurnalis harus tetap dipertahankan. SBM telah meluluskan sekitar 400 siswa dengan pesan ini. Beberapa institusi pendidikan yang setuju dan menerapkannya adalah Fakultas Kriminologi UI dan Fakultas Broadcast STIKOM IMA.
Jurnalisme Televisi
Richard V Ericson, profesor University of British Columbia, Canada, dalam bukunya “How Jurnalists Visualize Fact” mengatakan bahwa gambar-gambar dalam program-program berita khususnya berita-berita kriminal sengaja dibuat sedemikian rupa untuk meningkatkan rasa percaya bahwa itu adalah fakta. Praktik komunikasi seperti ini mengaburkan perbedaan antara fakta, nilai, informasi, pengetahuan dan literary properties.
“How Journalists Visualize Fact”
Richard V. Ericson is principal of Green College and professor of Sociology and Law, University of British Columbia.
Abstract: Fact is a product of the communication practice of journalists. Journalists rarely have the resources or acces to penetrate their sources’ imformational worlds to establish facts independently. Moreover, the norms of objectivity in journalism often preclude efforts to establish facts independent of sources’ accoutns. Therefore, journalists visualize the fact value of a story on the basis of a source’s fake value as an authoritative, normative witnesss to event.s While television visuals offers a greater capacity for believalibility, the need for an orderly visual narrative leads to staged news, evens, retakes, reenactments, use of stock footage, and other fakes. These communication practices blur distinctions between fact, value, information, and knowledge and have literary properties. Like literary fiction, news requires the willing suspension of disbelief in order to have its knowledge accepted. This important literary character of news may be fading as the news institution breaks down into segmented markets and specialized information services.
BAHASA JURNA LISTIK INDONESIA
Oleh Goenawan Mohamad
PENGANTAR
Bahasa jurnalistik sewajarnya didasarkan atas kesadaran terbatasnya ruangan dan waktu. Salah satu sifat dasar jurnalisme menghendaki kemampuan komunikasi cepat dalam ruangan serta waktu yang relatif terbatas. Meski pers nasional yang menggunakan bahasa Indonesia sudah cukup lama usianya, sejak sebelum tahun 1928 (tahun Sumpah Pemuda), tapi masih terasa perlu sekarang kita menuju suatu bahasa jurnalistik Indonesia yang lebih efisien. Dengan efisien saya maksudkan lebih hemat dan lebih jelas. hemat dan jelas ini penting buat setiap reporter, dan lebih penting lagi buat editor. Di bawah ini diutarakan beberapa fasal, diharapkan bisa diterima para (calon) wartawan dalam usaha kita ke arah efisien penulisan.
Penghematan diarahkan ke penghematan ruangan dan waktu. Ini bisa dilakukan di dua lapisan: (1) unsur kata, dan (2) unsur kalimat.
Unsur Kata
1. Beberapa kata Indonesia sebenarnya bisa dihemat tanpa mengorbankan tatabahasa dan jelasnya arti.Misalnya:
agar supayaagar, supaya
akan tetapi tapi
apabila bila
sehingga hingga
meskipun meski
walaupun walau
tidak tak (kecuali diujung kalimat atau berdiri sendiri)
2. Kata daripada atau dari pada juga sering bisa disingkat jadi dari. Misalnya:
”Keadaan lebih baik dari pada zaman sebelum perang”, menjadi ”Keadaan lebih baik dari sebelum perang”. Tapi mungkin masih janggal mengatakan: ”Dari hidup berputih mata, lebih baik mati berputih tulang”.
3. Ejaan yang salah kaprah justru bisa diperbaiki dengan menghemat huruf.
Sjah sah
khawatir kuatir
akhli ahli
tammat tamat
progressive progresif
effektif efektif
4. Beberapa kata mempunyai sinonim yang lebih pendek. Misalnya:
kemudian=lalu
makin=kian
terkejut=kaget
sangat=amat
demikian=begitu
sekarang=kini
Catatan:
Dua kata yang bersamaan arti belum tentu bersamaan efek, bahasa bukan hanya soal perasaan. Dalam soal memilih sinonim yang telah pendek memang perlu ada kelonggaran, dengan mempertimbangkan rasa bahasa.
Penghematan diarahkan ke penghematan ruangan dan waktu. Ini bisa dilakukan di dua lapisan: (1) unsur kata, dan (2) unsur kalimat. Penghematan Unsur Kalimat (1) Lebih efektif dari penghematan kata ialah penghematan melalui struktur kalimat.
Banyak contoh pembikinan kalimat dengan pemborosan kata.
1. Pemakaian kata yang sebenarnya tak perlu, di awal kalimat: Misalnya:
”Adalah merupakan kenyataan, bahwa percaturan politik internasional berubah-ubah setiap zaman”. (Bisa disingkat: ”Merupakan kenyataan, bahwa …..”).
”Apa yang dinyatakan Wijoyo Nitisastro sudah jelas”. (Bisa disingkat: ”Yang dinyatakan Wijoyo Nitisastro……”).
2. Pemakaian apakah atau apa (mungkin pengaruh bahasa daerah) yang sebenarnya bisa ditiadakan: Misalnya:
”Apakah Indonesia akan terus tergantung pada bantuan luar negeri”? (Bisa disingkat: ”Akan terus tergantungkah Indonesia…..”).
Baik kita lihat, apa(kah) dia di rumah atau tidak”. (Bisa disingkat: ”Baik kita lihat, dia di rumah atau tidak”).
