Teks: Tonggo Simangunsong | Foto: Opique Pictures | Editor: Intan Larasati
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi
Kreatif menggelar sosialisasi Aku Cinta Film Indonesia (ACFI) dan
pemutaran film pendek dengan menghadirkan sineas muda Indonesia,
Sammaria Simanjuntak dan peraih piala Citra FFI 2012, Mak Gondut, di
Kafe Ulos, Selasa (18/12). Acara yang dihadiri puluhan peserta itu turut
menghadirkan sutradara dan produser film Medan Rius Suhendra, sineas
lokal dari Opique Picture dan pengamat film Medan, dr. Daniel.
Pertumbuhan industri film lokal Medan
memang kini ibarat cendawan di musim hujan. Banyak sineas muda
bermunculan karena peluang di industri ini kian menjanjikan. namun, tak
sedikit yang terkendala dalam hal biaya produksi dan jalur distribusi.
Sammaria Simanjuntak ialah salah sineas indie yang berhasil menembus
kesulitan itu dengan memproduseri film berjudul “Demi Ucok” dengan
sistem co-produser. Caranya dengan memberikan kesempatan kepada orang
sebanyak-banyaknya untuk menjadi co-produser hanya dengan berkontribusi
sebesar Rp 100.000.
“Banyak sineas yang terkendala buat film
karena biaya produksi yang besar. Namun, percayalah, ada banyak cara
selain yang dilakukan produser-produser film mainstream. Ini saya
lakukan di film terbaru saya ‘Demi Ucok’, yang ternyata membuahkan
hasil,” kata Sammaria.
Film itu sebenarnya berkisah sederhana.
Seorang ibu, diperankan oleh Mak Gondut—yang tak lain adalah ibu dari
Sammaria—divonis berumur setahun lagi oleh dokter. Konflik muncul ketika
putrinya masih terobsesi membuat film senilai Rp 1 miliar. Padahal,
sang ibu menginginkan putrinya agar menikah segera. “Ibu akan memberimu
satu miliar, asaaaaalllll, kau menikah dengan Batak,” kata sang ibu.
Namun, sang putri yang diperankan
Geraldine Sianturi tetap ngotot ingin memproduksi film, walau bagaimana
pun caranya untuk mendapatkan biaya produksi yang begitu besar. Konflik
ini dibalut dengan adegan-adegan realis namun penuh unsur tawa. Asal
tahu saja, “Semua tim produksi hampir semua tidak punya basic di film. Termasuk ibu saya. Itu menjadi kendala terberatnya, men-direct ibu sendiri,” ujar Sammaria seraya tertawa lepas.
Film ini mendapat respon luar biasa, dan
juga mendapat 8 nominasi di FFI. Antara lain Film Terbaik, Sutradara
Terbaik, Penulis Cerita Asli Terbaik, Penulis Skenario Terbaik, Pengarah
Artistik Terbaik, Penata Suara Terbaik, Pemeran Utama Wanita Terbaik,
dan Pemeran Pendukung Wanita Terbaik. Oleh majalah Tempo, film
ini disebut sebagai salah satu film Indonesia terbaik tahun ini. Di
ajang FFI 2012, Mak Gondut pun diganjar penghargaan Pemeran Pendukung
Wanita Terbaik.
Selain berbicara banyak mengenai proses
pembuatan film Demi Ucok, pada kesempatan yang sama juga diputar dua
film pendek Sammaria berjudul “Emit” dan “Jupe”. Keduanya telah mendapat
pengakuan di ajang penghargaan film indie di Eropa. Juga diputar film
pendek karya sineas lokal Opique Pictures berjudul “Nggak Belok Lagi”.
Yang tidak kalah menarik ialah diskusi
tentang film lokal Medan. Rius Suhendra, sutradara film “Golden Egg”
bercerita bagaimana proses mendapatkan sponsor. Film berbahasa Hokkien
itu juga mendapat respon yang luar biasa dari kalangan penikmat film
lokal dengan penjualan DVD sebanyak 200 ribu keping. Keuntungan film
juga cukup fantastis, mencapai Rp 400 juta.
Pengamat film Medan, dr. Daniel yang
hadir sebagai narasumber dadakan mengatakan, sebenarnya ada banyak
orang-orang kreatif di industri film lokal Medan. Sayangnya, para sineas
masih sering terkendala dalam hal biaya produksi. Alhasil, banyak ide
pembuatan film yang tidak terwujud.
Taufik Pasaribu dari Opique Pictures
mengakui kendala itu. “Cara yang sering kami lakukan untuk mendapatkan
dana ialah dengan bekerjasama dengan sejumlah pihak yang terlibat di
film. Kami juga melakukan pemutaran film gaya layar tancap untuk
mendapatkan kontribusi dari penonton.”
Sammaria menganggap upaya mendatangi
penonton seperti yang dilakukan Rius dan Taufik merupakan salah satu
cara indie mengatasi biaya produksi yang besar. “Beda dengan produser
film mainstream, sineas indie memang harus lebih agresif ke penonton,”
katanya.
Tri Damayantho dari Indonesia Kreatif,
selaku pelaksana mengatakan, event ini dilakukan berkaitan dengan
program Kemenparekraf “Aku Cinta Film Indonesia” yang telah diluncurkan
belum lama ini. “Film Indonesia itu bukan hanya film berbahasa
Indonesia, bisa juga film berbahasa lokal dengan mengetengahkan
kedekatan budaya lokal,” katanya. Film ini seperti ini, kata Tri, masih
memiliki peluang besar untuk digarap para sineas Indonesia.
sumber : http://www.indonesiakreatif.net/