Komunitas Film Sumut Gelombang Baru Perfilman Indonesia yang membawa dampak kesuksesan baik dalam pencapaian ketrampilan, pengetahuan, kreasi sampai nilai ekonomis.
Daniel Irawan mengatakan, Film Indie daerah sebagai home industry yang berkembang sangat pesat beberapa tahun belakangan. Mempunyai standar perilisan home video. Kebanyakan dirilis dalam bentuk VCD dengan harga yang terjangkau. "Tentunya penjualan tinggi dan minum kasus-kasus pembajakan, karena harga yang relatif murah, ungkapnya.
Komunitas pada umumnya berkiprah mulai dari kelompok kecil yang bersifat lokal dan kecil untuk hal yang besar dan luas. Komunitas Film
sekalipun dilakukan oleh kelompok kecil bersifat lokal dan murah, namun
sebenarnya ini merupakan embrio dari sebuah gelombang baru perfilman
nasional.
Agar Komunitas Film berkembang efektif maka diperlukan usaha bersifat;
jangka panjang; terencana, terbuka, demoktratis, luas berkaitan, anggota
yang aktif, bermanfaat dan berkembang.
Sedangkan fungsi penting komunitas bagi masyarakat luas adalah berdampak
pada berbagai nilai positif secara harmonis dan alamiah, antara lain
tumbuhnya sikap tanggungjawab, kesadaran pada tata perencanaan, hidup
yang bergaya, pemberdayaan diri, tangguh menghadapi keterbatasan,
membuka pekerjaan, kesempatan dalam meraih tujuan sosial ekonomi dan
budaya.
Tujuan utama komunitas sangat beragam tapi pada umumnya disadari atau
tidak, komunitas memiliki tujuan meningkatkan kualitas hidup. "Seperti
pada Komunitas Film, sudah banyak hasil dan manfaat dari keberadaannya.
Antara lain pada pertemuan kita saat ini," ungkap Embi C. Noer, pengurus
Badan Perfilman Indonesia (BPI) dalam workshop sosialisasi Apresiasi
Film Indonesia (AFI) di Studio XXI Hermes Place Jalan Mongonsidi Medan,
Sabtu (23/8).
PBKFI Menjadi Tradisi Baru Komunitas Film
Dalam intern BPI sedang dirancang agar tahun 2015, bertepatan dengan
peringatan Hari Film Nasional (HFN 30 Maret), dapat terselenggara
Pertemuan Besar Komunitas Film Indonesia (PBKFI) yang pertama.
Selanjutnya akan menjadi tradisi Komunitas Film, mengadakan PBKFI
bersamaan waktunya dengan peringatan HFN.
"Saat ini Komunitas Film tumbuh di hampir seluruh daerah di tanah air,
baik kota besar ataupun kota kecil dan terpencil. Adanya berbagai
kegiatan Komunitas Film tingkat provinsi dan nasional menjadikan
eksistensi Komunitas Film semakin terasah. Ada komunitas yang seumur
jagung tetapi ada juga yang terus hidup dan berkembang."
Terkait antara Komunitas Film Indonesia dan tujuannya, tentunya akan mengacu pada tujuan yang tertuang dalam undang-undang perfilman dan AD/ART BPI, yaitu :
- Terbinanya akhlak mulia
- Terwujudnya kecerdasan kehidupan bangsa
- Terpeliharanya persatuan dan kesatuan bangsa
- Meningkatkan harkat dan martabat bangsa
- Berkembangnya dan lestarinya nilai budaya bangsa
- Dikenalnya budaya bangsa oleh dunia internasional
- Meningkatnya kesejahteraan masyarakat
- Berkembangnya film berbasis budaya bangsa yang hidup dan berkelanjutan
- Menuju perfilman Indonesia yang cerdas merdeka, berdaulat, bermartabat, terampil
- Mampu tampil dengan kreatifitas yang bernilai tinggi di layar dunia.