3. Pemakaian dari sebagai terjemahan of (Inggris) dalam hubungan milik sebenarnya bisa ditiadakan; juga daripada. Misalnya:
”Dalam hal ini pengertian dari Pemerintah diperlukan”. (Bisa disingkat: ”Dalam hal ini pengertian Pemerintah diperlukan”.
”Sintaksis adalah bagian daripada tatabahasa”. (Bisa disingkat: ”Sintaksis adalah bagian tatabahasa”).
4. Pemakaian untuk sebagai terjemahan to (Inggris) yang sebenarnya bisa ditiadakan Misalnya:
”Uni Soviet cenderung untuk mengakui hak-hak India”. (Bisa disingkat: ”Uni Soviet cenderung mengakui……”).
”Pendirian semacam itu mudah untuk dipahami”. (Bisa disingkat: ”Pendirian semacam itu mudah dipahami”).
”GINSI dan Pemerintah bersetuju untuk memperbaruhi prosedur barang-barang modal”. (Bisa disingkat: ”GINSI dan Pemerintah bersetuju memperbaruhi…….”).
Catatan:
Dalam kalimat: ”Mereka setuju untuk tidak setuju”, kata untuk demi kejelasan dipertahankan.
5. Pemakaian adalah sebagai terjemahan is atau are (Inggris) tak selamanya perlu: Misalnya:
”Kera adalah binatang pemamah biak”. (Bisa disingkat ”Kera binatang pemamah biak”).
Catatan:
Dalam struktur kalimat lama, adalah ditiadakan, tapi kata itu ditambahkan, misalnya dalam kalimat: ”Pikir itu pelita hati”. Kita bisa memakainya, meski lebih baik dihindari. Misalnya kalau kita harus menterjemahkan ”Man is a better driver than woman”, bisa mengacaukan bila disalin: ”Pria itu pengemudi yang lebih baik dari wanita”.
6. Pembubuhan akan, telah, sedang sebagai penunjuk waktu sebenarnya bisa dihapuskan, kalau ada keterangan waktu. Misalnya:
”Presiden besok akan meninjau pabrik ban Goodyear”. (Bisa disingkat: ”Presiden besok meninjau pabrik….”).
”Tadi telah dikatakan ……..” (Bisa disingkat: ”Tadi dikatakan.”).
”Kini Clay sedang sibuk mempersiapkan diri”. (Bisa disingkat: Clay mempersiapkan diri”).
Penghematan diarahkan ke penghematan ruangan dan waktu. Ini bisa dilakukan di dua lapisan: (1) unsur kata, dan (2) Unsur Kalimat.
Penghematan Unsur Kalimat
7. Pembubuhan bahwa sering bisa ditiadakan: Misalnya:
”Gubernur Ali Sadikin membantah desas-desus yang mengatakan bahwa ia akan diganti”.
”Tidak diragukan lagi bahwa ialah orangnya yang tepat”. (Bisa disingkat: ”Tak diragukan lagi, ialah orangnya yang tepat”.).
Catatan: Sebagai ganti bahwa ditaruhkan koma, atau pembuka (:), bila perlu.
8. Yang, sebagai penghubung kata benda dengan kata sifat, kadang-kadang juga bisa ditiadakan dalam konteks kalimat tertentu. Misalnya:
”Indonesia harus menjadi tetangga yang baik dari Australia”. (Bisa disingkat: ”Indonesia harus menjadi tetangga baik Australia”).
”Kami adalah pewaris yang sah dari kebudayaan dunia”.
9. Pembentukan kata benda (ke + ….. + an atau pe + …. + an) yang berasal dari kata kerja atau kata sifat, kadang, kadang, meski tak selamanya, menambah beban kalimat dengan kata yang sebenarnya tak perlu. Misalnya:
”Tanggul kali Citanduy kemarin mengalami kebobolan”. (Bisa dirumuskan: ”Tanggul kali Citanduy kemarin bobol”).
”PN Sandang menderita kerugian Rp 3 juta”. (Bisa dirumuskan: ”PN Sandang rugi Rp 3 juta”).
”Ia telah tiga kali melakukan penipuan terhadap saya” (Bisa disingkat: ”Ia telah tiga kali menipu saya”).
Ditandaskannya sekali lagi bahwa DPP kini sedang memikirkan langkah-langkah untuk mengadakan peremajaan dalam tubuh partai”. Bisa dirumuskan: ”Ditandaskannya sekali lagi, DPP sedang memikirkan langkah-langkah meremajakan tubuh partai”).
10. Penggunaan kata sebagai dalam konteks ”dikutip sebagai mengatakan” yang belakangan ini sering muncul (terjemahan dan pengaruh bahasa jurnalistik Inggris & Amerika), masih meragukan nilainya buat bahasa jurnalistik Indonesia. Memang, dalam kalimat yang memakai rangkaian kata-kata itu (bahasa Inggrisnya ”quoted as saying”) tersimpul sikap berhati-hati memelihat kepastian berita.
Kalimat ”Dirjen Pariwisata dikutip sebagai mengatakan……” tak menunjukkan Dirjen Pariwisata secara pasti mengatakan hal yang dimaksud; di situ si reporter memberi kesan ia mengutipnya bukan dari tangan pertama, sang Dirjen Pariwisata sendiri.
Tapi perlu diperhitungkan mungkin kata sebagai bisa dihilangkan saja, hingga kalimatnya cukup berbunyi: ”Dirjen Pariwisata dikutip mengatakan…..”.
Bukankah masih terasa kesan bahwa si reporter tak mengutipnya dari
tangan pertama? Lagipula, seperti sering terjadi dalam setiap mode baru, pemakaian sebagai biasa menimbulkan ekses. Misalnya:
Ali Sadikin menjelaskan tetang pelaksanaan membangun proyek miniatur Indonesia itu sebagai berkata: ”Itu akan dilakukan dalam tiga tahap”. Kata sebagai dalam berita itu samasekali tak tepat, selain boros.
11. Penggunaan dimana, kalau tak hati-hati, juga bisa tak tepat dan boros. Dimana sebagai kataganti penanya yang berfungsi sebagai kataganti relatif muncul dalam bahasa Indonesia akibat pengaruh bahasa Barat.
1) Dr. C. A. Mees, dalam “Tatabahasa Indonesia” (G. Kolff & Co., Bandung, 1953 hal. 290-294) menolak pemakaian dimana. Ia juga menolak pemakaian pada siapa, dengan siapa, untuk diganti dengan susunan kalimat Indonesia yang ”tidak meniru jalan bahasa Belanda”, dengan mempergunakan kata tempat, kawan atau teman. Misalnya:
”orang tempat dia berutang” (bukan: pada siapa ia berutang); ”orang kawannya berjanji tadi” (bukan: orang dengan siapa ia berjanji tadi). Bagaimana kemungkinannya untuk bahasa jurnalistik?
2) Misalnya: ”Rumah dimana saya diam”, yang berasal dari ”The house where I live in”, dalam bahasa Indonesia semula sebenarnya cukup berbunyi: ”Rumah yang saya diami”. Misal lain:
”Negeri dimana ia dibesarkan”, dalam bahasa Indonesia semula berbunyi: ”Negeri tempat ia dibesarkan”.
Dari kedua misal itu terasa bahasa Indonesia semula lebih luwes, kurang kaku. Meski begitu tak berarti kita harus mencampakkan kata dimana sama sekali dari pembentukan kalimat bahasa Indonesia. 1) hanya sekali lagi perlu ditegaskan: penggunaan dimana, kalau tak hati-hati, bisa tak tepat dan boros. Saya ambilkan 3 contoh ekses penggunaan dimana dari 3 koran:
Kompas, 4 Desember 1971:
”Penyakit itu dianggap berasal (dan disebarkan) oleh serdadu-serdadu Amerika (GI) dimana konsentrasi besar mereka ada di Vietnam”.
Sinar Harapan, 24 November 1971:
”Pihak Kejaksaan Tinggi Sulut di Menado dewasa ini sedang menggarap 9 buah perkara tindak pidana korupsi, dimana ke-9 buah perkara tsb. sudah dalam tahap penuntutan, selainnya masih dalam pengusutan.”
Abadi, 6 Desember 1971:
”Selanjutnya dinyatakan bahwa keadaan ekonomi dan moneter dunia dewasa ini masih belum menentu, dimana secara tidak langsung telah dapat mempengaruhi usaha-usaha pemerintah di dalam menjaga kestabilan, baik untuk perluasan produksi ekonomi dan peningkatan ekspor”.
Dalam ketiga contoh kecerobohan pemakaian dimana itu tampak: kata tersebut tak menerangkan tempat, melainkan hanya berfungsi sebagai penyambung satu kalimat dengan kalimat lain. Sebetulnya masing-masing bisa dirumuskan dengan lebih hemat:
”Penyakit itu dianggap berasal (dan disebarkan) serdadu-serdadu Amerika (GI), yang konsentrasi besarnya ada di Vietnam”.
”Pihak Kejaksaan Tinggi Sulut di Menado dewasa ini menggarap 9 perkara tindak pidana korupsi. Ke-9 perkata tsb. sebagian sudah dalam tahap penuntutan, selainnya (sisanya) masih dalam pengusutan”.
Perhatikan: Kalimat itu dijadikan dua, selain bisa menghilangkan dimana, juga menghasilkan kalimat-kalimat pendek. ”dewasa ini sedang” cukup jelas dengan ”dewasa ini”. kata ”9 buah” bisa dihilangkan ”buah”-nya sebab kecuali dalam konteks tertentu, kata penunjuk-jenis (dua butir telor, 5 ekor kambing, 7 sisir pisang) kadang-kadang bisa ditiadakan dalam bahasa Indonesia mutahir.
”Selanjuntya dinyatakan bahwa keadaan ekonomi dan moneter dewasa ini masih belum menentu. Hal ini (atau lebih singkat: Ini) secara tidak langsung telah dapat …. dst”.
Perhatikan: Kalimat dijadikan dua. Kalimat kedua ditambahi Hal ini atau cukup Ini diawalnya.
12. Dalam beberapa kasus, kata yang berfungsi menyambung satu kalimat dengan kalimat lain sesudahnya juga bisa ditiadakan, asal hubungan antara kedua kalimat itu secara implisit cukup jelas (logis) untuk menjamin kontinyuitas. Misalnya:
”Bukan kebetulan jika Gubernur menganggap proyek itu bermanfaat bagi daerahnya. Sebab 5 tahun mendatang, proyek itu bisa menampung 2500 tenaga kerja setengah terdidik”. (Kata sebab diawal kalimat kedua bisa ditiadakan: hubungan kausal antara kedua kalimat secara implisit sudah jelas).
”Pelatih PSSI Witarsa mengakui kekurangan-kekurangan di bidang logistik anak-anak asuhnya. Kemudian ia juga menguraikan perlunya perbaikan gizi pemain” (Kata kemudian diawal kalimat kedua bisa ditiadakan; hubungan kronologis antara kedua kalimat secara implisit cukup jelas).
Tak perlu diuraikan lebih lanjut, bahwa dalam hal hubungan kausal dan kronologi saja kata yang berfungsi menyambung dua kalimat yang berurutan bisa ditiadakan. Kata tapi, walau atau meski yang mengesankan ada yang yang mengesankan adanya perlawanan tak bisa ditiadakan.