Seluruh butir tujuan akan menjadi dasar pembicaraan dalam PBKFI dan
kemudian menghasilkan Rancangan Kegiatan Komunitas Film Indonesia
(RKKF). Dengan berbekal RKKF itulah seluruh Komunitas Film Indonesia
melakukan kegiatan komunitasnya. Dengan adanya RKKF pula, Komunitas Film
Indonesia yang umumnya melakukan berbagai kiprahnya dimulai dari
kelompok kecil yang bersifat lokal dan kecil untuk hal yang besar dan
luas serta dilakukan oleh kelompok kecil bersifat lokal dan murah
kemudian menjadi Gelombang Baru Budaya Perfilman Indonesia.
Embi C, Noer dan Wahyu Blahe |
Geliat Film Indie Sumatera Utara
Medan pernah memproduksi 22 film bioskop/cerita + film dokumenter
(1953-1983) serta ikut dalam FFI, diantaranya TURANG (Bachtar Siagian,
1957) dalam FFI 1960 (4 Piala Citra untuk Film Terbaik, Sutradara
Terbaik, Pemeran Pembantu Terbaik, Tata Artistik Terbaik).
"Setulus Hatimu, Butet dan Batas Impian dalam Film 1975, dan Buaya Deli
dalam FFI 1979 merupakan prestasi yang telah diraih kota Medan, Sumatera
Utara," ungkap Daniel Irawan selaku pemerhati Film di Medan.
Selain itu, lanjut Daniel, produksi Film Bioskop terakhir sebelum mati suri adalah Musang Berjanggut (Pietrajay Burnama, 1983).
Setelah tahun 2000, maka Komunitas Film Indie Sumut mulai bermunculan.
Dua film bioskop produksi Sumut diatas tahun 2000 adalah Tapi Bukan Aku
(Anthony Pictures, Irwan Siregar, 2008) dan Luntang-Lantung (MMA
Pictures, Fajar Nugros, 2014)
Daftar Komunitas Film Indie di Medan dan Sumatera Utara
Agung Film Maker, Kendy Pro, Manu Project Pro, Mata Sapi Films, Opique
Pictures, Kompaz Pro, Dharma Teta, Aron Arts, Intermedia Project,
Mataniari Projects, Red Point, BMS, Semesta Films, SFD, CZ, Media
Identitas, Lantai 2 Art, AFIndi, OnEto Films, Cakrawala Biru, Sruang,
Fokus UMSU, Magacine, Sol Documentary, Bambu Runcing, Tree Angle, Ten
Films, KoPi Medan, Dewan Kesenian Labuhanbatu, Payung Animasi, Cresscine
& Braspati (Karo). Komunitas Film Indie terdata di bawah KOFI Sumut
(Komunitas Film Sumatera Utara).
Sementara pola aktifitas dan jumlah serta penyebaran Komunitas Film
Indie lebih banyak bergerak dibidang produksi, dengan kecenderungan
Fiksi lebih mendominasi, kemudian Dokumenter memiliki peringat menengah,
lalu produksi film animasi yang bisa dibilang masih sedikit.
Foto : Daniel Irawan medanlook.blogspot.com |
Daniel Irawan mengatakan, Film Indie daerah sebagai home industry yang berkembang sangat pesat beberapa tahun belakangan. Mempunyai standar perilisan home video. Kebanyakan dirilis dalam bentuk VCD dengan harga yang terjangkau. "Tentunya penjualan tinggi dan minum kasus-kasus pembajakan, karena harga yang relatif murah, ungkapnya.
Kendala Komunitas Film Indie Medan dan Sumatera Utara
Minimnya ruang apresiasi menjadi faktor yang menjadi kendala bagi
kebanyakan Komunitas Film Indie. Pemutaran non komersil/komersil untuk
film indie meningkat selama 2 tahun terakhir tapi rata-rata belum rutin,
dan tidak selalu disertai dengan acara diskusi resmi.
"Kebanyakan komunitas bergerak di bidang produksi, bukan pemutaran film
dan narasumber serta kurator film juga terbatas. Rata-rata diadakan
hanya di kafe/aula universitas, belum ada screening room yang memadai."
Daniel Irawan juga menjelaskan, mekanisme pemutaran terutama kegiatan
roadshow masih terkendala di kesanggupan kontribusi. Pencapaian jumlah
audiens masih sangat terbatas. Niat mengapresiasi karya komunitas lain
untuk pembelajaran masih sangat kurang. Kecenderungan mainstream.
Sebagian besar komunitas tidak aktif menggunakan social media untuk
interaksi ke luar.