Kejelasan
Setelah dikemukakan 16 pasal yang merupakan pedoman dasar penghematan dalam menulis, di bawah ini pedoman dasar kejelasan dalam menulis. Menulis secara jelas membutuhkan dua prasyarat:
1. Si penulis harus memahami betul soal yang mau ditulisnya, bukan juga pura-pura paham atau belum yakin benar akan pengetahuannya sendiri.
2. Si penulis harus punya kesadaran tentang pembaca.
Memahami betul soal-soal yang mau ditulisnya berarti juga bisa menguasai bahan penulisan dalam suatu sistematik. Ada orang yang sebetulnya kurang bahan (baik hasil pengamatan, wawancara, hasil bacaan, buah pemikiran) hingga tulisannya cuma mengambang. Ada orang yang terlalu banyak bahan, hingga tak bisa membatasi dirinya:
menulis terlalu panjang. Terutama dalam penulisan jurnalistik, tulisan kedua macam orang itu tak bisa dipakai. Sebab penulisan jurnalistik harus disertai informasi faktuil atau detail pengalaman dalam mengamati, berwawancara dan membaca sumber yang akurat. Juga harus dituangkan dalam waktu dan ruangan yang tersedia.
Lebih penting lagi ialah kesadaran tentang pembaca. Sebelum kita menulis, kita harus punya bayangan (sedikit-sedikitnya perkiraan) pembaca kita: sampai berapa tinggi tingkat informasinya? Bisakah tulisan saya ini mereka pahami? Satu hal yang penting sekali diingat: tulisan kita tak hanya akan dibaca seorang atau sekelompok pembaca tertentu saja, melainkan oleh suatu publik yang cukup bervariasi dalam tingkat informasi.
Pembaca harian atau majalah kita sebagian besar mungkin mahasiswa, tapi belum tentu semua tau sebagian besar mereka tahu apa dan siapanya W. S. Renda atau B. M. Diah. Menghadapi soal ini, pegangan penting buat penulis jurnalistik yang jelas ialah: buatlah tulisan yang tidak membingungkan orang yang yang belum tahu, tapi tak membosankan orang yang sudah tahu. Ini bisa dicapai dengan praktek yang sungguh-sungguh dan terus-menerus.
Sebuah tulisan yang jelas juga harus memperhitungkan syarat-syarat
teknis komposisi:
tanda baca yang tertib.
ejaan yang tidak terlampau menyimpang dari yang lazim dipergunakan
atau ejaan standard.
pembagian tulisan secara sistematik dalam alinea-alinea.
Cukup kiranya ditekankan perlunya disiplin berpikir dan menuangkan pikiran dalam menulis, hingga sistematika tidak kalang-kabut, kalimat-kalimat tidak melayang kesana-kemari, bumbu-bumbu cerita tidak berhamburan menyimpang dari hal-hal yang perlu dan relevan.
Menuju kejelasan bahasa, ada dua lapisan yang perlu mendapatkan perhatian:
Unsur kata
Unsur kalimat
Kejelasan Unsur Kata
1. Berhemat dengan kata-kata asing. Dewasa ini begitu derasnya arus istilah-istilah asing dalam pers kita. Misalnya: income per capita, Meet the Press, steam-bath, midnight show, project officer, two China policy, floating mass, program-oriented, floor-price, City Hall, upgrading, the best photo of the year, reshuffle, approach, single, seeded dan apa lagi. Kata-kata itu sebenarnya bisa diterjemahkan, tapi dibiarkan begitu saja. Sementara diketahui bahwa tingkat pelajaran bahasa Inggris sedang merosot, bisa diperhitungkan sebentar lagi pembaca koran Indonesia akan terasing dari informasi, mengingat timbulnya jarak bahasa yang kian melebar. Apalagi jika diingat rakyat kebanyakan memahami bahasa Inggris sepatah pun tidak.
Sebelum terlambat, ikhtiar menterjemahkan kata-kata asing yang relatif mudah diterjemahkan harus segera dimulai. Tapi sementara itu diakui: perkembangan bahasa tak berdiri sendiri, melainkan ditopang perkembangan sektor kebudayaan lain. Maka sulitlah kita mencari terjemahan lunar module feasibility study, after-shave lotion, drive-in, pant-suit, technical know-how, backhand drive, smash, slow motion, enterpeneur, boom, longplay, crash program, buffet dinner, double-breast, dll., karena pengertian-pengertian itu tak berasal dari perbendaharaan kultural kita. Walau begitu, ikhtiar mencari salinan Indonesia yang tepat dan enak (misalnya bell-bottom dengan ”cutbrai”) tetap perlu.
2. Menghindari sejauh mungkin akronim. Setiap bahasa mempunyai akronim, tapi agaknya sejak 15 tahun terakhir, pers berbahasa Indonesia bertambah-tambah gemar mempergunakan akronim, hingga sampai hal-hal yang kurang perlu.
Akronim mempunyai manfaat: menyingkat ucapan dan penulisan dengan cara yang mudah diingat.
Dalam bahasa Indonesia, yang kata-katanya jarang bersukukata tunggal dan yang rata-rata dituliskan dengan banyak huruf, kecenderungan membentuk akronim memang lumrah. ”Hankam”, ”Bappenas”, ”Daswati”, ”Humas” memang lebih ringkas dari ”Pertahanan & Keamanan” ”Badan Perencanaan Pembangunan Nasional”, ”Daerah Swantantra Tingkat” dan ”Hubungan Masyarakat”.
Tapi kiranya akan teramat membingungkan kalau kita seenaknya saja membikin akronim sendiri dan terlalu sering. Di samping itu, perlu diingat: ada yang membuat akronim untuk alasan praktis dalam dinas (misalnya yang dilakukan kalangan ketentaraan), ada yang membuat akronim untuk bergurau, mengejek dan mencoba lucu (misalnya di kalangan remaja sehari-hari: ”ortu” untuk ”orangtua”; atau di pojok koran: ”keruk nasi” untuk ”kerukunan nasional”) tapi ada pula yang membuat akronim untuk menciptakan efek propaganda dalam permusuhan politik (misalnya ”Manikebu” untuk ”Manifes Kebudayaan”, ”Nekolim” untuk ”neo-kolonialisme”. ”Cinkom” untuk ”Cina Komunis”, ”ASU” untuk ”Ali Surachman”).
Bahasa jurnalistik, dari sikap objektif, seharusnya menghindarkan akronim jenis terakhir itu. Juga akronim bahasa pojok sebaiknya dihindarkan dari bahasa pemberitaan, misalnya ”Djagung” untuk ”Djaksa Agung”, ”Gepeng” untuk ”Gerakan Penghematan”, ”sas-sus” untuk ”desas-desus”.
Saya tak bermaksud memberikan batas yang tegas akronim mana saja yang bisa dipakai dalam bahasa pemberitaan atau tulisan dan mana yang tidak. Saya hanya ingin mengingatkan: akronim akhirnya bisa mengaburkan pengertian kata-kata yang diakronimkan, hingga baik yang mempergunakan ataupun yang membaca dan yang mendengarnya bisa terlupa akan isi semula suatu akronim. Misalnya akronim ”Gepeng” jika terus-menerus dipakai bisa menyebabkan kita lupa makna ”gerakan” dan ”penghematan” yang terkandung dalam maksud semula, begitu pula akronim ”ASU”. Kita makin lama makin alpa buat apa merenungkan kembali makna semula sebelum kata-kata itu diakronimkan.
Sikap analitis dan kritis kita bisa hilang terhadap kata berbentuk akronim itu, dan itulah sebabnya akronim sering dihubungkan dengan bahasa pemerintahan totaliter dan sangat penting dalam bahasa Indonesia.
Kejelasan Unsur Kalimat
Tapi seperti halnya dalam asas penghematan, asas kejelasan juga lebih efektif jika dilakukan dalam struktur kalimat. Satu-satunya untuk itu ialah dihindarkannya kalimat-kalimat majemuk yang paling panjang anak kalimatnya; terlebih-lebih lagi, jika kalimat majemuk itu kemudian bercucu kalimat.
Pada dasarnya setiap kalimat yang amat panjang, lebih dari 15-20 kata, bisa mengaburkan hal yang lebih pokok, apalagi dalam bahasa jurnalistik. Itulah sebabnya penulisan lead (awal) berita sebaiknya dibatasi hingga 13 kata. Bila lebih panjang dari itu, pembaca bisa kehilangan jejak persoalan. Apalagi bila dalam satu kalimat terlalu banyak data yang dijejalkan. Contoh:
”Harian Kami”, 4 Desember 1971:
”Sehubungan dengan berita ‘Harian Kami’ tanggal 25 November 1971 hari Kamis berjudul: ‘Tanah Kompleks IAIN Ciputat dijadikan Objek Manipulasi’ (berdasarkan keterangan pers dari Hamdi Ajusa, Ketua Dewan Mahasiswa IAIN Djakarta) maka pada tanggal 28 November jbl. di Kampus IAIN tersebut telah diadakan pertemuan antara pihak Staf JPMII (Jajasan Pembangunan Madrasah Islam & Ihsan – Perwakilan Ciputat) dengan Hamdi Ajusa mewakili DM IAIN dengan maksud untuk mengadakan ‘clearing’ terhadap berita itu.”
Kalimat itu terdiri dari 60 kata lebih. Sebagai pembaca, saya memerlukan dua kali membacanya untuk memahami yang ingin dinyatakan sang wartawan. Pada pembacaan pertama, saya kehilangan jejak perkara yang disajikan di hadapan saya. Ini artinya suatu komunikasi cepat tak tercapai. Lebih ruwet lagi soalnya jika bukan saja pembaca yang kehilangan jejak dengan dipergunakannya kalimat-kalimat panjang, tapi juga si penulis sendiri.
Pedoman, 4 Desember 1971:
”Selama tour tersebut sambutan masyarakat setempat di mana mereka mengadakan pertunjukan mendapat sambutan hangat.”
Perhatikan: Penulis kehilangan subjek semula kalimatnya sendiri, yakni sambutan masyarakat setempat. Akibatnya kalimat itu berarti, ”yang mendapat sambutan hangat ialah sambutan masyarakat setempat.”
Sinar Harapan, 22 November 1971:
”Di kampung-kampung kelihatan lebaran lebih bersemarak, ketupat beserta sayur dan sedikit daging semur, opor ayam ikut berlebaran. Dari rumah yang satu ke rumah yang lain, ketupat-ketupat tersebut saling mengunjungi dan di langgar-langgar, surau-surau ramai pula ketupat-ketupat, daging semur, opor ayam disantap bersama oleh mereka.”
Perhatikan: Siapa yang dimaksud dengan kata ganti mereka dalam kalimat itu? Si penulis nampaknya lupa bahwa ia sebelumnya tak pernah menyebut ”orang-orang kampung”. Mengingat dekat sebelum itu ada kalimat ketupat-ketupat tersebut saling mengunjungi dan kalimat surau-surau ramai pula ketupat-ketupat, kalimat panjang itu bisa berarti aneh dan lucu: ”daging semur, opor ayam disantap bersama oleh ketupat-ketupat.
=========================================================================
U jAVC MEDIA to ASTRO – Script Record for Video | ||||
Activity | Komplotan Pencopet | No of tapes: 2 | ||
Venue | Aksi para pencopet | Date 2008 | ||
Participants | Penjara untuk yang amatir | |||
Video by | Imam Rizky-k | Prepared by Translated by | Imam Rizky-k | |
Photo by | | Tel | 0856 1655 229 | |
Script by | Teguh Irawan | rizky_bgtlah@yahoo.com | ||
Editor | Iswanto & Rizky-k | Episode & Duration | 01 – 30 menit | |
Detak Jakarta Menggungkap Pristiwa | Tape No:DJ_20080125_000306_TA_R01P |
OBB – DETAK JAKARTA
LEAD TV PRESENTER :
SALAM JUMPA PEMIRSA/ KEMBALI ANDA SAKSIKAN PROGRAM DETAK JAKARTA// SEPERTI BIASA/ DETAK JAKARTA HADIR MEMBERIKAN BERAGAM BERITA JAKARTA AKTUAL DAN VAKTUALI// SAYA YUNI MUSTIKASARI MENGUNGKAP PRISTIWA//
TRIGER – DETAK JAKARTA
LEAD TV PRESENTER :
APA YANG TERLINTAS DI BENAK KITA/ JIKA SESAMA PENUMPANG TRANSPOTASI/ ADA SEGROMBOLAN PENCOPET YANG MEMANFAATKAN DESAKAN DAN KEPANIKAN PENUMPANG KETIKA MENAIKI TRANSPOTASI UMUM JAKARTA// DENGAN SERAGAM DAN PENAMPILAN MENYERUPAI PARA PENUMPANG LAINYA// TERNYATA DIANTARA DARI MEREKA MENGGASAK DOMPET DAN HP PARA PENUMPANG// BAGAIMANAKAH PENCOPET ANGUTAN MENJALANKAN AKSINNYA// MODUS APA YANG DILAKUKAN// DETAK JAKARTA AKAN MENELUSURINYA//
TISER LIPUTAN : >>NEXT>>
VIDEO SEGMENT 1
VIDEO LIPUTAN : >> NEXT >>
( SUREALISME PUITIK )
VOICE OVER
MODUS PENCOPETAN MERAKA TERBILANG BARU/ YAKNI MENGINCAR KELENGAHAN PENUMPANG SAAT KERETA API BERHENTI MENDADAK//
PERISTIWA INI TERJADI DI SEKITAR PASAR KERAJI/ TEPATNYA 100 METER SEBELUM MEMASUKI STASIUN KRANJI/ BEKASI// KERETA API REL LISTRIK JURUSAN BEKASI-STASIUN KOTA TIBA-TIBA BERHENTI MENDADAK SEHINGGA MEMBUAT PENUMPANG PANIK// SAAT ITULAH KETIGA PENCOPET TADI BERAKSI MENGASAK ISI TAS DAN DOMPET PARA PENUMPANG YANG LENGAH//
SOUND BITE
( SY – PENCOPET ) 00:25:44:16 – 00:27:05:20 NEXT >> INTER CUT
SAYA MEMANFAATKAN ANAK JALANAN UNTUK MEMPERLANCAR AKSI SAYA/ BIYASANYA ANAK JALANAN TIDAK BEGITU MENCOLOK UNTUK MELAKUKAN PENARIKAN REM TUAS KRL// KETIKA REM TUAS DITARIK DAN KRL BERHENTI MENDADAK/ PARA PENUMPANG PANIK/ SAAT KEPANIKAN ITULAH SAYA MEMANFAATKAN KESEMPATAN ITU/ SAYA BERAKSI DENGAN KEDUA TEMAN SAYA/ DAN DIBANTU ANAK-ANAK JALANAN//
VOICE OVER
SEPANDAI-PANDAINYA BAJING MELOMPAT/ AKHIRNYA BISA TERJATUH JUGA/ ISTILAH INI DIGUNAKAN UNTUK PARA PENCOPET YANG TERTANGKAP// PERBUATAN MEREKA KEPERGOK PETUGAS DAN LANGSUNG MENANGKAPNYA BERIKUT BARANG BUKTI 60 DOMPET DAN BEBERAPA HP//
SOUND BITE
( SY – PENCOPET ) 00:29:15:09 – 00:30:15:20
DENGAN CARA INI/ KERJA SAYA TIDAK MENJADI SIA-SIA/ MASALAHNYA DENGAN KEADAAN KRL YANG NORMAL/ SAYA HANYA BISA MENDAPAT PALING SEDIKIT 60 DOMPET SETIAP HARINYA/ DAN 13 HP PALING SEDIKITNYA// HASIL ITU SAYA BAGI DENGAN ANAK JALANAN YANG TELAH MEMPELANCAR AKSI SAYA//
VOICE OVER
AKSI MEREKA DI INI TERGOLONG UNIK/ KARENA SETIAP AKSINYA DIBANTU OLEH ANAK-ANAK JALANAN YANG MENARIK TUAS REM DARURAT KERETA API// SEHINGGA KERETA API BERHENTI MENDADAK/
SOUND BITE
( AD – ANAK JALANAN ) 00:42:35:09 – 00:50:15:20
SAYA CUMA BANTU-BANTU AJA/ MASALAHNYA CUMA DI SURUH TARIK REM TUAS SAJA// SETELAH KRL BERHENTI SAYA LANGSUNG KABUR KE GERBONG LAIN//
SOUND BITE
( SY – PENCOPET ) 00:30:15:09 – 00:31:15:20
SAYA JUGA KADANG-KADANG MENGAJARI ANAK JALANAN UNTUK MENCOPET// DAN SAYA JUGA BILANG SAAT PENUMPANG SUDAH PANIK/ JIKA ADA KESEMPATAN SEGERA BERAKSI//
VOICE OVER
MODUS PARA PENCOPET INI MEMANG TERLIHAT UNIK/ TETAPI DENGAN MENGHALALKAN SEGALA CARA DARI MEREKA/ BISA FATA AKIBATNYA// PASALNYA KETIKA REM TUAS KRL DITARIK MENDADAK/ DAN KRL SECARA-TIBA0TIBA DIBERHENTIKAN/ AKAN MENGAKIBATKAN ANJLOKNYA KRL// DAN YANG LEBIH MEMBAHAYAKAN KEMBALI/ KRL YANG BERADA DIBELAKANGNYA BISA MENABRAK RANGKAYAN KRL YANG DIBERHENTIKAN TADI//
SOUND BITE
( SUKIMAN PETUGAS STASIUN KRANJI ) 00:20:48:09 – 00:23:15:20
SANGAT FATAL UNTUK KESELAMATAN PENUMPANG PERKERETA APIAN/ MASALAHNYA KORBANYA BUKAN HANYA KRL YANG DIBERHENTIKAN SECARA MENDADAK/ TETAPI PARA PENUMPANG KRL LINNYA// SEMUA LALULINTAS PERKERETA APIAN JUGA BISA TERGANGGU AKIBAT ULAH ORNG-ORANG YANG MEMANFAATKAN KEPENTINGANYA SENDIRI//
VOICE OVER
MODUS INI SUDAH SERING TERJADI BEBERAPA KALI/ DAN SUDAH BEBERAPA DARI MEREKA YANG TERTANGKAP/ NAMUN TIDAK MEMBUAT DARI MEREKA JENGAH//
SEGMENT 2
LEAD TV PRESENTER :
TINGKAT KEJAHATAN YANG SANGAT TINGGI DI IBU KOTA/ MEMBUAT KITA HARUS LEBIH HATI-HATI// BIS YANG KOSONG DAN TERLALU RAMAI/ TIDAK MEMBUAT PARA SANG AKSI KEHABISAN AKAL//
VIDEO SEGMENT 2
TISER LIPUTAN : >>NEXT>>
VIDEO LIPUTAN : >> NEXT >>
( SUREALISME PUITIK )
VOICE OVER
BIS YANG KOSONG DAN TERLALU RAMAI SAMA BAHAYANYA// PARA KOMPLOTAN INI TIDAK KEHABISAN AKAL DAN CARA/ BERBAGAI MACAM DAN MODUS OPERANDI AKANMEREKA LAKUKAN/ WALAUPUN SANGAT BERESIKO// TAK PANDANG BULU UNTUK MENGASAK PARA KORBANYA/ BAIK WANITA ATAUPUN LAKI-LAKI/ BAHAKAN TENTARAPUN MEREKA COPET//
PARA PENCOPET ADA YANG BENAR-BENAR MENGUNAKAN TRIK DAN BAHKAN MENGUNAKAN HIPNOTIS//
SOUND BITE
( RAGIL MAHASISWI ) 00:20:48:09 – 00:245:20
SAYA PERNAH MELIHAT AKSI PENCOPET NAIK BIS DI TERMINAL BLOK-M YANG BARU TERISI 3-4 ORANG DI ATASNYA/ JIKA ADA YANG DIANGGAP MANGSA POTENSIAL/ GROMBOLAN PENCOPET AKAN MENGIKUTI CALON KORBANYA// DIMAN CALON KORBANYA DUDUK/ GROMBOLAN AKAN MENGEPUNG// SALAH SATU COBA MENARIK PERHATIAN DENGAN MENJATUHKAN UANG ATAU BARANG ATAU BAHKAN MENAWARKAN SESUATU// TUJUANYA AGAR PERHATIAN SI CALON KORBAN TERPECAH. BEGITU PERHATIAN TERBAGI/ ADA YANG BERAKSI// SETELAH AKSI SUKSES/ SI PELAKU UMUMNYA DIAM DAN MELEMPARKAN HASILNYA KE TEMANYA// GILIRAN TEMANYA YANG LAIN MEMBUAT TABIR// CARANYA BISA MEMBUAT GADUH/ BERTERIAK-TERIAK ATAU APA SAJA UNTUK MENGALIHKAN/ BAHKAN MEMARAHI SI KORBAN//
VOICE OVER
BANYAK CARA YANG DI LAKUKAN PARA GEROMBOLAN COPET INI// SEMUA ITU HANYA UNTUK MENDAPATKAN BARANG INCARANYA/ APA LAGI SI KORBAN YANG TELAH DI IKUTI DARI ALAT PENGAMBILAN MESIN UANG ( ATM ) //
SOUND BITE
( CICI PEGAWAI SWASTA ) 00:20:48:09 – 00:245:20
WAKTU ITU SAYA SEHABIS MENGAMBIL ATM DI SAMPING TERMINAL BIS BLOK-M/ KEMUDIAN SAYA LANGSUNG PULANG NAIK BIS 57 JURUSAN BLOK-M KP. RAMBUTAN/ SAYA TIDAK SADAR KALO ORANG DEKET SAYA DI BIS ITU AKAN MENCOPET SAYA// TERNYATA SAYA TELAH DIIKUTI SEMENJAK DARI ATM TADI// SAAT SAYA TURUN DARI BIS UWANG LOGAMAN TERCECER DI JALAN/ SAYA MASIH BELUM SADAR KALO ITU TERNYATA ADALAH UANG SAYA/ DAN SAYA PERHATIKAN LAGI TERNYATA TAS SAYA SUDAH ROBEK/ SEPERTI DISAYAT DENGAN BENDA TAJAM// DAN SAYA PERIKSA DOMPET SAYA SUDAH LENYAP/ MANA SEMUA UWANG ITU GAJI SAYA BEKERJA//
VOICE OVER
AKSI PARA PENCOPET TIDAK PERNAH PANDANG BULU/ WALAUPUN KEBANYAKAN DARI MEREKA SUDAH SERING TERTANGKAP/ NAMUN MEREKA TIDAK PERNAH JERA UNTUK MENJALANKAN PROFESINYA SEBAGAI PENCOPET//
SOUND BITE
( SY PENCOPET ) 00:20:48:09 – 00:245:20
SAYA MENCOPET KIRA-KIRA SUDAH 15 TAHUN/ DAN SAYA TERTANGKAP SUDAH TIDAK TERHITUNG LAGI// MUNGKIN SUDAH LEBIH DARI 50 KALI// DAN TERTANGKAP MASA KIRA0KIRA SUDAH LEBIH DARI 10 KALI/ BAHKAN SAYA PERNAH MAU DI BAKAR OLEH MASA/ TAPI UNTUNG ADA POLISI// SAAT SAYA DI TANGKAP POLISI PALING LAMA YAH KURANG LEBIH 3 BULAN/ DAN PALING CEPAT 1 BULAN SUDAH KELUAR LAGI//
LEAD TV PRESENTER :
APA YANG SESUNGGUHNYA DILAKUKAN OLEH APARAT KITA PADA PENCOPET INI// DAN BAGAI MANA MENAGANI PENCOPET YANG KIAN BANYAK DI SETIAP LINTAS JALAN// APAKAN MASYARAKAT AKAN MERASA AMAN/ KETIKA PETUGAS KEAMANAN DI TAMBAH//
>>TISER LIPUTAN>>
VIDEO SEGMENT 3
VOICE OVER
PENJARA NAMPAKNYA BUKAN TEMPAT YANG TEPAT UNTUK PARA YANG AMATIR// DI PENJARA/ BAGI YANG AMATIR AKAN BELAJAR TRIK DAN MODUS BARU/ SEPERTI SEKOLAH/ MUNGKINKAH PARA AKSI KEJAHATAN TIDAK AKAN MERASA JERA KETIKA/ BOGAM MENTAH MENGHAMPIRI TUBUHNYA/ DAN MUNGKINKAH MREKA TIDAK MERASA TAKUT UNTUK MASUK PENJARA/ KARNA PENJARA ADALAH SEKOLAH LAMA BAGI MEREKA YANG SUDAH PERNAH MERASAKANYA//
SOUND BITE
( DG, PENGHUNI BPENJARA ) 00:20:48:09 – 00:245:20
SEBENARNYA PENJARA ITU TEMPAT ORANG-ORANG YANG DI HUKUM KARENA KESALAHANYA// TETAPI ANGGAPAN ITU KETIKA ADA PARA PETUGAS// SETELAH PETUGAS PERGI/ KAMAR SEL ADALAH TEMPAT REONI DAN BELAJAR BAGI TEMAN-TEMAN SEPENDERITAAN//
SOUND BITE
( ROBIN S, POLISI ) 00:20:48:09 – 00:245:20
ORANG-ORANG YANG ADA DI SINI KEBANYAKAN MELAKUKAN TINDAKAN KEJAHATAN// KEJAHATAN YANG MEREKA LAKUKAN KEBANYAKAN/ PERAMPASAN/ PENODONGAN/ PENCOPETAN/ NARKOBA/ PENCOPETAN/ DAN TINDAKAN KRIMINAL LIANYA// SETIAP JENIS DAN TIPE KEJAHATANYA/ DISINI DIPISAHKAN KAMAR TAHANANYA//
HUKUMAN YANG MEREKA JALANI SELAMA DISINI/ MEMBERSIHKAN LINGKUNGAN KANTOR RESERSE/ KAMARMANDI DAN LAIN-LAIN// KALO DARI MEREKA SALING BERTUKAR FIKIRAN SAYA TIDAK TAU JUGA YAH//
VOICE OVER
JAKARTA KOTA METRO POLITAN TERNYATA JAKARTA KOTA YANG BELUM AMAN DARI PARA AKSI TINDAK KEJAHATAN/ PEREKONAOMIAN YANG MAKIN TERPURUK/ MENINGKATNYA TINDAKAN KRIMINALITAS/ BERBAGAI OPERANDI SETIAP HARINYA MAKIN BERTAMBAH//
LEAD TV PRESENTER :
SEBAGAI MASYARAKAT KITA SANGAT MEMBUTUHKAN KEAMANAN DAN KETENTRAMAN/ MASYARAKAT AKAN MERASA AMAN APABILA TINGKAT KEJAHATAN DI JALAN SUDAH TIDAK ADA LAGI// AKANKANKAH MASYARAKAT JAKARTA BISA MERASAKAN KEAMANAN DISETIAP PENJURU JALAN// SAYA YUNI MUSTIKA SARI DAN CREW YANG BERTUGAS UNDUR DIRI/ SAKSIKAN TERUS DETAK JAKARTA DENGAN BRITA-BERITA YANG AKTUAL DAN VAKTUAL HANYA ASTRO TV//
sumber : http://rizkybroadcaster.wordpress.com/